Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Kesempatan Emas Cabut Subsidi

Harga minyak dunia kini lebih murah ketimbang tarif premium di Indonesia. Ini peluang untuk melepas kebijakan subsidi premium.

3 November 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Desakan untuk menurunkan harga bahan bakar minyak nyaring terdengar belakangan ini. Tuntutan ini punya alasan kuat. Harga minyak dunia telah turun drastis hingga di bawah harga jual premium yang ditetapkan pemerintah. Ini berarti Pertamina sekarang mendapat untung setiap kali menjual premium. Dengan kata lain, tak ada lagi subsidi.

Dalam menyikapi aspirasi ini, pemerintah terkesan ragu. Persilangan kepentingan sektoral membuat keputusan tak mudah cepat-cepat diambil. Birokrat di Departemen Keuangan, misalnya, cenderung menanggapi masalah dari sisi anggaran. Karena belanja subsidi bahan bakar minyak di masa harga minyak mahal tahun ini telah melewati anggarannya, ”keuntungan” sekarang diharapkan dapat menjadi sumber untuk mengoreksi penyimpangan tersebut. Itu sebabnya, mereka cenderung tak setuju harga premium diturunkan.

Kendati terlihat masuk akal, pendekatan ini keliru. Bayangkan, betapa konyol wajah pemerintah bila harga bahan bakar minyak nonsubsidi, seperti Pertamax, lebih murah daripada premium. Kemungkinan ini cukup besar. Kecenderungan menurunnya harga minyak dunia tampaknya akan terus berlangsung. Bahkan Goldman Sach meramalkan harga rata-rata tahun depan US$ 45 per barel.

Bahwa pemerintah harus memperhatikan stabilitas harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah sebelum meng- ambil keputusan memang hal wajar. Namun gagasan menurunkan harga premium dengan menunjuk satu besaran baru yang ditetapkan pemerintah dan menyatakan akan ditinjau kembali bila harga minyak dunia melewati nilai tertentu bukanlah tindakan bijak. Lebih pas bila pemerintah menggunakan momen sekarang ini untuk melepaskan saja harga premium sesuai dengan pasar seperti yang berlaku pada Pertamax dan Pertamax Plus.

Kebijakan ini tentu mengandung risiko, tapi banyak cara untuk memitigasinya. Sukses pemerintah menghilangkan minyak tanah bersubsidi dari DKI dan menggantinya dengan gas dapat diulang untuk premium. Pemerintah, mi-salnya, dapat menyubsidi kendaraan umum orang kecil, seperti angkutan kota, dengan memodifikasinya secara gratis agar dapat menggunakan bahan bakar gas.

Ini tentu berarti stasiun pengisi gas harus segera dibangun. Bukan soal sulit. Pertamina dapat mengganti pompa premiumnya menjadi pompa gas, setidaknya untuk wilayah DKI. Bukankah kebijakan subsidi bagi kaum kurang mampu ini lebih baik ketimbang menyubsidi premium yang dinikmati banyak pemilik mobil mewah?

Lagi pula sedikitnya ada tiga keuntungan lagi dengan kebijakan ini. Yang pertama, memberikan kesan bahwa selain berani menghadapi orang miskin di DKI yang subsidi minyak tanahnya dicabut, pemerintah bernyali memangkas bantuan untuk para pemilik mobil mewah di Ibu Kota. Yang kedua, pengurangan polusi. Bila semua kendaraan umum di Jakarta menggunakan bahan bakar gas, udara akan jauh lebih bersih. Ini sudah terbukti di New Delhi, yang beberapa tahun lalu hanya membolehkan kendaraan umum berbahan bakar gas di sana.

Yang ketiga, masyarakat akan lebih berhemat memakai premium dan kebocoran dalam distribusi bahan bakar bersubsidi akan turun. Pengalaman menghilangkan minyak tanah dari wilayah DKI menunjukkan konsumsi gas penggantinya ternyata 30 persen di bawah perkiraan. Semua hal ini tentu akan berdampak positif pada upaya kita semua mengatasi masalah ”pemanasan bumi”.

Jadi pemerintah tak perlu menetapkan harga baru premium, cukup membiarkannya bergerak sesuai dengan harga pasar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus