Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Kita dan Traksflasi

26 Oktober 1998 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jika dihitung dari saat rupiah mengalami goncangan yang pertama, 21 Juli 1997, krisis ekonomi yang melanda Indonesia telah memasuki bulan ke-16. Pada bulan-bulan pertama, beberapa kalangan melihat krisis ini sebagai suatu blessing in disguise karena kesulitan yang melanda kita memberi kesempatan untuk melakukan reformasi. Kalau saja perbaikan segera dilakukan, jalan ceritanya tentu akan berbeda. Namun karena enggan melakukan koreksi, akhirnya pemerintah sendiri yang dikoreksi oleh gerakan reformasi. Kini sudah ada agenda pemulihan ekonomi berisi sekitar 170 langkah yang pelaksanaannya diawasi oleh IMF. Rupanya, agenda ini saja tidak cukup untuk mengatasi krisis. Reformasi yang bersifat total, yang hingga 21 Mei 1998 masih kuat didengungkan di mana-mana, kini gemanya larut dalam krisis berkepanjangan. Krisis ini bahkan telah membawa ekonomi Indonesia dalam situasi "traksflasi", yaitu kontraksi ekonomi yang dalam yang dibarengi dengan inflasi tinggi. Keadaan ini lebih parah dari stagflasi (stagnasi dan inflasi). Ekonomi diperkirakan menyusut sebesar 15 persen atau lebih, sementara inflasi bisa mencapai 100 persen. Kebetulan, pada hari-hari terakhir ini ada berita baik tentang menguatnya rupiah. Ini membantu mengurangi berbagai tekanan terhadap anggaran pemerintah dan posisi keuangan perusahaan. Tapi, kita jangan bersukaria dulu. Pada tingkat nilai tukar rupiah seperti sekarang ini, tetap masih sulit untuk keluar dari traksflasi. Gubernur Bank Indonesia juga telah mengingatkan bahwa penguatan rupiah tidak ada sangkut-pautnya dengan fundamental ekonomi. Ibarat orang demam, suhu badan telah menurun dari 42,1 derajat menjadi 39,8 derajat. Tapi selama rekapitalisasi ekonomi belum memadai, roda perekonomian belum akan bergerak. Sejak krisis terjadi, khususnya sejak Desember 1997, ada kemungkinan modal yang keluar mencapai US$ 40 miliar. Suntikan dana dari IMF dan CGI, konsorsium para donor, sampai Maret 1999 diperkirakan bisa mencapai US$ 20 miliar, termasuk penangguhan pembayaran bunga utang luar negeri pemerintah. Jumlah ini jauh dari cukup, tetapi lebih baik daripada tidak sama sekali. Tapi, suntikan ini tentu tidak bisa diharapkan untuk menggerakkan kembali roda perekonomian. Bila suntikan dana dari IMF mensyaratkan dipertahankannya suku bunga tinggi, tentu ini dimaksudkan untuk menstabilkan sektor moneter. Dana dari CGI terutama ditujukan untuk menutup defisit anggaran pemerintah, yang diperkirakan akan membengkak sampai 8,5 persen dari PDB. Dana bantuan ini khususnya ditujukan untuk menunjang program jaring pengaman sosial. Jika program ini lebih bersifat menyubsidi pangan, dampaknya akan nihil bagi perputaran roda perekonomian. Yang terjadi sekarang adalah upaya membantu penduduk miskin untuk menyambung hidup, melalui pemberian subsidi. Inflasi yang tinggi memang terutama disebabkan oleh merosotnya nilai tukar secara drastis. Namun, pola penggunaan dana di luar sektor publik tidak akan membantu menekan inflasi. Dana di luar sektor swasta adalah dana yang terutama diharapkan untuk bisa memulihkan ekonomi. Menurut suatu laporan, selama delapan bulan pertama tahun ini dana investasi swasta telah mengalir kembali ke Asia sebesar US$ 28 miliar. Sekitar 80 persen dari dana itu mengalir masuk ke Korea dan Thailand, sedangkan Indonesia belum mendapat bagian, walaupun mungkin sudah diincar. Sebagian dari agenda 170 langkah IMF itu juga menetapkan strategi untuk membantu rekapitalisasi ekonomi melalui sektor swasta. Sejumlah lembaga untuk menanggulangi dampak krisis moneter telah dibentuk--seperti IBRA--dan upaya memperkuat perundangan kepailitan dan peradilan niaga telah dilakukan. Selain itu, INDRA serta program privatisasi BUMN juga dimaksudkan untuk membuka jalan bagi rekapitalisasi sektor usaha. Upaya IBRA mendapat banyak pujian dari luar, tetapi selalu ada kekhawatiran bahwa IBRA akan diganggu oleh tekanan politik, termasuk tekanan untuk tujuan politik dalam bentuk redistribusi aset. Sementara itu, peran INDRA baru di atas kertas dan mungkin hanya akan berfungsi jika nilai tukar rupiah mencapai tingkat tertentu, misalnya Rp 6.000 per dolar AS. Penerapan Undang-Undang Kepailitan masih belum menumbuhkan kepercayaan, terutama karena penanganan kasus PT Modernland. Program privatisasi BUMN, yang semula menggebu, kini berantakan karena proses swastanisasi PT Semen Gresik. Tetapi, lebih dari itu, program swastanisasi tidak akan menarik bila sejak semula ditetapkan bahwa pemerintah harus tetap menjadi pemegang saham mayoritas. Kebijaksanaan membuka penuh penanaman modal asing dalam sektor perbankan yang maju mundur--semula dibuka 100 persen kemudian dibatasi, tapi sekarang boleh 100 persen lagi--mungkin bisa memicu mengalirnya modal dari luar ke Indonesia. Tapi modal asing akan kembali jika modal penduduk Indonesia sendiri juga sudah dialirkan kembali ke negeri ini. Sebenarnya, jalan keluar dari traksflasi sudah bisa dipetakan sejak sekarang. Dengan kata lain, kita bukan sedang berada di jalan yang tak berujung. Ada program IMF dan sudah ada berbagai lembaga untuk menanggulangi krisis. Tapi yang perlu dilakukan adalah tindakan cepat, serempak, dan penuh kredibilitas, agar rekapitalisasi di kedua jalur--publik dan swasta--dapat segera terjadi dan secepatnya membantu memulihkan kegiatan sektor riil. Di Thailand, upaya serupa sudah mulai menunjukkan hasil. Dan patut selalu diingat, jalan yang harus kita lalui, selain penuh kerikil, juga penuh dengan berbagai hambatan besar yang mesti terus menerus dibersihkan agar kendaraan yang kita tumpangi bisa lewat. Kendaraan itu sendiri mesinnya masih lemah sedangkan pengemudinya sibuk dengan berbagai urusan yang tak penting. Mungkin juga sang pengemudi itu memang tidak punya SIM. Hadi Soesastro

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus