Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Darmawati M.R.*
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SATU cuitan di Twitter pada 28 Februari 2020 cukup menggelitik. Isi cuitan itu adalah pertanyaan mengapa para koruptor selalu diberitakan seolah-olah mereka tidak sengaja melakukan korupsi. Mereka hanya sedang berjalan lalu tiba-tiba tersandung. Cuitan itu adalah satu respons yang muncul terkait dengan operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi atas kasus suap yang menjadikan seorang kepala daerah (dikenal “alim” dan “amanah”) sebagai tersangka. Cuitan itu mendapat tanggapan warganet, yang membenarkannya. Seolah-olah tiba-tiba ada yang membuat para koruptor jatuh dan yang disalahkan adalah batunya, bukan karena mereka tidak memakai mata ketika berjalan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setiap kali ada peristiwa hukum yang menimpa seorang pejabat atau pesohor di Indonesia, kata “tersandung” menjadi pilihan wartawan dalam menyatakan “kesialan” yang bersangkutan. Ambil contoh 1) “Anggota Polri Kembali Tersandung Kasus Narkoba, Kali Ini di Aceh”; 2) “Sebelum Gisel, Ini Daftar Artis yang Pernah Tersandung Kasus Pornografi”; 3) “Tersandung Silsilah Soeharto”; 4) “Tersandung Buaya Afrika”; 5) “Tersandung Penugasan Bensin Murah”; 6) “Tersandung Ciuman Pipi”; dan masih banyak judul berita seperti itu. Pada judul-judul tersebut, “pelaku” tak lebih dari seseorang yang mengalami hari buruk, kadang berakhir mengaku sedang khilaf lalu buru-buru meminta maaf di hadapan publik.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia V, lema “tersandung” yang merupakan kata turunan dari lema entri “sandung” diberi dua arti: 1) terantuk dan 2) terhalang; mendapat rintangan. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S. Poerwadarminta, lema “tersandung” mendapat tempat lebih lapang. Makna pertama “sandung” adalah injak-injak pada perkakas tenun (makna ini dipertahankan juga dalam KBBI V). Selanjutnya, sandung II atau “menyandung” bermakna (kakinya) menyentuh atau melanggar sesuatu: tersandung 1 (kakinya) terantuk kpd; 2 mendapat rintangan; batu sandungan sesuatu yg menjadi rintangan (mendatangkan kesukaran, menyebabkan berdosa dsb). Lalu ada makna ketiga, yaitu bermakna sandungan; ayunan; buaian. Poerwadarminta memberi contoh: tuntutlah ilmu pengetahuan mulai ~ hingga ke pintu kubur.
Prefiks ter- memiliki dua makna. Pertama bermakna paling dan yang kedua (juga variannya: te-, dan tel-) dapat berarti 1) telah dilakukan atau dalam keadaan, contoh: terbuka, terduduk, dan termenung; 2) telah mengalami; menderita keadaan atau kejadian (dengan tidak sengaja atau dengan tiba-tiba): terpesona; terbangun; 3) sanggup atau dapat dilakukan (biasanya didahului kata tidak atau berakhiran -kan): tidak terkira; tidak terangkat; tersalurkan; dan 4) sampai ke: tertulang. Peristiwa “sakral” dalam penggelapan uang negara ini tampaknya dimaknai sebagai perbuatan yang tidak sengaja atau dengan tiba-tiba (makna kedua).
Kata “tersandung” menunjukkan kekayaan bahasa Indonesia sebagai sebuah bahasa yang menyimpan banyak kemungkinan (dalam kasus kriminal: mungkin bersalah; mungkin dijebak; mungkin difitnah; mungkin benar-benar khilaf). Nilai rasa berkolaborasi dengan tafsir mahaluas menuntun ke ranah mana bahasa dibawa dan ranah itulah yang menentukan kapan tersandung bermakna denotatif, kapan bermakna konotatif. Dalam penggunaannya selama lebih dari satu dekade terakhir, kata “tersandung” yang melekat pada kasus kriminal cenderung diartikan “terkena pasal (hukum); tertangkap ketika sedang melakukan perbuatan; dan melanggar norma hukum sosial”.
Sementara itu, bahasa Inggris cukup menyebut kasus rasuah sebagai scandal. Ada Arianna Huffington, pendiri Huffington Post, yang cukup kreatif melukiskan bagaimana korupsi merongrong Amerika dalam bukunya, Pigs at the Trough: How Corporate Greed and Political Corruption Are Undermining America, yang terbit pada 2003. Dia mengibaratkan koruptor sebagai babi yang berada dalam ceruk lumpur sangat dalam.
Ada kata stumble dalam bahasa Inggris yang maknanya juga tersandung. Kamus Merriam-Webster memberi definisi: to fall into sin or waywardness, to make an error; to fall or move carelessly, to walk unsteadily or clumsily.
Tampaknya orang Indonesia diberi berkah bahasa yang bisa dengan luwes beradaptasi. Menggelapkan uang negara sebesar Rp 2 miliar—lebih kecil atau lebih besar dari nominal itu—bisa saja dianggap sebagai ketidaksengajaan, yang mengandalkan keberuntungan. Kalau ditangkap, ya pakai baju oranye. Kalau tidak, ya lakukan lagi. Sementara Merriam-Webster menyebut stumble sebagai perilaku yang kikuk, di negara ini pelaku korupsi bisa begitu tenang bahkan (tidak sengaja?) tersenyum ke arah kamera. Barangkali para koruptor itu sependapat dengan Malcolm X, percaya jika tersandung bukan berarti jatuh, tertangkap dalam operasi tangkap tangan KPK bukan berarti bersalah (kan, baru tersangka). Hal itu seperti menemukan uang di tengah jalan dan diam-diam memasukkannya ke saku celana.
*) PENELITI PADA KANTOR BAHASA PROVINSI GORONTALO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo