Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PEMERINTAH mesti sigap menghadapi akibat krisis ekonomi global yang datang lebih cepat di negeri kita. Meskipun ”tamu tak dikehendaki” itu tiba satu semester lebih awal dari ramalan ekonom, kita tak perlu mati akal menghadapinya. Mulai melemahnya ekonomi di Jambi, sebagian Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Jawa, mulai Februari ini perlu ditangani dengan terapi yang tepat.
Jika diperhatikan, yang paling awal terkena dampak krisis adalah provinsi yang pertumbuhan ekonominya bertumpu pada komoditas perkebunan. Jambi merupakan satu contoh. Pemilik kebun sawit dan karet terpukul lantaran rontoknya harga di pasar internasional. Tandan buah segar sawit banyak yang membusuk di kebun karena tak ada pembeli. Hasil sadapan karet tak dilirik pedagang.
Banyak pekerja dan buruh kebun kehilangan mata pencaharian. Angka pengangguran melonjak. Konsumsi yang sebelumnya didorong ekspor hasil perkebunan langsung menciut. Ekonomi Jambi yang tahun lalu melejit 7 persen—lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional—tahun ini diperkirakan menurun.
Diharapkan kondisi ini sifatnya sementara. Harga minyak sawit berkorelasi dengan harga minyak bumi. Dengan harga minyak bumi yang bertahan di sekitar US$ 40 per barel dan tidak lagi meluncur ke bawah, harga minyak sawit (CPO atau crude palm oil) sejak awal tahun ini perlahan naik. Memang harga CPO itu masih di bawah harga tahun lalu, tapi tingkat harga ditaksir segera kembali ke tingkat yang menguntungkan petani.
Pada masa lesu ini pemerintah bisa memberikan stimulus berupa bantuan proyek infrastruktur, misalnya pembangunan jalan. Stimulus ini akan sangat bermanfaat untuk buruh kebun yang sekarang menganggur. Pemerintah juga bisa membantu pemilik kebun melakukan penanaman kembali (replanting), ketimbang mereka membakar atau membiarkan tanaman sawitnya terbengkalai. Apabila harga CPO dan permintaan pasar pulih, kebun sudah siap berproduksi. Selain itu, diversifikasi pasar ekspor juga bisa dilakukan—misalnya menjajaki pasar Cina, India, dan negara Timur Tengah—untuk mengimbangi merosotnya permintaan di Amerika dan Eropa.
Dalam jangka pendek ini, pemerintah juga bisa membantu pengusaha minyak sawit untuk mendorong konsumsi dalam negeri. Tanpa perlu membatasi produk luar, kampanye untuk memakai minyak sawit produksi dalam negeri—seperti yang dilakukan Menteri Perdagangan dengan ”Minyak Kita”—perlu terus dilakukan.
Pemerintah perlu juga membantu sejumlah kota di Jawa yang ekonominya merosot akibat permintaan alas kaki, garmen, dan tekstil melorot tajam di pasar internasional. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara mesti diarahkan secara tepat untuk membantu kelompok masyarakat yang paling terkena dampak krisis.
Jaring pengaman yang sudah disiapkan pemerintah di setiap level—seperti subsidi bahan bakar minyak, bantuan langsung tunai, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sampai Kredit Usaha Rakyat—harus dipastikan jatuh ke tangan yang tepat. Belanja pemerintah perlu pula didorong dalam bentuk program padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja. Suara pemerintah daerah perlu pula didengar soal apa yang mendesak dilakukan di setiap wilayah.
Penambahan belanja pemerintah diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat dan memacu konsumsi domestik yang akhirnya membuat roda ekonomi berputar lebih kencang. Bila pemerintah tak melakukan program yang tepat, ongkos yang harus dibayar niscaya akan lebih mahal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo