Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PANDEMI Covid-19 telah sekian waktu berlalu. Namun buntut korupsinya masih mengalir jauh. Di antaranya kini sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi saat ini. Komisi antirasuah masih sibuk dengan pengusutan dugaan kasus korupsi dalam pengadaan alat pelindung diri (APD) pada masa darurat penanganan pandemi di 2020, yang diperkirakan menyebabkan kerugian negara ratusan miliar rupiah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam audit pada tahun yang sama, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan menemukan adanya beberapa masalah. Di antaranya ketidakwajaran harga dalam pengadaan APD dan masalah dalam rantai pasok pengadaan yang tak sesuai dengan ketentuan. Dalam kasus ini, tiga orang dari Kementerian Kesehatan dan pihak swasta telah menjadi tersangka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat pandemi Covid-19 melanda, banyak negara kacau-balau. Pemerintah di berbagai belahan dunia melonggarkan aturan dan prosedur untuk menangani pagebluk global ini, termasuk dalam proses pengadaan barang. Alasannya, untuk mempermudah atau melancarkan mitigasi bencana non-alam ini. Ada banyak kebutuhan yang mesti segera dipenuhi. Kalau tidak, rakyat yang menjadi korban pandemi akan memburuk kondisinya. Banyak negara amburadul. Indonesia juga demikian.
Seiring dengan itu, otokrasi juga meningkat. Prinsip-prinsip demokrasi dilemahkan. Transparansi diabaikan, mekanisme checks and balances dikesampingkan, demikian pula partisipasi publik. Kondisi demikian membuka lebar peluang korupsi, dan faktanya memang banyak terjadi. “Perselingkuhan” pemegang kuasa dan kebijakan dengan para pemburu rente marak di masa pandemi. Seperti yang diduga terjadi dalam kasus korupsi pengadaan APD yang melibatkan beberapa institusi, seperti Kementerian Kesehatan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan pemasok.
Kasus korupsi APD ini hanya salah satunya. Sebelumnya, Menteri Sosial Juliari Batubara terbukti menerima suap dari perusahaan yang ditunjuk memasok bantuan sosial bagi warga yang terkena dampak pandemi. Banyak pejabat di daerah terjerat kasus serupa. Menurut Transparency International Indonesia, indeks persepsi korupsi Indonesia pada 2020, saat pandemi mulai melanda, melorot 3 poin dari tahun sebelumnya, menjadi 37. Indonesia pun menempati urutan ke-102 dari 180 negara, anjlok dari sebelumnya di urutan ke-85.
Kondisi tersebut sangat memprihatinkan. Karena itu, kasus pengadaan APD, juga kejahatan korupsi lain di masa pandemi, mesti diselesaikan dengan tegas. Semua individu yang terlibat, tak pandang bulu, mesti menerima konsekuensi tindakan mereka. Korupsi adalah tindak kejahatan luar biasa, tindakan amoral. Korupsi di masa pandemi adalah kejahatan yang jauh lebih keji, yang mengoyak rasa kemanusiaan. Orang merampas untung dari “kebuntungan” orang-orang yang tengah berjibaku untuk bertahan, atau bahkan tengah meregang nyawa.
Hukuman sangat berat layak dijatuhkan bila kesalahan itu terbukti di pengadilan. Bahkan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tahun 1999 yang diubah pada 2001 memungkinkan hukuman mati. Hukuman amat berat ini bisa dijatuhkan kepada pelaku korupsi dalam keadaan tertentu, yakni korupsi yang dilakukan terhadap dana untuk hal-hal tertentu, seperti penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, dan krisis ekonomi.
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Aliran Korupsi Masa Pandemi"