Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kardiansyah Afkar
Pegiat Hukum Tata Negara
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Masa jabatan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019 akan berakhir pada Desember 2019. Untuk menghasilkan calon komisioner KPK yang kredibel, berintegritas, dan independen, pemerintah membentuk sebuah panitia seleksi sesuai dengan Undang-Undang KPK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Panitia seleksi yang terdiri atas unsur pemerintah dan masyarakat itu dibentuk agar dapat bekerja secara independen dalam menyeleksi calon komisioner KPK. Jadi, anggotanya haruslah orang-orang yang memiliki integritas dan semangat pemberantasan korupsi. Panitia inilah pintu gerbang penjaga agenda pemberantasan korupsi para calon pimpinan KPK. Dengan demikian, panitia dituntut haruslah seseorang yang steril dari kepentingan elite-elite penguasa agar mereka tidak menggadaikan semangat pemberantasan korupsi demi kepentingan politik praktis.
Presiden Joko Widodo telah membentuk panitia seleksi KPK melalui Surat Keputusan Presiden Nomor 54/P Tahun 2019 tentang Pembentukan Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK untuk masa jabatan 2019-2023. Sejumlah nama telah ditetapkan sebagai tim, yakni Yenti Garnasih selaku ketua dan Indriyanto Senoadji sebagai wakil ketua. Anggotanya adalah Harkristuti Harkrisnowo, Marcus Priyo Gunarto, Hamdi Moeloek, Diani Sadia Wati, Mualimin Abdi, Hendardi, dan Al Araf.
Merekalah yang nantinya bekerja selama beberapa bulan untuk menyeleksi para calon komisioner KPK. Mereka akan memilih beberapa nama untuk kemudian diserahkan kepada Presiden.
Namun kredibilitas sejumlah anggota panitia seleksi KPK dipertanyakan. Seorang anggota pernah menjadi pengacara koruptor sehingga kredibilitas dan integritasnya dalam agenda pemberantasan korupsi dipertanyakan. Beberapa anggota juga dianggap memiliki persoalan kredibilitas dan integritas karena telah melakukan pelanggaran akademik berupa plagiarisme. Perbuatan ini merupakan suatu pelanggaran berat dalam dunia pendidikan dan bisa digolongkan sebagai kejahatan luar biasa dalam hal akademik.
Posisi Yenti Garnasih dan Harkristuti juga dipertanyakan oleh sejumlah pegiat antikorupsi karena dianggap telah melemahkan KPK melalui Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Beberapa nama anggota panitia seleksi tidak memiliki latar belakang sebagai akademikus, praktisi, ataupun aktivis pemberantasan korupsi, sehingga dari aspek kredibilitas dan etik kurang layak untuk melakukan seleksi.
Mengingat KPK memiliki pekerjaan yang berat dalam melakukan pemberantasan korupsi, secara kelembagaan KPK dituntut agar bekerja secara independen. Hal ini dapat dilakukan apabila komisioner KPK diisi oleh orang-orang yang memiliki kredibilitas, integritas, dan tidak terafiliasi dengan elite tertentu. Faktor eksternal dapat mempengaruhi independensi KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi. Untuk menghasilkan calon komisioner KPK seperti yang kita harapkan, sebaiknya panitia seleksi juga diisi oleh orang-orang yang berintegritas dan independen.
Dalam melakukan pemberantasan korupsi, KPK bertugas melakukan koordinasi supervisi, tindakan-tindakan pencegahan, serta monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara (Pasal 6 Undang-Undang KPK). Di tengah beratnya tugas KPK tersebut, secara internal ternyata KPK juga masih memiliki pekerjaan berat yang mesti diselesaikan secara kelembagaan, seperti masalah status penyidik dan penuntut umum, standar penanganan perkara yang kurang jelas, serta tidak adanya batas waktu penetapan seseorang sebagai tersangka. KPK juga masih memiliki pekerjaan rumah untuk menyelesaikan tumpukan perkara korupsi yang belum selesai. Secara kelembagaan, KPK juga menghadapi masalah upaya-upaya pelemahan KPK yang dilakukan oleh kekuasaan lembaga lain ataupun dari dalam KPK sendiri.
Melihat kompleksitas KPK secara kelembagaan dan masalah pemberantasan korupsinya, ke depan komisioner KPK harus diisi oleh orang-orang yang tepat untuk melaksanakan tugas-tugas pemberantasan korupsi. Karena itu, panitia seleksi dituntut untuk menghasilkan komisioner-komisioner yang memiliki semangat pemberantasan korupsi. Agar agenda pemberantasan korupsi tidak tergadaikan dan tersandera, panitia sebaiknya diisi oleh orang-orang yang benar-benar paham persoalan KPK, baik secara kelembagaan maupun tugas dan fungsinya. Sebab, menjadi panitia bukan sekadar memilah dan memilih calon, tapi juga harus memahami masalah KPK secara utuh.
Presiden Jokowi tidak boleh kecolongan dalam agenda pemberantasan korupsi. Sebaiknya Jokowi mendengar masukan koalisi masyarakat antikorupsi dengan mengganti sejumlah nama dengan seseorang yang lebih kredibel karena panitia seleksi KPK merupakan cerminan Presiden terhadap komitmen dan semangat pemberantasan korupsi.