Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Lulusan tak becus, dosen tak becus

Sarjana pertanian ipb tak mampu bertani. alumni ipb tak harus jadi petani karena tak diarahkan kesana. jangankan bertani yang membutuhkan lahan, melunasi kredit mahasiswa terkadang tak mampu.

20 Agustus 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kami tertarik dengan berita berjudul Perang Iran-Irak dan Kangkung" (TEMPO, 30 Juli 1988, Pendidikan). Kami ingin nimbrung dalam "perang" itu. Menurut TEMPO, Prof. Dr. Sutan Takdir Alisjahbdna (STA), Rektor Universitas Nasional (Unas) Jakarta, dalam perang itu menyatakan, "Saya ketawa saja". Kami jadi pusing karena yang dibantai STA dengan "bom kangkung" dalam ceramahnya adalah almamater kami, IPB. Untuk menyegarkan ingatan para pembaca, saya perlu mengutip pernyataan STA yang dimuat (dikutip dari Suara Pembaruan): "Banyak lulusan IPB tidak mampu bertani. Mereka malah menjadi 'petani' di belakang meja. Lahan pertanian pun tak mereka miliki. Banyak pula sarjana pertanian yang tak bisa bertani, meskipun hanya menanam kangkung. Dengan pernyataan itu, banyak pertanyaan bisa diajukan kepada STA. Bisa dijawab, atau paling tidak sekadar direnungkan. Soal: "Banyak lulusan IPB tak mampu bertani" Sehubungan dengan hal ini, ada tiga dugaan yang muncul, yaitu STA tak tahu bahwa di IPB ada banyak fakultas dan spesialisasinya, serta banyak yang tidak berhubungan langsung dengan "bertani" dalam arti sempit. Atau ada dugaan, STA kurang mengenal baik progam studi IPB, walau ia menganggap lulusan IPB identik dengan petani. Atau apakah STA punya data yang mendukung pernyataannya? Soal: "Petani di belakang meja". Ini perlu dipertanyakan, apakah pendidikan pertanian di PT memang untuk menciptakan petani bergelar sarjana. Soal: "Lahan pertanian pun tak mereka miliki. Jawaban kami, jangankan punya lahan. Untuk kredit mahasiswa saja banyak yang belum lunas. Terakhir, ". . ., meskipun hanya menanam kankung." Apakah kemampuan seorang sarjana pertanian dalam menanam kangkung dapat dijadikan kriteria untuk menilai mutu pendidikannya? Kami sependapat dengan Bapak Prof. Dr. Sitanala Arsyad, Rektor IPB, yang menyatakan bahwa kalau lulusan IPB dinilai tidak becus, berarti staf pengajar IPB juga tidak becus. Herannya, sebagian dosen yang tidak "becus" itu diminta pula sebagai dosen di Unas. Bahkan beberapa dosen Unas menuntut ilmu, (mengikuti program pascasarjana) di IPB. DICKY SIMORANGKIR SABAM MALAU ANDRIYONO KILAT ADHI ERI TRINURINI ADHI (Sarjana Perhutanan, 1980) (Sarjana Pertanian, 1979) (Sarjana Peternakan, 1979) (Sarjana Peternakan, 1980) Institut fur Pflanzenbau und Pflanzenzuchtung Von-Siebold-Str. 8 3400 Gottingen West Germany

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus