Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ISTILAH rahasia umum itu kontradiktif di dalam dirinya. Ada pertentangan makna antara rahasia yang bersifat tertutup dan umum yang malah bersifat terbuka. Misalnya ada berita yang menyebutkan sudah rahasia umum bahwa satu suara pemilih di Lhokseumawe dihargai Rp 200 ribu dalam pemilihan kepala daerah 2024 di Aceh. Bagaimana memahami hal ini?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi daring, lema rahasia bermakna antara lain sesuatu yang sengaja disembunyikan, sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang agar tidak diceritakan kepada orang lain yang tidak berwenang mengetahuinya, dan secara diam-diam atau tidak terang-terangan. Adapun lema umum bermakna mengenai secara menyeluruh, untuk orang banyak, dan tersiar ke mana-mana atau sudah diketahui orang banyak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan mengacu pada makna yang terdapat di dalam kamus tersebut, jelaslah istilah rahasia umum mengandung ketaksaan dalam bahasa. Antara satu kata dan kata lain berlawanan atau menyembulkan makna saling meniadakan.
Pertentangan dalam ungkapan seperti ini telah lama menarik perhatian peneliti bahasa dan retorika. Ivan Lanin, dalam buku Recehan Bahasa: Bahasa Tak Mesti Kaku (2020), menjelaskannya sebagai sebuah idiom. Pada kasus rahasia umum, terjadi pelibatan teori majas oksimoron, kombinasi dua kata yang bertentangan.
Dorthe Bernsten dan John M. Kennedy mencoba memecahkan masalah kontradiksi itu dalam artikel mereka di jurnal Poetics (1996). Mereka mendekatinya antara lain melalui metafora dan ironi.
Sejumlah metafora mengandung paradoks, baik oksimoron langsung maupun tak langsung. Bila komponen dalam sebuah metafora tampak menolak komponen yang lain, upaya untuk memahaminya per komponen akan gagal.
Metafora dapat bersifat paradoksal dalam beberapa cara. Salah satunya ketika predikat membatalkan makna dari subyek pada ungkapan itu secara langsung. Contohnya, kata umum membatalkan makna rahasia dalam ungkapan rahasia umum.
Bernsten dan Kennedy mencontohkan puisi penyair Denmark, Johannes Vilhelm Jensen, “Interference” (1906): The blue night is so silent. I am sleepless./Silence widens and rings, squeaks, shrills. Beberapa ciri dari kesunyian dibatalkan oleh kesunyian yang dilekatkan dengan dering, derit, dan lengkingan. Kesunyian, akibatnya, tidak sunyi. Mereka menyarankan pemaknaan terhadap konteks puisi ini dilakukan dengan melihat bahwa kontradiksi itu ditujukan untuk menentukan gelagat kegelisahan dan ketidakpastian.
Cara lain adalah menimbang rahasia umum sebagai sebuah ironi. Secara umum ironi dipahami sebagai pernyataan atau ungkapan untuk menyebut sesuatu yang berlawanan dengan makna harfiahnya, misalnya menyebut seorang pecundang sebagai “pemenang sesungguhnya”. Agar suatu ironi berhasil, penerima pesan harus menyadari fakta bahwa pengirim pesan tak bermaksud menyatakan apa yang secara eksplisit dia sampaikan.
Ungkapan rahasia umum biasanya digunakan untuk menyebut sesuatu yang masyarakat sudah ketahui dengan terang, seperti nepotisme di tempat kerja, tindakan represif aparat kepolisian terhadap massa demonstrasi, pegawai kampus yang punya privilese memasukkan kerabatnya menjadi mahasiswa tanpa melalui tes, hingga cerita para pejabat yang dipenjara karena melakukan korupsi tapi mendapat perlakuan istimewa. Bukti-bukti sudah terlalu jelas untuk dibantah.
Dalam konteks ini, rahasia umum lebih tepat disebut sebagai ironi. Ia menjadi semacam kritik terhadap situasi yang bertentangan dari yang seharusnya. Aparat kepolisian, yang seharusnya melindungi masyarakat, malah melakukan kekerasan terhadap demonstran yang tengah menggunakan haknya untuk menyatakan pendapat. Koruptor, yang seharusnya dibikin jera di dalam penjara, malah mendapat perlakuan istimewa sehingga penjara tak lagi membatasi gerak dan kebebasannya.
Bila hal-hal yang ironis ini berlanjut, ia akan membahayakan tatanan sosial. Kekeliruan dan kesalahan akan dinormalisasi sehingga yang baik dan benar hanya menjadi obrolan di warung kopi.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo