Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Merevisi 'Politik' Daging Sapi

Kementerian Pertanian akan mengubah aturan pembatasan impor ternak, dari sistem berbasis negara menjadi zona. Upaya ini harus didukung.

12 Agustus 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEMBATASI diri hanya mengimpor daging sapi dari negara tertentu, seperti Australia dan Selandia Baru, jelas tindakan keliru. Kebijakan tak sehat itu membuat harga daging impor disetir segelintir pengimpor. Harga daging sapi di Indonesia pun melambung, hingga lebih mahal ketimbang di negeri jiran. Buntutnya, para penyelundup berlomba-lomba memasukkan daging ilegal dari India, yang harganya lebih murah.

Kesalahan itu muncul karena bertahun-tahun negeri ini menerapkan "politik" daging sapi yang salah. Dengan dalih melindungi industri peternakan sapi lokal dari wabah penyakit berbahaya, seperti penyakit mulut dan kuku atau sapi gila, impor sapi dibatasi ekstraketat.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan memang mensyaratkan negara asal daging impor harus bebas penyakit berbahaya. Australia dan Selandia Baru masuk kategori ini. Dengan aturan itu, negara seperti Brasil, Argentina, dan India haram hukumnya mengekspor sapi ke Indonesia, meski mempunyai pasokan sapi berlimpah dan murah. Walhasil, tiap tahun Indonesia harus mengimpor 120 ribu ton daging dari Australia dan Selandia Baru. Harga dan pasokan daging pun bisa dipermainkan oleh sekelompok importir.

Itulah yang dikeluhkan Menteri Pertanian Suswono belakangan ini. Data menunjukkan harga daging kita jauh lebih mahal ketimbang harga di negeri tetangga. Harga sekilogram daging impor di Indonesia bisa mencapai Rp 80 ribu. Di Malaysia, harganya sekitar Rp 60 ribu per kilogram. Malaysia mengimpor dari mana saja, termasuk India, yang dikenal tak bebas penyakit mulut dan kuku. Syaratnya, harganya murah dan memenuhi standar mutu. Cara itulah yang seharusnya ditiru Indonesia. Negara tak boleh kalah oleh kartel importir daging.

Pemerintah berupaya mengoreksi hal itu dengan melahirkan undang-undang peternakan pada 2009. Pembatasan impor menurut aturan itu awalnya berbasis zona. Artinya, negara eksportir sapi tak harus bebas 100 persen dari penyakit berbahaya. Impor sapi dibolehkan asalkan tidak berasal dari zona wilayah atau provinsi yang terjangkit penyakit. Belakangan, aturan ini ditolak sejumlah organisasi peternak. Mereka mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi, dan menang. Sejak itu, kebijakan impor ternak dan produk ternak kembali menggunakan basis negara. Jadi, bila satu negara tak bebas penyakit, impor dari negara itu dilarang.

Ketakutan terhadap penyakit seperti mulut dan kuku itu lumrah. Namun kecemasan itu seharusnya tak menghalangi akal sehat. Toh, Organisasi Kesehatan Hewan Dunia juga membolehkan sistem perlindungan zona. Organisasi ini mencontohkan, di Brasil dan Argentina, tidak semua wilayah terinfeksi penyakit mulut dan kuku. Maka organisasi ini pun mendukung negara-negara Arab yang mengimpor daging dari dua negara itu.

Karena itu, revisi undang-undang peternakan yang kajian akademisnya sedang disiapkan di Dewan Perwakilan Rakyat harus dikawal. Jangan sampai niat baik ini dikerdilkan lagi oleh tangan-tangan kartel daging. Indonesia butuh revisi kebijakan impor ini agar bisa mendapatkan daging dengan harga dan kualitas yang kompetitif.

Solusi yang lebih mendasar, pemerintah Indonesia seharusnya memanfaatkan momentum ini untuk membangkitkan para peternak sapi lokal. Ini juga kesempatan bagi Menteri Pertanian Suswono untuk membuktikan janjinya: Indonesia berswasembada daging pada 2014.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus