Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Motif Bisnis di Balik Teknologi Penyimpanan Karbon

Kampanye carbon capture and storage Prabowo didominasi kepentingan bisnis ketimbang mitigasi krisis iklim.

9 Februari 2025 | 08.30 WIB

Motif Bisnis Menangkap Karbon
Perbesar
Motif Bisnis Menangkap Karbon

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Pemerintah mempromosikan carbon capture and storage (CCS) untuk mengejar emisi nol bersih pada 2060.

  • CCS dinilai tak memenuhi prinsip mitigasi iklim dan dijadikan alasan memperpanjang pemakaian batu bara.

  • Kepentingan bisnis lebih dominan daripada lingkungan dalam pemanfaatan teknologi CCS.

PEMERINTAHAN Prabowo Subianto belakangan ini giat mempromosikan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon atau carbon capture and storage (CCS) sebagai langkah mitigasi perubahan iklim. Namun benarkah itu demi menjaga suhu bumi tetap di bawah 2 derajat Celsius ataukah sekadar dalih untuk mempertahankan dominasi industri berbasis bahan bakar fosil?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

CCS bekerja dengan menangkap emisi karbon dioksida (CO₂) dari sumber industri atau pembangkit listrik sebelum dilepaskan ke atmosfer, lalu menyimpannya dalam formasi geologi bawah tanah. Pemerintah mengklaim bahwa teknologi ini sudah diterapkan selama 45 tahun di berbagai negara, dari Amerika Serikat hingga Timur Tengah. Namun sejarah panjang di negara lain bukanlah jaminan bahwa CCS merupakan solusi paling efektif dalam mengatasi krisis lingkungan di negeri ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Kritik utama terhadap CCS adalah bahwa teknologi ini tidak mengurangi produksi emisi, tapi hanya mengelola limbah karbon yang dihasilkan. Artinya, pelaku industri tetap diberi ruang untuk mencemari lingkungan, selama mereka bersedia membayar biaya penyimpanan karbon. Ini membuka jalan bagi industri batu bara untuk terus beroperasi, meskipun Perjanjian Paris jelas menyerukan pengurangan penggunaan bahan bakar fosil sebesar 25 persen pada 2030 dan 80 persen pada 2050.

Lebih jauh, konsep CCS bertentangan dengan prinsip mitigasi iklim yang diusung oleh Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFCCC). Mitigasi sejatinya menekankan transisi ke energi terbarukan dan peningkatan kapasitas penyerapan karbon alami seperti hutan. Ironisnya, pemerintahan Prabowo malah menyingkirkan rencana pensiun dini sejumlah pembangkit listrik tenaga uap batu bara yang sebelumnya diusulkan sebagai bagian dari strategi mitigasi iklim.

Skala penyerapan karbon oleh CCS juga sangat kecil dibandingkan dengan total emisi global. Sepanjang 2021, teknologi ini hanya menyerap sekitar 39 juta ton setara CO₂, atau sekitar 0,1 persen dari total 36 miliar ton emisi yang dilepaskan ke atmosfer setiap tahun. Padahal investasi awal dan biaya operasional CCS sangat tinggi dibandingkan dengan teknologi energi terbarukan seperti angin dan matahari.

Kecurigaan terhadap janji iklim pemerintahan Prabowo beralasan ketika melihat inkonsistensi kebijakan yang diusulkan. Pada Desember 2024, Prabowo justru mendorong ekspansi perkebunan sawit dan mengabaikan ancaman deforestasi. Begitu pula kebijakan Menteri Kehutanan yang mengalokasikan 20,6 juta hektare lahan untuk proyek pangan, energi, dan air, yang hampir pasti akan mengorbankan hutan yang masih utuh.

Dominasi kepentingan ekonomi di balik kebijakan mitigasi iklim juga tecermin dalam Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2024. Peraturan ini secara eksplisit menyebutkan bahwa penyusunan regulasi CCS tidak hanya mempertimbangkan target Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional (NDC) dalam Perjanjian Paris, tapi juga potensi investasi. Dalam banyak kesempatan, penjelasan pemerintah juga lebih menekankan potensi investasi sebesar US$ 28 miliar dan kapasitas penyimpanan karbon 25,5 juta ton pada 2030 ketimbang urgensi mengurangi emisi.

Melihat arah kebijakan dalam 100 hari pertama pemerintahan Prabowo, gembar-gembor CCS tampaknya lebih mewakili kepentingan bisnis yang dikemas sebagai mitigasi iklim.

Masuk untuk melanjutkan baca artikel iniBaca artikel ini secara gratis dengan masuk ke akun Tempo ID Anda.
  • Akses gratis ke artikel Freemium
  • Fitur dengarkan audio artikel
  • Fitur simpan artikel
  • Nawala harian Tempo
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus