DI kota orang-orang kaya menginjak orang yang miskin, akan
datang seorang laki-laki dari gurun. Ia akan berdiri di pintu
gerbang. Ia akan mencerca. Ia akan memperingatkan, dan membuat
nurbuat tentang keruntuhan. Bahasa Ibrani menyebut orang itu
nabi.
Setidaknya, itulah dulu yang terjadi ketika datang Amos.
Laki-laki penggembala domba ini (begitulah ia menyebut dirinya
sendiri) pada suatu hari ingin melihat Kota Beth-EI. la terkejut
menyaksikan apa yang ia saksikan.
Ketika itu, Tanah Palestina sedang tumbuh, setelah Sulaiman
bertahta dan membangun negeri. Tentu saja dengan segala penyakit
negeri yang tumbuh cepat. Kota memang tampak gemerlap, tapi pada
saat yang sama kaum proletar hidup jembel - hanya beberapa meter
dari mereka yang bisa membangun rumah yang megah.
Keserakahan meluas, juga iri hati. Korupsi mencegat di hampir
tiap sudut. Akhlak yang berkuasa serta berduit kendur, sekendur
otot perut mereka. Segala macam oknum bisa dibeli. Dalam
kata-kata Amos, orang yang jujur dijual dengan harga sekeping
perak, orang miskin tak lebih mahal ketimbang sepasang kasut.
Tuhan pasti murka, demikian pikir laki-laki moralis dari Tekoa'
itu. Yahwe pasti meraung dari Sion: Allah yang pernah
menghancurkan Kota Sodom dan Gomora yang penuh dosa, Tuhan yang
pernah memukul orang-orang Yahudi dengan hama mantek dan hama
putih.
Celakalah kiranya orang yang membanting kejujuran ke tanah.
Celakalah mereka yang membenci orang yang menegur di pintu
gerbang, dan merasa muak akan orang yang lurus bicara. Kamu,
demikian Amos berseru di pintu gerbang kota itu, menindas orang
yang jujur. Kamu menerima uang sogok. Kamu mendesak orang
miskin. Kamu memungut sewa dari orang lemah ....
Amos adalah suara amarah - mungkin salah satu protes sosial
pertama yang dicatat manusia. Khususnya di Barat, sebab
peringatan Nabi Amos didapatkan orang di dalam Perjanjian Lama.
Dan mungkin karena itu pula kesadaran sejarah di Barat mengenal
konfrontasi yang selalu berulang kembali - mungkin juga suatu
dialektik yang kekal - antara para nabi di satu pihak dan
establishment di pihak lain.
Para nabi, seperti halnya Amos, umumnya datang dari daerah yang
jauh dari kota serta istana. Mereka bahkan suatu antitesis bagi
kota dan istana - lambang kenikmatan tubuh dan martabat sosial.
Demikianlah, ketika orang-orang Yahudi ingin menertibkan hidup
sosial mereka dan mendesak Syemuel yang bijak agar mengizinkan
terbentuknya kerajaan, sang nabi memperingatkan:
kesewenang-wenangan mudah terjadi, setelah seorang raja
dinobatkan.
"Ia akan mengambil putri-putrimu, dan menjadikan mereka juru
minyak raksi, juru masak, dan tukang roti. Ia akan mengambil
ladang, kebun anggur, dan zaitunmu yang terbaik yang akan
diberikannya kepada penjawat-penjawatnya ...."
Suara Syemuel adalah suara khas seorang nabi dalam konsepsi
Perjanjian Lama: suara yang memperingatkan bahwa kekuasaan bi
sa seperti rayap di pokok kayu kebajikan.Peringatannya lantang,
kata-katanya sering pedas. Tapi sang nabi memang tak takut akan
kemarahan manusia ia hidup bukan untuk dunia ini.
Dalam tipologi itulah Yohanes Pembaptis masuk dengan tepatnya.
Lelaki ini, dalam usia sekitar 30 tahun, hidup jauh dari
lingkungan sekitar istana raja, tempat "orang-orang berpakaian
halus". Ia sendiri berjubah bulu unta, makan belalang dan madu
hutan. Dan dengan sikap keras yang sama terhadap dirinya, ia pun
mengecam apa yang dianggapnya sebagai gombyornya ikatan moral di
istana Herodes. Ia mencerca. Tak lama kemudian ia ditangkap dan
dipenggal. Kepalanya konon dipertontonkan di balairung yang
penuh sensasi, di sebuah jamuan malam hari.
"Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan
melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu !"
Sudah tentu, Yerusalem yang disebut dalam keluhan yang
termasyhur itu bukan cuma tempat orang raja. Tapi juga pusat
kekuasaan lain - kekuasaan pengendali aturan agama, para ahli
Taurat yang "telah menduduki kursi Musa". Bukan sesuatu yang
mengejutkan bila di sana ibadah mudah terasa sebagai beban dan
aturan keagamaan akhirnya hanya menghasilkan para munafik.
Konfrontasi memang tak selamanya mudah dihindari - dengan atau
tanpa nabi, dengan atau tanpa kesadaran sejarah a la Perjanjian
Lama. Siapa bilang riwayat manusia hanya kisah kerukunan, antara
mimpi keadilan dan realitas kekuasaan?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini