Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Omong-omong dengan donald wilhelm

Donald wilhelm berminat menyusun buku, the emerging indonesia. hubungan timbal balik teknologi dan akibat sosial serta masalah mahasiswa. dia menemui beberapa menteri terutama menteri daoed joesoef.

5 Januari 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPERTI Kota Serang musim duren banyak orang mampir dan kolom buah itu hingga mencret, begitulah Indonesia di tahun-tahun 1962-1964 bagi peminat sospol mancanegara seakan-akan negeri ini tempat pergumulan antara kalajengking, tekukur, monyet dan anjing geladak. Dengan notes di tangan atau mencangking alat perekam mereka berkeliaran dari pintu ke pintu menemui pemuka dan orang-orang yang dianggapnya sedikit banyak punya pikiran. Sambil jalan, dikumpulkan juga rupa-rupa kertas pernyataan, peraturan dan dokumen seperti layaknya gelandangan dengan maksud yang berbeda. Khusus sarjana-sarjana Universitas Cornell. Bergelombang mereka ke sini, bertiga-tiga atau berempat-empat, kontrak rumah di Kebayoran Baru, mengawasi keadaan dengan cermat hingga mata berkunang-kunang. Titik perhatian utama ditujukan kepada pertumbuhan dua kekuatan yang dianggapnya paling menentukan: Partai Komunis Indonesia dan Angkatan Bersenjata. Lain-lainnya dilirik sepintas lalu kalau-kalau ada lubang di kemeja akibat percikan api rokok atau lelehan tinta pada kantung karena alpa menutup pulpen. Nona Ruth McVey yang paling menonjol di antara mcreka mampu ketemu DN Aidit kapan mau, satu kesempatan yang jarang terbuka buat sembarang orang. Perbuatan ini tidak sia-sia, nona kita berhasil menyusun buku tebal dua jilid jalannya Partai Komunis Indonesia sejak 1926 hingga 1948 dan 1948 hingga 1965. Bracklnann dari Australia memang cermat, tapi Ruth berdepa-depa berdiri di depannya. Banyak orang cantik tak berotak, tapi Ruth memiliki kedua-duanya, mirip Anne penulis buku riwayat Ciang Ching janda Mao yang berlika-liku. Musim duren silih datang, dan sekarang antara lain Donald Wilhelm doktor lepasan Universitas Yale urusan sosial politik datang mencatat-catat ke sini selaku koasultan lembaga pendidikan Princeton yang berkedudukan di Inggris, sehabis menyelesaikan salah satu bukunya Creative Alternatives To Communism supaya orang jangan jadi pening kepala memilih apa kapitalisme apa komunisme. satu buku penunjuk ke jalan yang bisa membikin negeri bermasa depan tata tentrem kerta raharja, gemah ripah loh jinawi, mahajunan ajuna kadawan, Iman eman aman amin, gemah ripah repeh rapih, karya utama satya negara, dan lain-lain sebangsa itu sehingga tiap penduduk sudah utuh seutuh-utuhnya mulai pangkal telinga sampai tumit dan tidak perlu ditatar lagi. Bulan lalu Donald Wilhelm temui saya. Sambil mengunyah buah nangka tak putus-putusnya (mungkin baru dikenalnya sejak keluar dari rahim) kami saling tanya ini itu dan orang gaek yang masih penuh vitalitas ini tampaknya menumpahkan minat terhadap hubungan timbal balik antara pertumbuhan teknologi di satu pihak dan akibat-akibat sosial di lain pihak. Dan .... masalah mahasiswa. Saya tanya sudah ketemu siapa saja selama ini? Lumayan. Pak Gondorukem dari direktorat bagian penghijauan merangkap bagian longsor. Pak Kacapiring dari bagian pengerukan dan penimbunan satu urusan yang saling bertentangan tapi mampu dikelola di satu tangan dengan sempurna. Tuan Go alias Abdulkhair yang mengepalai "Garuda Group" antara lain memprodusir limabelas macam shampoo baik untuk pembersih rambut remaja maupun anjing pudel, serta rupa-rupa proyek pembangunan yang bermain ratusan juta rupiah karena itu tidak terpengaruh sama sekali oleh Kepres 14. Apakah tuan Donald Wilhelm sudah ketemu Menteri Daoed Joesoef? Bapak yang satu ini tidak boleh dilewatkan andaikata tuan bermaksud menyusun buku yang betul-betul baik mengenai Indonesia. Oh, tentu saja sudah. Apa kesan tuan? Fantastis. Doktor ekonomi lulusan Sorbonne dan teman sekelas Heng Samrin ini memiliki pikiran berjangka jauh walau dalam beberapa segi tercermin citra keadaan sebelum Revolusi Prancis. Tapi itu wajar, berkat pengaruh lingkungan. Sebelum berpisah orang ini masih sempat menggigit nangka. Saya berdoa mudah-mudahan buku barunya The Emerging Indonesia (jangan keliru dengan The New Emerging Forces) laku keras baik di dalam maupun luar negeri hingga menambah keharuman kita sekalian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus