Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Telkom mengakuisisi perusahaan distributor voucher seluler, PT Tiphone Mobile.
Telkom membeli saham Sinar Mas di Tiphone Mobile.
Tiphone Mobile Bangkrut, Telkom merugi.
JIKALAU di hulu airnya keruh, tak dapat tidak di hilirnya keruh juga. Peribahasa ini tepat untuk menggambarkan masalah yang membelit PT Telkom Indonesia akibat mengakuisisi PT Tiphone Mobile pada 2014. Aksi korporasi serampangan ini berpotensi membuat amblas investasi Telkom senilai Rp 1,39 triliun karena perusahaan yang dibelinya terancam bangkrut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ancaman kerugian di badan usaha milik negara bidang teknologi informasi dan komunikasi ini berawal dari keinginan mereka melebarkan sayap di bisnis kartu perdana dan voucher telepon seluler. Pada 2014, Tiphone merajai sektor tersebut. Wajah pemiliknya, Hengky Setiawan, wira-wiri di iklan jalanan dan televisi. Dia juga mendapat julukan Raja Voucher. Telkom menunjuk PT PINS Indonesia, anak usaha yang bergerak di bidang penjualan perangkat Internet, untuk membeli 25 persen kepemilikan Tiphone.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Persoalan muncul sejak pra-transaksi. Saat melakukan due diligence atau uji tuntas sejatinya Telkom menemukan Tiphone memiliki sedikitnya 18 masalah. Dari minimnya akses data, peran Tiphone sebagai penjamin utang perusahaan, sampai laporan keuangan teraudit yang hanya bisa dibaca di tempat.
Jika patuh memegang prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance), Telkom seharusnya menghentikan rencana pembelian itu. Toh, masih ada opsi mengakuisisi perusahaan lain atau membentuk anak usaha sendiri. Namun manajemen Telkom yang saat itu dipimpin Arief Yahya, Menteri Pariwisata 2014-2019, tak ambil pusing. Ibarat membeli kucing dalam karung, mereka mengeksekusi pembelian saham Tiphone.
Selain menyerap saham baru senilai Rp 518,2 miliar, PT PINS membeli dari pemilik lama—total nilai Rp 876,5 miliar—yaitu Top Dollar Investment Ltd, PT Sinarmas Asset Management, Interventures Capital Pte Ltd, dan Boquete Group SA. Dua nama terakhir, berposisi di Singapura dan Panama, ditengarai berafiliasi dengan Grup Sinar Mas. Jadi, dalam transaksi yang berlangsung pada September 2014 itu, Telkom melalui PT PINS menyerahkan Rp 616,4 miliar kepada Sinar Mas.
Setumpuk masalah yang ditemukan Telkom saat melakukan uji tuntas belakangan terbukti. Perusahaan itu limbung pada akhir 2019, saat mereka mencatatkan ekuitas negatif Rp 1,6 triliun. Dua bulan kemudian, Bursa Efek Indonesia membekukan perdagangan efek dan obligasi mereka akibat gagal bayar utang. Hengky Setiawan dinyatakan pailit.
Temuan majalah ini mengendus anyir korupsi di balik transaksi tersebut. Ada dugaan sejumlah pejabat Telkom mendapat kickback alias uang semir dari hasil penjualan saham Sinar Mas di Tiphone. Nilainya setara dengan Rp 18,8 miliar. Kejaksaan Agung sebenarnya telah menerima laporan dugaan suap tersebut pada 2016. Namun pengusutannya mangkrak sehingga diambil alih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir tahun lalu.
Di tengah loyonya komisi antikorupsi itu, masih ada peluang bagi para penyidik yang berintegritas untuk melanjutkan kasus tersebut. Apalagi kuat indikasi kerugian negara dalam penyertaan Telkom senilai Rp 1,39 triliun plus pinjaman pemegang saham Rp 300 miliar di Tiphone.
Kasus Danareksa Sekuritas, yang sama-sama anak usaha BUMN, bisa menjadi yurisprudensi. Dalam perkara gagal bayar gadai saham atau repo (repurchase agreement) dengan kerugian negara Rp 695 miliar ini, mantan Direktur Utama Danareksa Sekuritas, Marchiano Herman, divonis tujuh tahun penjara. Dalam kasus Tiphone, pintu masuk penyelidikan adalah dugaan suap bagi pejabat Telkom dari Sinar Mas. Ancaman kerugian negara sangat mungkin berawal dari konflik kepentingan tersebut.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo