JOHANNES van den Bosch mungkin bisa dijuluki 'tukang
sulap' terbesar di sepanjang sejarah tanah Jawa. Ia memang
pintar. Dengan siasat fiskalnya yang bersendikan tanaman ekspor
dalam tempo beberapa tahun saja telal mampu melunasi seluruh
utang negeri Olanda. Ia mapu menyulap tanah Jawa yang lamban dan
pemalas menjadi sejenis mesin yang bisa bekerja tanpa istirahat.
Ia membuat tanah Jawa 'produktif' demi mendukung seluruh
kelayakan hidup Ibu Negeri.
Pak Johannes dalam waktu yang amat singkat bisa mengubah
ekonomi tanah Jawa yang bergerak 'dari tangan ke mulut' menjadi
ekonomi ekspor yang menjangkau pasaran dunia. Mesin yang besar
dan ajaib ciptaan van den Bosch ini terkenal dengan nama
Cultuurstelsel.
Di bawah panji-panji kclllajllan baik bagi nelJeri Olanda
maupun rakyat Jawa, maka tanah Jawa dan rakyatnya digenjot
terus-menerus selama lebih dari 40 tahun. Dari tahun 1831 sampai
tahun 1877 keuntungan yang diperoleh dari tanah dan orang Jawa
yang berjumpalitan itu berjumlah 823.000.000 gulden, atau
18.000.000 gulden per tahun.
Mukjizat Pak Johannes
Dalam kitab Injil tersebut pula nama Johannes yan terkenal
sebagai 'nabi yang berhaluan keras', dan pembaptis Yesus. Tapi
ia tidak membuat mukjizat apa-apa. Johannes van den Bosch jelas
mempunyai kualitas lain sebagai pembuat mukjizat. Pada akhir
Perang Diponegoro. maka utang yang ditanggung pemerintah Olanda
berjumlah 30 juta gulden belum termasuk bunga. Di tengah-tengah
stagnasi kolonial saat itu muncullah dengan gagahnya Letnan
Jenderal van den Bosch di hadapan raja. Ia sanggup dalam waktu
singkat mengatasi kesulitan keuangan negerinya. Ia dipercaya.
Dan sejarah telah membuktikan bahwa ia bukan pembohong.
Dengan cultuurstelsel-nya antara tahun 1840 sampai tahun 1874 ia
berhasil mengantungi uang sebanyak 781 juta gulden atau 22 juta
lebih per tahun. Rencana ajaib bernama cultuurstelsel yang
ditawarkan sebagai obat dari kesakitan kolonial Olanda di
permulaan abad 19 itu sebenarnya berisi formula yang nampaknya
amat sederhana. Yaitu mengganti pajak rakyat dengan tanaman
ekspor dengan pengawasan pemerintah. Keajaiban dari
cultuurstelsel agaknya justru terletak di luar formula yang
sederhana itu.
Langkah pertama segera diayunkan ketika van den Bosch
memulai dinas aktifnya. Seperangkat alasan, dasar moral dan
alat-alat administrasinya segera dipersiapkan. Pertama-tama
dikatakan bahwa pajak harus diganti. Sebab justru soal pajak
inilah yang telah membawa pengaruh buruk (korupsi) pada para
pejabat kolonial di masa larmpau. Di pihak lain terbukti pula
bahwa sejak tahun 1905 sampai tahun 1930, yaitu ketika pajak
diberlakukan, banyak sekali pemberontakan rakyat yang
merepotkan.
Selain itu hendak diyakinkan pula bahwa dengan
cultuurstelsel bukan hanya pihak Olanda yang akan mendapat
keuntungan, akan tetapi orang Jawa pun akan mendapatkan
bagiannya yang sepadan. Dengan sendirinya tanah Jawa (langsung
atau tak langsung) akan mendapatkan manfaat dari proyek besar
itu.
Rupanya arsitek cultuurstelsel yakin bahwa orang Jawa,
entah karena apa, 'gampang diatur'. Malahan pada tahun 1834 pak
Johannes yang Gubernur Jenderal itu berkata: "Kebiasaan untuk
tunduk dan taat sangatlah khas pada orang Jawa, hal itu
menyebabkan banyak perkara dapat terjadi di negeri ini, yang di
negeri lain mungkin kita akan menghadapi kesukaran besar'.
Cemoohan tersebut tentu bukan sekedar cemoohan. Sebab ia bahkan
telah menjadi salah satu basis dari politik fiskal pak Johannes.
Kalau ia hanya mau mengejek orang Jawa, pastilah ia tak akan
mendapat uang barang segobang .
Merangkul Pak Bupati
Salah satu kunci untuk memahami praktek cultuurstelsel
dapat ditemui dalam cara para pejabat Olanda memperlakukan
orang-orang pribumi dengan segala adat dan tradisinya. Orang
Jawa harus tetap dijaga agar mereka bisa menikmati seluruh adat
dan tradisinya yang asli. Biarkan mereka tetap Jawa, tetapi
sekaligus harus dilecut untllk hidup produktif sesuai dengan
irama hidup dan kebutuhan hidup Olanda.
Pengertian politis dari keterikatan mereka kepada adat dan
tradisi pada saat itu adalah keterikatan mereka kepada para
penguasa pribumi. Bagi adat dan tradisi Jawa, maka para
bangsawan adalah panutan. Sebab itu pak Johannes merangkul para
bupati. Kooperasi dengan para bupati adalah mutlak. Tanam Paksa
(lebih tepat mungkill disebut Kerja Paksa) kemudian semakin
tampil sebagai suatu sistem yang berdasar kepada kerjasama
antara orang Eropa dan para bupati untuk menggerakkan rakyat.
Kedudukan para bangsawan amat vital dalam siasat fiskal pak
Johannes. Prestise mereka diangkat ke suatu tingkat di nlana
para bansawan itu seolall-olah menjadi penguasa indcp cllden,
dengan aparat keamanan yang cukup untuk menggertak rakyat, tapi
tak cukup kuat untuk menyulitkan peme rintah penjajah.
Cultuurstelsel di atas kertas mungkin baik bahkan merdu.
Tapi apakah yang bisa dibuat oleh seorang anak manusia di atas
bumi ini bila ia lepas dari kontrol? Dan dari segi sejarah tanah
Jawa, maka cultuurstelsel adalah contoh yang amat gamblang
tentang jalannya suatu sistem yang tanpa kontrol sama sekali.
Antara tahun 1848 sampai 1850 di tanah Jawa (salah satu bagian
yang tersubur di muka bumi) orang pada mati kelaparan. Beban
penduduk bertambah dua kali lipat. Sementara mereka tetap bodoh.
Apa boleh buat, toh soal kebodohan bukan urusan Olanda
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini