Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Jalan Hukum Sengkon & Karta

Mahkamah Agung mengeluarkan peraturan tentang peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum (herzeining), Yang diberlakukan mulai tgl 1 des'80. kasus Sengkon & Karta. (hk)

13 Desember 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEADAAN Sengkon dan Karta baik-baik saja --mereka kini hidup tenang bersama keluarga di sebuah dusun, di Bekasi, Jawa Barat, tak jauh dari ibukota. Bagi Sengkon, yang belum lama ini selesai menjalani perawatan di rumah sakit, tak begitu repot memikirkan masa lalu. Bebas dari penjara, yang telah menyekapnya selama 6 tahun, dianggapnya sudah merupakan sesuatu yang harus disyukuri. Dalam hati kawap senasibnya, Karta, memang ada sedikit ganjalan: Seandainya ia boleh mendapat ganti rugi bagi penderitaan selama beberapa tahun di penjara--tanpa dosa seperti pernah di tuduhkan itu jaksa? Tidak begitu sederhana, memang. Bagi para ahli dan pejabat tinggi hukum, persoalan yang muncul dari kasus kedua penduduk Bojongsari tersebut, memang dianggap tidak sederhana. Segala macam upaya hukum dipikirkan setelah belakangan ketahuan ada ssuatu yang kurang bagi pencari keadilan. Sampai akhirnya ditemukan (kembali jalan hukum bagi orang yang bernasib seperti Sengkon dan Karta. Bagaimana? Karta, yang bisa bacatulis, dapat mengajukan permohonan tertulis kepada Mahkamah Agung yang disampaikan melalui kepaniteraan di pengadilan di daerahnya (Pengadilan Negeri)--agar berkenan meninjau kembali perkaranya. Karta harus membeberkan betapa kelirunya pengadilan yang pernah menghukumnya 7 tahun penjara. Seperti terbukti belakangan, ternyata adalah Gunel dan kawan-kawannyalah yang merampok dan membunuh suamiistri Sulaiman (TEMPO, 1 dan 15 November). Sedangkan Sengkon, yang dihukum 12 tahun, karena buta huruf, bolehlah mengajukan permohonan secara lisan. Ketua Pengadilan atau hakim lain yang berwenang akan mencatat permohonannya. Pengadilan selekas-lekasnya akan meneruskan permohonan keduanya ke Mahkamah Agung. Badan pengadilan negara tertinggi kemudian akan memmbang-nimbang. Adakah pengakuan Gunel--bila diketahui pada waktu perkara Sengkon dan Karta masih berlangsung-dapat membuat putusan pengadilan berlainan dari yang sudah? Jawabnya: keduanya boleh jadi akan mendapat keringanan atau bahkan bebas sama sekali. Jika "keadaan baru" yang diajukan Sengkon dan Karta meyakinkan, Mahkamah Agung dapat meninjau kembali putusan pidana terhadap mereka. Caranya, Mahkamah Agung membatalkan putusan pidana yang terdahulu, dan selanjutnya akan memutus sendiri. Bila perlu Sengkon, Karta dan para saksi akan dipanggil untuk didengar keterangannya. Tapi, bila permohonan Sengkon dan Karta tak cukup meyakinkan, Mahkamah Agung akan menolaknya dengan disertai pertimbangan yang layak. Itulah upaya hukum baru. Mahkamah Agung memang mengeluarkan peraturan tentang Peninjauan Kembali Putusan Yang Telah Memperoleh Kekuatan (Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 1980) yang mulai berlaku 1 Desember. Peraturan tersebut oleh Ketua Mahkamah Agung RI Prof. H. Oemar Seno Adji SH diantar dengan sebuah Surat Edaran (SE No. 7/1980) kepada ktua-ketua pengadilan bawahan. Dalam SE tersebut tentu tidak disebut-sebut perihal Karta dan Sengkon. Hanya "merupakan pelaksanaan pasal 21 UU No. 14 tahun 1970, tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman." Juga, ditambahkan, "merupakan upaya hukum yang sangat diperlukan dalam kehidupan hukum, walaupun merupakan upaya hukum yang luar biasa sifatnya." Ada yang bertanya Apakah peraturan tersebut juga berlaku bagi perkara yang diputus pengadilan pada aman Belanda dan pendudukan Jepang? Tak jelas, hal itu memang tak diatur. Yang pasti, lembaga peninjauan kembali tersebut berlaku bagi perkara pidana dan perdata . Para ahli hukum memang mengharapkan berlakunya lembaga peninjauan kembali putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan tetap. Yaitu sebagai "upaya hukum keempat"--setelah putusan pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Negeri, banding di Pengadilan Tinggi dan kasasi oleh Mahkamah Agung. Tapi, bahwa ketentuan tersebut berupa peraturan Mahkamah Agung, ternyata tak begitu diharapkan. Ahli hukum memang tak mudah terbujuk.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus