Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PIMPINAN baru Komisi Pemberantasan Korupsi mendapat ”ucapan selamat datang” yang menantang. Mulai bekerja sebulan lalu, Komisi sudah ditantang menyelesaikan kasus ”kakap” yang menyangkut 11 pejabat penting Departemen Dalam Negeri. Mereka diduga kuat menerima uang dari Henky Samuel Daud, tersangka utama kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran.
Kalau mau memulai debut dengan gemilang, kasus ini harus diselesaikan dengan sempurna. Selain menyelamatkan uang negara yang jumlahnya miliaran rupiah, kasus ini akan digunakan publik untuk menakar keseriusan tim baru KPK dalam memberantas korupsi. Antasari Azhar, ketua baru yang bekas jaksa dan banyak dipertanyakan orang itu, mendapat peluang untuk mematahkan keraguan publik atas dirinya. Tindakan tegas merupakan kuncinya, sikap ewuh pakewuh menghadapi orang-orang besar mesti disingkirkan jauh.
Kesan ewuh pakewuh terasa karena KPK sejauh ini baru memeriksa ”orang-orang kecil” seperti Wali Kota Makassar Baso Amirudin Maula—yang dibawa ke pengadilan tindak pidana korupsi sebagai terdakwa—atau menahan Wali Kota Medan Abdillah dan wakilnya, M. Ramli. Sedangkan petinggi Departemen Dalam Negeri masih menikmati udara kebebasan.
Sulit untuk tidak mencurigai Departemen Dalam Negeri terlibat. Dari departemen yang ketika itu dikomandani Hari Sabarno terbit radiogram berisi perintah agar daerah membeli mobil pemadam kebakaran dari PT Istana Sarana Raya pada 2002. Jadi, masuk akal apabila terdakwa Amiruddin, yang dituding merugikan negara Rp 4,3 miliar, tidak mau disalahkan begitu saja. Ia patuh kepada perintah Direktur Jenderal Otonomi Daerah melalui radiogram itu.
Lebih terasa tidak adil ketika tokoh kunci di balik keluarnya radiogram itu belum ditetapkan sebagai tersangka. Direktur Jenderal Otonomi Oentarto Sindung Mawardi baru menjalani pemeriksaan sebagai saksi. Padahal Oentarto yakin benar, dia bukan aktor tunggal dan menuding surat sakti Hari Sabarno sebagai penentu kebijakan yang dijalankannya. Ia membuka kartu penting: Hari Sabarno yang memperkenalkannya kepada Hengky Samuel Daud. Hari Sabarno balas menunjuk Oentarto ”bermain sendiri”. Karena Hengky Samuel buron, KPK mesti menggali informasi dan bukti lebih dalam dari kedua bekas pejabat itu untuk mengakhiri ”saling gigit” di antara keduanya. Keduanya bisa diberi status tersangka, ditahan, dan diperiksa setiap hari agar duduk perkaranya menjadi jelas.
Kasus penunjukan langsung pengadaan barang oleh departemen hampir selalu menjadi ajang korupsi dan kolusi. Dengan melihat perincian kasus mobil pemadam kebakaran ini, tercium aroma kolusi dan korupsi yang pekat di atas selembar edaran Departemen Dalam Negeri itu. Mobil pemadam kebakaran dengan spek yang sama bisa dibeli di pasaran dengan harga setengah miliar rupiah lebih murah.
KPK punya alasan kuat menyeret tokoh kunci di balik skandal brandweer itu. Istri Hengky, Chenny Kolondam, yang melakukan transfer untuk para pejabat itu, membenarkan adanya kiriman ke Sekretaris Jenderal Departemen Dalam Negeri Rp 100 juta, Oentarto Rp 50 juta, dan pembayaran rumah di Kota Wisata Cibubur untuk ”HS” Rp 396 juta. Masih ada transfer lain untuk ”HS” yang jumlah totalnya lebih dari Rp 400 juta. Dengan pengakuan Oentarto bahwa ia pernah menerima uang itu, juga pengakuan Chenny tentang ”HS” yang diakuinya adalah Hari Sabarno, KPK tidak perlu buang waktu. Soal Hari Sabarno membantah, itu boleh dikemukakannya nanti di pengadilan.
Dengan bukti-bukti kuat di tangan, tidak ada alasan bagi KPK untuk ragu-ragu. Berlama-lama dengan kasus ini hanya akan membuat barang bukti lenyap atau kesaksian bisa ”disetel” ulang. Jadi, ayo bergegas, KPK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo