Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KABANJAHE bukanlah wilayah kekuasaan mafia. Namun pembunuhan Rico Sempurna Pasaribu dan anggota keluarganya, yang diduga melibatkan tentara di daerah yang berjarak 75 kilometer dari Medan, Sumatera Utara, itu, tak berbeda dengan kekejaman sindikat kriminal. Ia kehilangan nyawa setelah mengangkat kabar kegiatan perjudian di sana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rico sehari-hari bekerja untuk Tribrata TV, portal yang banyak memberitakan kegiatan kepolisian. Ia baru saja menulis tentang perjudian di Jalan Kapten Bom Ginting, Kelurahan Padangmas, Kabanjahe. Segera setelah itu, ia menerima ancaman hingga ditemukan tewas di rumahnya yang hangus terbakar. Istri, anak, dan cucunya yang berusia tiga tahun pun kehilangan nyawa di tempat yang sama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penyelidikan Komite Keselamatan Jurnalis mencium keterkaitan pembunuhan Rico dengan aktivitasnya yang mengungkap praktik perjudian. Tim itu menemukan potret organ tubuh yang terburai pada dokumentasi pasca-kebakaran. Pelaku pembunuhan biadab itu diduga seorang anggota Tentara Nasional Indonesia berpangkat kopral satu. Ia terlibat dalam pengelolaan lapak judi yang menjadi obyek tulisan Rico.
Keterlibatan prajurit dalam kegiatan ilegal semacam perjudian bukan barang baru. Namun kekejian yang dilakukan sang “oknum”—istilah yang selalu dipakai untuk menyebut pelaku kejahatan yang merupakan tentara atau polisi—itu di sudah luar batas kemanusiaan. Walaupun, menurut penyelidikan Komite Keselamatan Jurnalis, Rico memiliki kaitan dengan kegiatan judi yang ditulis, ia tak seharusnya kehilangan nyawa. Apalagi pelaku juga membunuh anggota keluarga Rico.
Kekejaman terhadap Rico dan keluarganya menambah panjang daftar kekerasan yang melibatkan tentara. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan mencatat terdapat 74 kasus kekerasan terhadap masyarakat sipil yang melibatkan anggota TNI pada Oktober 2022-September 2023. Bentuk kekerasan oleh personel TNI terbanyak adalah penganiayaan, lalu intimidasi, penyiksaan, penculikan, penembakan, dan kekerasan seksual.
Banyak anggota militer juga masih menjadi pelindung bisnis gelap seperti judi, perdagangan narkotik, prostitusi, dan pembalakan hutan. Keterlibatan militer dalam bisnis ilegal berpotensi memicu konflik dengan masyarakat serta aparat hukum lain seperti polisi. Apalagi, pada saat yang sama, banyak pula polisi yang melakukan kegiatan ilegal serupa.
Baca liputannya:
Terlepas dari status dan pekerjaan Rico, kepolisian perlu menyelidiki kasus pembunuhannya dengan serius. Semua fakta harus diungkap dengan terang benderang. Jangan sampai polisi merekayasa penyelidikan, misalnya, dengan menyimpulkan bahwa kebakaran rumah Rico hanyalah kecelakaan. Skenario itu mulai muncul dengan penyebutan informasi bahwa api membesar dan melalap rumah Rico karena tersulut bensin dan tabung gas di warungnya.
Selama ini penanganan kasus seperti pembunuhan dan korupsi yang melibatkan prajurit TNI nyaris tak pernah tuntas. Jika benar pelaku pembunuhan Rico adalah tentara, dia mesti diadili di pengadilan umum. Kejahatan semacam itu tak sepatutnya diadili secara khusus di pengadilan militer. Pengadilan umum sekaligus menunjukkan prinsip kesetaraan semua warga negara di muka hukum.
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Kejahatan ala Mafia di Kabanjahe"