Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Titik Kritis Program Makan Bergizi Gratis

Program makan bergizi gratis menunjukkan sejumlah kekurangan. Ada beberapa titik kritis yang perlu dievaluasi.

9 Januari 2025 | 06.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi: Tempo/Kuswoyo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Setidaknya ada enam titik kritis program makan bergizi gratis.

  • Penentuan data kelompok penerima ini menjadi titik kritis yang harus mendapatkan perhatian serius.

  • Penanganan keamanan paket pangan menjadi titik paling kritis yang perlu mendapatkan perhatian ekstra.

PROGRAM makan bergizi gratis atau MBG—yang pada masa kampanye pemilihan presiden 2024 disebut makan siang gratis—akhirnya berjalan. Pada tahap awal pelaksanaannya, program prioritas Presiden Prabowo Subianto ini menyasar 15-20 juta anak di 82 titik yang tersebar di seluruh Indonesia. Jika diimplementasikan secara penuh, program ini akan menjangkau sekitar 82 juta sasaran pada 2029.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah beberapa hari berjalan, program makan bergizi gratis memperlihatkan kompleksitasnya yang sangat tinggi. Bukan saja dari sisi anggarannya yang jumbo, tapi juga intensitas kegiatan yang superintensif karena terkait dengan puluhan juta orang yang terlibat dan sifatnya harian. Berdasarkan pengalaman empiris, terdapat beberapa titik kritis dalam program tersebut. Tulisan ini diharapkan menjadi masukan untuk perbaikan pelaksanaan program yang bertujuan baik itu.

Setidaknya ada enam titik kritis program makan bergizi gratis. Pertama, penentuan alokasi anggaran. Rezim pemerintah saat ini mewarisi kondisi fiskal yang cekak dari rezim pemerintahan sebelumnya. Berdasarkan kalkulasi Indonesia Food Security Review, jika makan bergizi gratis diimplementasikan penuh dengan standar biaya Rp 15 ribu per porsi, dibutuhkan anggaran sekitar Rp 450 triliun per tahun. Pada tahun ini, alokasi anggarannya baru sebesar Rp 71 triliun (0,29 persen dari produk domestik bruto) dengan standar biaya hanya Rp 10 ribu per porsi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Terdapat risiko fiskal yang berpotensi ditanggung di kemudian hari. Melihat kondisi fiskal seperti sekarang ini, mungkinkah program ini bisa berlanjut selama lima tahun? Para pakar merasa khawatir akan terjadi ilusi fiskal (fiscal illusion). Istilah ini dipopulerkan James McGill Buchanan, peraih Penghargaan Nobel Ekonomi 1986 dari Amerika Serikat. 

Pengalaman empiris di berbagai negara menunjukkan bahwa selama kampanye pemilu, para kontestan menawarkan program-program yang sangat populis. Namun rakyat tidak sadar bahwa untuk merealisasinya, ada konsekuensi yang harus mereka tanggung. Antara lain dalam wujud utang negara yang makin bengkak, kenaikan tarif pajak, serta inflasi. 

Titik kritis kedua adalah penentuan kelompok penerima manfaat. Buku II Nota Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2025 menyebutkan program makan bergizi gratis dirancang untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia unggul dan kompetitif. 

Program ini menyediakan makanan bergizi dan susu gratis di sekolah serta pesantren, bantuan gizi untuk balita, dan dukungan bagi ibu hamil atau menyusui yang berisiko memiliki anak tengkes (stunting). Penentuan data kelompok penerima ini menjadi titik kritis yang harus mendapatkan perhatian serius.

Ketiga, penentuan dan penunjukan pelaksana kegiatan di lapangan. Berkaca pada pelaksanaan kegiatan beranggaran besar sejenis, akan terjadi banyak konflik kepentingan di lapangan. Hal ini sudah terbukti, meski belum resmi dieksekusi, sudah ada oknum-oknum yang menawarkan kepada masyarakat untuk mengambil peluang menjadi pengelola dapur makan bergizi gratis (DetikFood, 9 November 2024).

Berbagai basis skema pelaksanaan juga mencuat. Ada yang berbasis dapur umum komando distrik militer, berbasis sekolah, berbasis desa, berbasis kecamatan, berbasis badan usaha milik desa, dan berbasis jasa pengantaran dari sentra dapur. Pemerintah harus segera menetapkan standar operasional dan prosedur yang tegas agar potensi gesekan di lapangan akibat banyaknya konflik kepentingan dapat diredam.

Keempat, penentuan menu paket makanan. Pemilihan jenis dan menu paket makanan ini sangat menentukan tercapainya tujuan utama dilaksanakannya program makan bergizi gratis. Banyak masukan dari para ahli gizi dan dokter spesialis gizi dalam memilih paket menu dengan anggaran hanya Rp 10 ribu per porsi. Masukan dari mereka patut diperhatikan. 

Pemerintah juga harus menegaskan program ini tidak bertentangan dengan program kesehatan, seperti penurunan penyakit diabetes melitus tipe 2. Kegemaran anak terhadap minuman berpemanis dalam kemasan menjadi ancaman serius terhadap kesehatan anak. Menurut data Ikatan Dokter Anak Indonesia, pada 2023, kasus diabetes pada anak mencapai dua per 100 ribu anak. Terjadi kenaikan 70 kali lipat dibanding pada 2010 yang hanya 0,028 anak per 100 ribu anak. 

Kelima, pengawasan mutu dan keamanan paket pangan. Awal Oktober 2024, media cetak dan elektronik di Tanah Air ramai memberitakan peristiwa keracunan yang menimpa sejumlah siswa sekolah dasar di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Ironisnya, peristiwa itu terjadi setelah mereka menyantap paket makanan uji coba program makan bergizi gratis. 

Makanan atau minuman tersusun dari zat organik yang mudah sekali terdekomposisi dan rusak. Beberapa makanan seperti susu, telur, daging, santan, dan ikan merupakan bahan makanan yang sangat mudah rusak. Penanganan keamanan paket pangan di setiap mata rantai: produksi, distribusi, dan konsumsi menjadi titik paling kritis yang perlu mendapatkan perhatian ekstra.

Keenam, pengawasan pelaksanaan kegiatan. Program makan bergizi gratis berpotensi menjadi ladang korupsi baru. Hal itu disebabkan oleh keterlibatan semua daerah sehingga korupsi berpotensi terdistribusi secara masif. Untuk itu, diperlukan skema pengawasan yang tepat untuk menjalankan program besar ini. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan perlu dilibatkan dalam mitigasi operasional pelaksanaan MBG guna meminimalkan moral hazard serta korupsi.

Redaksi menerima artikel opini dengan ketentuan panjang sekitar 7.500 karakter (termasuk spasi) dan tidak sedang dikirim ke media lain. Sumber rujukan disebutkan lengkap pada tubuh tulisan. Kirim tulisan ke e-mail: [email protected] disertai dengan foto profil, nomor kontak, dan CV ringkas.
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Toto Subandriyo

Toto Subandriyo

Pegiat Forum Pengkajian Pangan Pertanian dan Lingkungan (FP3L).

 
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus