MEMBACA TEMPO 7 Juli, kami tertarik dengan bantahan YAKARI dalam
rubrik Komentar, bahwa YAKARI bukannya milik atau sebagian dari
Jama'ah Qur'an Hadis/Darul Hadis/Islam Jama'ah/JPID. Tulisan
kami ini tidak untuk mengkomentari bantahan YAKARI tersebut,
melainkan untuk sekedar memberi penjelasan kepada masyarakat
yang belum mengenal apa itu DH/JQH/IJ/JPID. Dalam majalah
Al-Muslimun Nomor 10 s/d 113, terdapat artikel bersambung yang
berjudul Sekitar Darul Hadisnya H. Nurhasan Ubaidah Kediri.
Ditulis oleh Imron Abdul Manan. Di sini kami ambilkan beberapa
baris dari AI Muslimun nomor 113, yang isinya adalah penjelasan
terakhir mengenai Jama'ah Qur'an Hadis yang dulu dikenal dengan
nam Darul Hadis:
Pusat DH. Gerakan ini berpusat di Burengan-Banjaran Kodya
Kediri.
Ajaran DH. Berkisar pada masalah keamiran, bai'at, jama'ah,
sanad/isnad, manqul, infaq dan beberapa hal ibadah. (Melalui
amir dan bai'at, oang yang masih buta agama Islam atau
pengetahuan Islamnya baru taraf permulaan, dijebak agar tidak
berkutik dan mati-matian membela sang amir. Melalui jama'ah,
pengikut DH/JQH dididik untuk mengkafirkan orang-orang yang
tidak segolongan. Melalui sanad/isnad dan manqul, JQH/DH
mengajarkan bahwa pengajaran yang sah hanyalah yang berasal dari
orang-orangnya. Dan melalui infaq, DH/JQH memorot kantong
pcngikutnya agar setor harta-benda kepada sang Amir pen).
Tentang poligami. Diatur sebagai berikut: 1. Warga DH yang bukan
amir dilarang berpoligami.
2. Para amir diperkenankan berpoligami dengan ketentuan:
a. Amirul Mukminin maksimum 4 orangisteri.
b. Wakil Amir sebanyak-banyaknya 3 orang isteri.
c. Amir Daerah, amir desa/kring sebanyak-banyaknya 2 orang
isteri. H. Nurhasan Al Ubaidah sendiri, menurut drs. RE Djumali
(Departemen Agama red) disamping memiliki 4 orang isteri,
diperkirakan telah menceraikan sekitar 13 orang isterinya yang
lain.
Tentang infaq. Darul Hadis mengatulnfaq sebagai berikut:
1. Infaq biasa: dibayar seminggu sekali setia ba'da sholat
Jum'at.
Infaq rutin, dibayar setiap hari sebesar sepuluh persen
pendapatan anggota.
3. Infaq harta kekayaan, semacam pajak kekayaan yang besarnya
ditentukan Amir setelah diteliti kekayaan yang dimiliki anggota
yang bersangkutan, disebut 'infaq fi sabilillah'.
4. Kifarat, merupakan denda setiap anggota yang melanggar
ketentuan, besarnya tergantung pada kesalahan dan dosa yang
dilakukan dan dilaksanakan setelah diakui dosa yang dilakukan
tersebut serta bertobat kepada Amir.
5. Setelah menjadi anggota Darul Hadis selama satu tahun,
anggota diwajibkan datang ke pusat Darul Hadis di Kediri untuk
mendapat koreksi dari Amir tentang ajaran DH, dan saat ini
diharuskan juga melaporkan seluruh kekayaan yang dimiliki,
kemudian dinilai oleh Amir harga keseluruhannya, untuk dijadikan
dasar menentukan berapa banyak infaq fi sabilillah yang harus
dibayar anggota tersebut.
Menurut Al-Muslimun nomor 113 itu pula, aliran ini telah
dilarang secara resmi oleh Pemerintah (Surat Keputusan Jaksa
Agung No. 089/DA/10/1971), namun ternyata sampai saat ini masih
juga berkembang dengan bebas. (Menurut selentingan yang dibaca
dari Risalah NU: karena DH adalah keluarga Golkar). Untuk
mensucikan ajaran-ajaran Islam yang diselewengkan ini,
dibutuhkan ketegasan dari Pemerintah RI saat ini.
MU'IZZUDDIN
Leteh, Rembang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini