Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Inflasi dan pernyataan-pernyataan

Sidang kabinet terbatas bidang ekuin membicarakan angka laju inflasi yang meningkat. beberapa menteri menjelaskan lansung pencegahan & penyebab dari inflasi tersebut. (nas)

15 September 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PARA pengamat ekonomi belakangan ini beranggapan tingkat inflasi mulai menggawat. Itu pula yang, rupanya menjadi topik pembicaraan dalam sidang Kabinet Terbatas bidang Ekuin pekan lalu, di Bina Graha. Menteri Penerangan Ali Moertopo seusai sidang merasa keberatan mengumumkan angka laju inlasi sekarang. Sebab "bisa dimanipulir orang banyak," katanya. Tapi Menpen menjelaskan inflasi di Indonesia sekarang sudah berada pada tingkat yang cukup serius, hingga harus ditangani secara serius pula. Ujarnya: "Presiden Soeharto sangat prihatin." Kepala Negara minta agar aparatur pemerintah yang menangani masalah ini benar-benar mengikuti kebijaksanaan yang telah diambil untuk mencegah berlarutnya inflasi tersebut. Selama ini angka laju inflasi biasanya diumumkan seusai sidang Kabinet atau Dewan Stabilisasi Ekonomi. Angka itu juga bisa dilihat dalam catatan Biro Pusat Statistik atau Laporan Mingguan BI. Maka menyusul keterangan Menpen, Menteri Perdagangan & Koperasi Radius Prawiro setelah diterima Presiden Kamis pekan lalu, menjelaskan langkah yang akan ditempuh guna mencegah peningkatan laju inflasi. Menurut Radius, laju inflasi dari April sampai Agustus 1979 berjumlah 13,94% yang dihitung dengan Indeks Harga Konsumen berdasar 150 macam barang dan jasa di 17 kota besar. Sedang laju inflasi Januari-Maret adalah 5,49% yang dihitung berdasar 62 bahan pokok. Ini sedikit berbeda dengan laporan Bank Indonesia yang menyebutkan laju inflasi selama kwartal pertama 1979 adalah 6,41 %. Langkah pencegahan yang akan dilakukan antara lain dengan menekan biaya produksi dan peningkatan efisiensi setelah kelemahan unit-unit produksi ditemukan. Mengapa laju inflasi melonjak keras? Di samping pengaruh kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), menurut Menteri Radius, juga disebabkan kenaikan harga minyak bumi di pasaran internasional hingga harga bahan baku yang diimpor juga meningkat. Harga dalam negeri juga meningkat karena beberapa barang produksi dalam negeri, misalnya pakaian jadi, sudah menjadi komoditi ekspor. Radius Prawiro tidak menyinggung pengaruh Kenop-15. Tapi Menteri Pertambangan dan Energi Subroto dalam suatu wawancara dengan Suara Karya mengungkapkan 5 sebab tingginya inflasi. Pertama, Kenop-15 yang merangsang ekspor hingga mengurangi persediaan beberapa jenis barang di dalam negeri. Andil Kenop-15 pada laju inflasi diperkirakan sekitar 50%. Penyebab berikutnya, pengaruh musiman dari Hari Raya Idul Fitri. Kemudian juga peningkatan harga dasar beberapa hasil pertanian seperti gabah. Kenaikan harga BBM disebut sebagai penyebab keempat. Yang terakhir, inflasi impor yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor. Menurut Subroto untuk mencegah kenaikan laju inflasi--terutama menjelang musim paceklik Pebruari mendatang--penyediaan dan pengamanan barang harus dilakukan sejak sekarang. Untuk mencegah kelangkaan suplai barang-barang dalam negeri yang terang sang ekspor diperlukan pengendalian melalui pengenaan pajak ekspor yang bisa dinaikkan atau diturunkan. Grup Tertentu Kemungkinan timbulnya kelangkaan barang juga disinggung Menteri Perindustrian A.R. Soehoed pekan lalu. Di samping perlunya memonitor terus-menerus situasi barang di daerah-daerah, Soehoed mengusulkan diadakannya sistim pusat-pusat pengadaan. Barang bisa ditumpuk di pusat ini berdekatan dengan daerah yang mungkin akan mengalami kelangkaan hingga cepat bisa disalurkan kalau perlu. Tapi yang lebih menarik dari keterangan Soehoed agaknya pidatonya di depan para pengusaha Jawa Tengah di Balaikota Sala awal September ini. Menurut Soehoed, setelah 10 tahun membangun tampak gejala kegiatan ekonomi semakin terkonsentrir pada grup-grup bisnis tertentu saja. Ini menimbulkan distorsi dan kepincangan yang perlu diluruskan dan dinetralisir. "Saya tidak menunjuk grup-grup khusus siapa. Tapi kenyataannya nampak ada satu konsentrasi usaha-usaha pada lingkungan-lingkungan tertentu. Ini tidaklah kita ingini," katanya. Soehoed cenderung berpendapat keadaan ini terjadi dengan sendirinya dan bukannya karena direncanakan. Keterangan Soehoed ini sempat menimbulkan berbagai tafsiran. Masyarakat mengira yang dimaksud kelompok pengusaha kuat yang dekat dengan pemerintah termasuk non-pri. Tapi balon dugaan itu kempes kembali setelah empat hari kemudian Soehoed menjelaskan bahwa yang dimasuknya adalah grup dari modal asing dan bukannya pengusaha Indonesia. Yang juga sempat menimbulkan "keetan" adalah keterangan Dr. Arifin Siregar, Ketua Umum ISEI (Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia) pekan lalu. Dalam wawancaranya dengan Berita Buana, Arifin Siregar antara lain mengharapkan pemerintah mengendorkan kebijaksanaan moneter agar kegiatan ekonomi tidak lesu. Arifin Siregar, yang sehari-hari menjabat Direktur Bank Indonesia, mengungkapkan "Bank Sentral kini setiap tahun harus membayar bunga sebesar 17% untuk hutang-hutang kita." Ucapan ini kabarnya sempat disinggung dalam Sidang Kabinet Terbatas bidang Ekuin pekan lalu. Kamis pekan lalu Berta Buana memuat penjelasan dan hutan Direktur Bina Humas Departemen Penerangan Ismael Hassan yang menegaskan pembayaran hutang luar negeri Indonesia hanya sebesar 14% dari seluruh hasil ekspor. Ia mengutip pidato kenegaraan Presiden 16 Agustus lalu di depan DPR yang secara panjang lebar menjelaskan masalah hutang luar negeri ini. ISEI kemudian juga mengeluarkan penjelasan. Pinjaman luar negeri kita menurut ISEI masih tetap dalam batas yang wajar dan tidak membahayakan kemampuan membayarnya kembali. Pandangan yang diloncarkan dalam wadah ISEI didasarkan atas pendapat pribadi dan bukan pendapat anggota yang bersangkutan scbagai pejabat pemerintah maupun swasta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus