ANGKA pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 1980 dinilai sebagai
kejutan. Ada tiga alasan untuk menilai demikian, selain
merupakan prestasi terbaik selama lima belas tahun terakhir.
Pertama, angka itu melebihi target Repelita III, yaitu rata-rata
6,5%, walaupun pada tahun pertama hanya 5,3%. Kedua, angka itu
ternyata melonjak di atas perkiraan optimistis sekalipun, yaitu
7,5%. Ketiga prestasi itu terjadi sekalipun perekonomian dunia
masih diliputi resesi.
Baru sepuluh tahun pembangunan (1969-1979), ternyata sudah bisa
mencapai angka pertumbuhan yang tinggi. Bahkan 8 dari 10 tahun,
angka pertumbuhan itu di atas 6,5 %. Hanya tahun 1975 yang
rendah, yaitu 5 dan tahun 1979 5,3%. Namun dapat kita catat
juga bahwa 6 tahun di antaranya mencapai angka lebih dari 7%.
Pada tahun 1972, tercatat 9,4% dan bahkan pada tahun 1973
mencapai 11,3. Ini lebih tinggi dari yang kita capai tahun 1980
yang lahl. Jadi angka pertumbuhan rata-rata selama dua Pelita
itu adalah 7,5%.
Sukses tahun 1980 ini dikatakan antara lain karena produksi
pangan yang tinggi. Beras (13,3%), jagung (11,3%) dan kacang
anah (12%). Produksi tanaman pangan tahun 1980 memang cukup
tinggi, yaitu rata-rata 9,7% Sedangkan angka rata-rata produksi
pertanian (termasuk kehutanan, peternakan dan perikanan) juga
cukup meyakinkan, yaitu 5,5%. Pengalaman semacam ini juga
terjadi pada tahun 1973 di mana produksi sektor pertanian
mencapai kenaikan 9,3%. Sedang tahun 1975 dan 1979 angka
kenaikan sektor pertanian masing-masing hanya 0,01% dan 2,2%.
Sungguh pun demikian, produksi nasional tidak boleh berkorelasi
positif pada angka pertumbuhan ekonomi. Angka pertumbuhan tahun
1972, cukup tinggi, yaitu 9,4, meskipun kenaikan sektor
pertanian hanya 1,6. Juga pada tahun 1977, pertumbuhan ekonomi
mencapai 8,8, ketika sekitar pertanian hanya naik 1,3%.
Sudah tentu ada faktor lain yang mungkin menjadi penyebab angka
pertumbuhan tinggi. Untuk kasus tahun 1977. sektor yang melejit
adalah pertambangan (7,3%) dan bangunan (29,8%). Hal ini
juga terjadi pada tahun 1973. Hanya saja pada tahun itu mulai
nampak peranan sektor lisrik, gas dan alumininum, yang
meningkat dari 16% dan pada tahun berikutnya meningkat lagi
dengan 21,7%. Juga sektor pengangkutan lain komunikasi
meningkat pertumbuhannya dari 9% menjadi 12,2%. Bahkan pada
tahun 1977, sektor tersebut terakhir itu menonjak kenaikan
paling tinggi, yaitu 24,8%.
Ini erat hubungannya dengan peranan pemerintah sebagai kekuatan
ekonomi, baik lewat dana pembangunan maupun investasi usaha.
Pembelian pemerintah berperan besar, dibuktikan oleh
meningkatnya pengeluaran konsumsi pemerintah. Proporsi
pengeluaran konsumsi pemerintah dari Produk Domestik Bruto ini
meningkat, umpamanya, dari 11.8% pada tahun 1977 menjadi 16,4.
Pengeluaran yang pada tahun 1977 "hanya" meningkat 16,5% (bahkan
hanya 10,7% pada tahun 1978) pada tahun 1980 telah naik sampai
24,1%. Satu hal lagi: sektor pemerintahan dan pertahanan juga
melejit cukup tinggi pada tahun 1980, yaitu 20,8%. Tahun
sebelumnya hanya 4,8%.
Bagaimana pengaruh kekuatan pasar yang didorong oleh sektor
swasta? Sekalipun meningkatnya peranan swasta ini sangat
tergantung dari dana pembangunan pemerintah, namun perlu juga
diperhitungkan. Swasta di sini lebih banyak bermain pada
bidang-bidang industri, kehutanan, perikanan, perdagangan,
konstruksi, pengangkutan, sewa-menyewa rumah, jasa serta bank
dan lembaga keuangan lainnya.
Pada tahun 1980 ini, yang paling menonjol peranannya dalam
pertumbuhan ekonomi adalah sektor industri yang meningkat 21,1%.
Ini luar biasa, karena rata-rata pertumbuhan selama 10 tahun
hanya sebesar 12,4%. Bahkan Repelita 111 hanya mentargetkan 11%
saja.
Sektor-sektor lain di mana kekuatan swasta kemungkinan berperan
atau berpengaruh besar nampaknya belum memperlihatkan gejala
yang menarik perhatian. Dengan perkataan lain, pertumbuhan
ekonomi nasional masih tetap bergantung pada mengalirnya dana
pembangunan pemerintah, baik yang berperan langsung (melalui
investasi usaha) maupun melalui pemberian order-order serta
pengeluaran konsumsi pemerintah. Dana yang pada tahun-tahun
sebelumnya 65,5% ini pada tahun 1980/1981 meningkat 74,8%.
Dari pengalaman pertumbuhan ekonomi tinggi yang berlangsung
dalam jangka waktu panjang, ditambah dengan prestasi tahun 1980
itu, tentu timbul pertanyaan: mengapa pertu1nbuhan ekonomi yang
tinggi terjadi justru pada saat strategi pembangunan yang
menekankan dimensi pemerataan mulai dicanangkan? Ini mungkin
karena prasarana ekonomi sudah banyak dibangun dan kapasitas
produksi sudah sangat meningkat. Juga karena investasi sudah
banyak dilakukan Pembentukan modal tetap pada tahun 1980
produsennya sudah mencapai 28,2 dari PDB. Ini berarti
meningkat 17,8% dari tahun sebelumnya.
Terjadinya proses pemerataan, sebenarnya bukan karena target
pertumbuhan diturunkan sebagaimana disalahmengertikan orang.
Target Repelita III memang cukup rendah. Tapi ini tidak berarti
bahwa pertumbuhan harus dengan sengaja diturunkan. Target itu
memang sengaja dipasang rendah oleh karena ada perkiraan bahwa
dengan dilancarkannya program-program pemerataan, tingkat
pertumbuhan mungkin turun. Namun pertumbuhan tinggi tetap bisa
juga terjadi dan sementara itu proses pemerataan berlangsung.
Masalahnya adalah bagaimana mengarahkan investasi dan
menumbuhkan sektor-sektor yang lemah, sementara bidang-bidang
produksi yang harus tumbuh dengan kecepatan tinggi, tetap diberi
peluang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini