Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PUTUSAN peninjauan kembali Mahkamah Agung yang menghukum Pollycarpus Budihari Priyanto 20 tahun penjara dalam kasus pembunuhan Munir Said Thalib pantas dikenang sebagai tonggak penting penegakan hukum di negeri ini. Dasar hukum ini bisa dijadikan kunci pembuka untuk membongkar konspirasi sekaligus menelisik dalang kejahatan itu.
Tiga setengah tahun silam, Munir, yang sedang terbang menuju Amsterdam, Belanda, dibunuh dengan racun arsenik. Tiga setengah tahun itu pula kita menyaksikan kegamangan aparat hukum mengungkap kasus ini. Hingga setahun lalu, hanya ada satu terdakwa kasus ini: Pollycarpus, sang bekas pilot Garuda. Figur lain yang berada di balik Polly belum tersentuh hukum.
Banyak keganjilan, memang. Polisi terkesan abai mengikuti serangkaian petunjuk yang bisa menyeret tersangka lain. Misalnya, sejak awal mereka tidak pernah serius menelisik 41 kali hubungan telepon—pada hari-hari sekitar pembunuhan—antara Pollycarpus dan Muchdi Purwoprandjono, Deputi Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Bidang Penggalangan.
Polisi baru ”bangkit” ketika Pollycarpus dibebaskan Mahkamah Agung, November 2006. Hasilnya, April tahun lalu, polisi mengumumkan tersangka baru: Indra Setiawan, mantan Direktur Utama Garuda, dan Rohainil Aini, mantan sekretaris kepala Airbus 330 di perusahaan yang sama. Mereka dituduh membantu pembunuhan yang terjadi pada 7 September 2004 itu. Kasusnya sedang diadili.
Pada saat yang sama, kejaksaan mengajukan peninjauan kembali. Sejumlah saksi baru diajukan, termasuk dua orang yang mengaku melihat Polly duduk dan minum bersama Munir sewaktu transit di Singapura. Berdasarkan bukti itulah, lima hakim agung lalu menyimpulkan Polly terbukti membunuh Munir.
Putusan itu setidaknya bisa menjadi pemecah kebuntuan polisi mengejar tersangka lainnya. Mereka bisa mulai dari Muchdi. Selain bukti hubungan telepon, ia diduga memfasilitasi keluarnya surat permintaan dari BIN kepada Direktur Utama Garuda agar menempatkan Polly ke unit keamanan penerbangan. Sebagai staf unit ini, dia bisa terbang dalam pesawat yang sama dengan Munir pada hari pembunuhan.
Polisi juga bisa segera meminta keterangan As’ad Saleh Ali. Menurut Indra Setiawan, surat permintaan agar Polly ditempatkan di unit keamanan penerbangan Garuda ditandatangani Wakil Kepala BIN itu. Jika benar, As’ad harus menjelaskan motivasi dan proses keluarnya surat itu.
Dengan hukuman 20 tahun, Pollycarpus dinyatakan terbukti melakukan pembunuhan berencana. Diharapkan jangan sampai dia dijadikan satu-satunya pelaku untuk menghapus jejak orang kuat di belakangnya. Tiga setengah tahun lebih dari cukup untuk melenyapkan berbagai bukti. Penjahat-penjahat itu juga punya kesempatan meninggalkan sejumlah ”jejak palsu” yang menyesatkan penyidikan, seperti lazimnya operasi sebuah organisasi dengan jam terbang tinggi.
Kasus Munir adalah pertaruhan. Presiden Yudhoyono berkata benar ketika mengucapkan ini. Jika putusan Mahkamah Agung itu bisa menjadi pijakan untuk meringkus pengecut yang mendalangi pembunuhan sang aktivis, bolehlah kita meyakini: reformasi 10 tahun lalu benar-benar sudah menaikkan kelas bangsa ini. Sebaliknya, jika putusan itu menyumbat upaya menemukan orang kuat otak pembunuhan, kita boleh menangis dan mengasihani pemerintah: sudah belepotan stempel korupsi, gagal pula melindungi hak hidup warganya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo