Kami tertarik oleh tulisan Udang: Si Bongkok Terjepit Dua Cina (TEMPO, 28 Maret, Ekonomi & Bisnis). Kami ingin mengemukakan pemikiran mengenai prospek pasaran udang Indonesia di Jepang, sehubungan dengan tulisan itu. Penduduk Jepang yang terkenal suka makan udang, sampai saat ini masih mengimpor 75% dari kebutuhan udangnya. Sisanya diproduksikan sendiri. Konsumen terbesar (70%) restoran sisanya rumah tangga. Di Jepang, udang dibagi menjadi empat jenis: ise-ebi (lobsters), kuruma-ebi ("kuruma-ebi" prawn), taisho-ebi ("taisho-ebi" prawn), dan sonotano-ebi (lain-lain). Gambaran harga udang tersebut pada 1965 masing-masing sebagai berikut: udang ise 1.285 yen/kg, udang kuruma 1.6B3 yen/kg, udang taisho 506 yen/kg udang sonotano 483 yen/kg . Pada 1985 harga-harga iersebut naik berturut-turut menjadi: 6.766 yen/kg, 5.361 yen/kg, 1.849 yen/kg, dan 1.871 yen/kg. Konsumen udang taisho dan sonotano adalah rumah tangga. Menurut pengamatan kami, substitusi untuk udang di Jepang adalah ikan tuna (paling kuat) dan daging sapi. Kenaikan pendapatan rumah tangga Jepang akan mempengaruhi peningkatan permintaan atas udang sebesar 77% (elastisitas pendapatan atas permintaan). Dan selanjutnya kenaikan harga udang di pasar Jepang akan mengurangi permintaan ruma tangga untuk udang sebesar 35% (elastisitas harga atas permintaan) serta selanjutnya akan memilih ikan tuna atau daging sapi sebagai pengganti. Semua itu berarti bahwa permintaan masyarakat Jepang terhadap udang sangat tinggi. Sementara itu, data menunjukkan bahwa sejak 1960 hingga kini udang yang diekspor kembali dari Jepang rata-rata kurang dari 2%. Selain perbedaan harga, keluhan para importir Jepang mengenai impor udang dari Indonesia, juga perbedaan tingkat kesegaran (freshness) udang itu sendiri sampai di Jepang bila dibandingkan dengan kesegaran udang yang berasal dari Taiwan. Ini sangat erat berkaitan dengan proses mulainya penangkapan, penyortiran, pembersihan, pendinginan, pengepakan, cold storage, sampai pengapalan. Mereka sangat mengharapkan perbaikan di bidang-bidang. Perhitungan ditambah informasi kualitatif menunjukkan, sejak 1960 hingga kini -- dan di masa mendatang -- permintaan Jepang atas udang akan tetap meningkat. Namun, keadaan yang dialami Indonesia berbeda. Sebab, sejak 19B0 sampai 1985 udang Indonesia menurun dan baru 1986 meningkat kembali sedikit. Untuk meraih kesempatan pasar tersebut di masa mendatang, penggalakan budidaya udang sudah saatnya lebih digairahkan lagi. Perlu ditambahkan, Jepang sangat terkenal menomorsatukan kesehatan, lebih-lebih sangat memperhatikan kesehatan makanan. Dan bila terdapat penyakit dalam bahan makanan impor, pada saat itu juga akan cepat tersebar luas ke seluruh Jepang melalui koran. Misalnya, pada 10 Maret 1987 lalu, The Japan Times menulis impor udang dari Bangladesh tercemar kolera. Dapat diduga, kejadian itu akan berpengaruh negatif pada ekspor udang Bangladesh pada tahun berikutnya. Pada waktu lalu, hal serupa pernah juga dialami Indonesia. Dalam tulisan TEMPO tadi, ada sedikit perbedaan data antara TEMPO dan Departemen Pertanian Jepang serta Departemen Keuangan Jepang sebagai berikut. Pada 1986 Jepang mengimpor udang sebesar 212.805 ton bukan 220.000 ton sedangkan tahun sebelumnya 191.619 ton. Pada 1986 Taiwan mengekspor udang ke Jepang 37.824 ton dan Indonesia 27.742 bukan 27.798 ton. Dihitung dengan uang tahun silam, Taiwan meraih Y 55.830 juta bukan Y 55.833 India Y 43.982 juta bukan Y 45.974 juta. Sepuluh tahun lalu Taiwan mengekspor 3.241 ton bukan 3.000 ton (1986). Dalam beberapa tahun terakhir ini udang merupakan komoditi ekspor yang memberikan sumbangan devisa terbesar -- di luar migas -- dari total ekspor Indonesia ke Jepang. Inilah yang mendorong kami melakukan studi mengenai seberapa besar Jepang akan meminta (demand forecasting) udang Indonesia. Selanjutnya, seberapa besar kemampuan Indonesia mengekspor udang (export supply) ke Jepang di masa mendatang dengan memperhitungkan kemampuan negara-negara lain sebagai pengeskpor udang utama ke Jepang, seperti Taiwan, India, Cina, dan Australia, termasuk kecenderungan produksi udang oleh Jepang sendiri. Mudah-mudahan, informasi ini bermanfaat. DRS. ELIVER RADJAGOEKGOEK (Mahasiswa) Graduate School of Policy Science Saitama University, Japan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini