Ada beberapa hal pada tulisan "Menjelang Bangkrut" (TEMPO, 22 Februari 1992, Ekonomi & Bisnis) yang mengusik saya sebagai putra Pulau Bangka. Dalam tulisan itu ada usulan bahkan ancaman untuk menjadikan Kabupaten Bangka sebagai kecamatan. Apakah itu tidak terlalu bernada pesimis dan musykil? Seperti kita ketahui, Bangka yang dua kali menerima Prasamya Purnakarya Nugraha mempunyai delapan kecamatan, lima kecamatan perwakilan dan sebuah kota madya Pangkalpinang (bukan ibu kota Kabupaten Bangka). Pernah terbesit berita, Sungailiat, ibu kota kabupaten, akan segera menyusul jadi kota madya yang kedua di Pulau Bangka. Nah, melihat begitu luasnya wilayah Pulau Bangka, usul mendegradasikan Pulau Bangka menjadi satu kecamatan saja tentunya membuat kita tersentak kaget. Terlepas dari pemikiran akan adanya "ancaman" degradasi itu, Pulau Bangka sebenarnya dapat bangkit kembali dari resesi perekonomiannya. Konsolidasi PT Timah telah menunjukkan keberhasilannya. Sekitar dua bulan lalu, berita TEMPO memperhitungkan PT Timah akan mengalami kerugian sebesar Rp 9 milyar, namun tahun 1991 perusahan itu berhasil mencapai BEP (titik impas), yang berarti tidak untung dan tidak rugi. Tahun 1992 ini PT Timah menargetkan mencapai laba Rp 3 milyar. Ini tentunya merupakan suatu perkembangan yang sangat menggembirakan. Pulau Bangka sebenarnya dapat pula melepaskan ketergantungannya pada lada di sektor pertanian. Di sana dapat ditanam tanaman pengganti lada, seperti kelapa sawit, karet, jeruk, cokelat, nanas, atau jahe yang mungkin menjanjikan prospek cerah. Untuk kelapa sawit misalnya, salah seorang konglomerat "raja minyak goreng" telah memelopori membuka perkebunan kelapa sawit yang luas di Kecamatan Kelapa. Selain pertanian tanaman keras, Pulau Bangka juga berpotensi untuk peternakan udang, karena di sana banyak pantai yang landai yang berpotensi untuk tambak udang. Sektor pariwisata bisa dijadikan andalan untuk membangkitkan perekonomian Bangka. Pantai-pantai yang indah, sumber air panas, peninggalan bersejarah, dan seni budaya daerah bisa dikembangkan untuk menarik kedatangan wisatawan. Parai Tenggiri Beach mungkin tidak kalah dengan Nusa Dua Beach. Bukankah Dinas Pariwisata Bangka bisa mencontoh keberhasilan pulau tetangganya, Pulau Belitung, dalam menarik kunjungan wisatawan asing maupun domestik? Saya rasa di Bangka juga bisa diadakan rally mobil seperti di Belitung. Melihat banyak sektor yang bisa dikembangkan untuk melepaskan ketergantungan Bangka pada hasil lada yang sedang anjlok harganya dan PT Timah yang sedang mengkonsolidasikan diri, kita tak perlu pesimis bahwa Pulau Bangka akan "tenggelam" menjelang proses lepas landas Pelita VI. Nah, siapa yang mau berinvestasi di Bangka untuk menyelamatkan pulau penghasil timah dan lada itu dari "ancaman" degradasi? JONNY SUSANTO Mahasiswa Fakultas Ekonomi Jurusan Akutansi Universitas Riau Pekanbaru
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini