UNTUK pertama kali, sebuah Dewan Kehormatan Militer (DKM) membuahkan hasil. Setelah meneliti lebih mendalam peristiwa 12 November di Dili, dewan itu memberikan rekomendasi bagi KSAD untuk mengambil tindakan. Berdasarkan laporan dan temuan DKM, KSAD Jenderal Edi Sudradjat menjatuhkan sanksi. Ada tiga golongan kesalahan atau pelanggaran oleh pemegang komando dan pelaksana setempat sehubungan dengan peristiwa 12 November 1991 itu. Yang pertama, kepada enam perwira yang diperiksa dikenakan tindakan: tiga orang diberhentikan dari dinas militer, dua orang tak mendapat jabatan di lingkungan ABRI, dan seorang, untuk sementara, tak diberi jabatan. Yang kedua adalah para komandan lapangan langsung dan anggotanya yang dinilai telah melakukan pelanggaran "di luar batasbatas kepatutan yang mengarah ke tindak pidana". Mereka yang akan diadili di mahkamah militer adalah empat orang perwira, tiga bintara, dan seorang tamtama. Golongan ketiga adalah para perwira yang dianggap tak bertindak semestinya untuk mengatasi peristiwa 12 November itu. Lima perwira akan diperiksa lagi. Dari hasil kerja DKM itu memang bisa disimpulkan ada dua macam kesalahan, yakni kesalahan komando dan kesalahan pidana. Yang dimaksud komando adalah hal-hal yang berkaitan dengan perencanaan, pengendalian atas pelaksanaan di lapangan. Sedang kesalahan pidana lebih dikaitkan dengan jatuhnya sekitar 50 korban dan puluhan yang terluka dalam insiden di pemakaman Santa Cruz. Sanksi bagi mereka yang dikaitkan dengan kesalahan komando sudah dijatuhkan. Mereka memang dinilai telah membuat perencanaan operasi dengan baik. Namun, pengendalian dan pelaksanaan di lapangan telah "dimanfaatkan" oleh kelompok antiintegrasi untuk bergerak kelewat bebas, menunggangi masyarakat untuk mengobarkan semangat anti-Indonesia. Sementara itu, mereka yang terlibat langsung dalam peristiwa 12 November di Santa Cruz akan diadili di mahkamah militer. Delapan orang akan menjadi terdakwa dalam kasus tewasnya sekitar 50 pemuda dan puluhan lainnya yang luka-luka. Tindakan Edi Sudradjat menjatuhkan sanksi itu hanya salah satu dari "pekerjaan rumah" yang diberikan Presiden kepada sejumlah pejabat tinggi yang dipanggil seusai Pak Harto menerima laporan Komisi Penyelidik Nasional akhir tahun lalu. Jaksa Agung Singgih sudah siap menyerahkan berkas-berkas perkara mereka yang akan diadili. Menteri Dalam Negeri Rudini melakukan evaluasi "peta bumi" pegawai negeri di Provinsi Timor Timur. Menteri Luar Negeri Ali Alatas melakukan diplomasi "ofensif" dengan menjelaskan duduk persoalan peristiwa itu ke berbagai negara, terutama negara donor. Dan Pangab Jenderal Try Sutrisno mendapat tugas "menelusuri jejak" korban. Memang, langkah yang diambil bukan semata yang berhubungan langsung dengan peristiwa itu. Komando setempat juga membenahi perangkat operasi yang ada, misalnya membubarkan satuan informan (Satgas Elang). Mereka ini justru sering dianggap sebagai biang perpecahan di kalangan masyarakat. Dan yang tak kalah penting adalah langkah-langkah aparat di Timor Timur menghadapi kedatangan kapal Portugal Lusitania Expresso, yang mengibarkan "bendera perdamaian dan kemanusiaan". Apa pun namanya, kedatangan kapal itu bisa dianggap sebagai provokasi. Itulah tugas yang akan dihadapi aparat keamanan, bila benar kapal itu jadi berlayar ke Dili pekan-pekan ini. Langkah yang akan diambil tentunya tetap berpegang pada keterpaduan antara komando dan pelaksanaannya di lapangan. A. Margana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini