BEBERAPA ekor tikus dari kapal mendarat di pelabuhan
Marseille, Prancis. Dan agaknya dari saat itulah bermula "Maut
Hitam" --wabah besar yang menggulung Eropa di pertengahan abad
ke-14. Konon 25 juta orang mati lewat sakit yang misterius itu,
hanya dalam waktu setahun.
600 tahun yang lalu, Eropa berkalikali digerogoti
sampar--dan "Maut Hitam" itulah yang paling hitam. Kemiskinan
dan kekotoran nampak di sebagian besar wilayah, hingga seorang
penulis mencatat di tahun 1340 di Inggris: "Hanya sedikit orang
yang sekarang mencapai umur 40 tahun, dan lebih sedikit lagi
yang sampai 50 tahun."
Ilmu kedokteran, jika pun ada, sangat terkebelakang--terutama
bila dibanding dengan yang terdapat di bagian dunia yang lain.
Tatkala di tahun 1360 seorang dokter dari Granada, bernama
Ibnu al Khatib, sudah menulis risalah Tentang Wabah, dan
menyarankan karantina bagi mereka yang terkena, di Eropa orang
masih bingung. Jika di Granada Ibnu al Khatib sudah berani
menuntut pembuktian empiris, bahkan terhadap Hadith Nabi, di
Eropa dalam perkara wabah orang masih percaya kepada takhyul
dan desas-desus.
Desas-desus yang terhebat ialah, bahwa "Maut Hitam"
disebabkan tangan kotor orang Yahudi. Sebuah cerita mengatakan,
bahwa orang-orang Yahudi dari Toledo mengirimkan agen mereka ke
seluruh Eropa. Para agen ini, demikianlah konon, membawa kotak
racun yang diramu dari- daging kadal dan jantung orang-orang
Kristen. Racun itu kemudian diteteskan ke dalam sumur dan mata
air. Wabah pun terjadi.
Baik Raja maupun Paus menyatakan bahwa desas-desus itu tak
punya dasar. Demikian pula dewan-dewan kota dan sejumlah
burgomaster mencoba menenangkan penduduk. Tapi sia-sia,
Orangorang menutup sumur dan mata air mereka, serta hanya mau
minum dari hujan atau cairan salju. Dan orang-orang Yahudi
diburu, dibakar atau dibunuhi.
Semua orang Yahudi di Bern, Nurenberg dan Brussels misalnya
mati dihanguskan. Di Wina, orang-orang Yahudi berkumpul di
sinagog mereka dan membunuh diri beramai-ramai.
Permusuhan terhadap orang Yahudi memang bukan hanya bermula
setelah "Maut Hitam", dan tuk berakhir di sana. Thomas More,
cendekiawan dan wakil setia Gereja Katolik itu, panah bercerita:
ia memberitahu seorang wanita Kristen yang saleh, bahwa Bunda
Maria adalah wanita Yahudi. Si wanita terkejut. Kemudian ia
mengaku, bahwa cintanya kepada Bunda Maria tak lagi setulus
dulu.
Banyak tulisan rnenunjukkan, bahwa persaingan ekonomi
antara orang Kristen dengan Yahudi di Eropa merupakan sebab
dasarnya. Di Abad Tengah itu, para Paus melarang riba dan
orang-orang Kristen mematuhinya. Sebaliknya, para pedagang
Yahudi tak terikat oleh perintah yang melarang pemungutan bunga
dalam pinjaman itu. Ketika banyak perusahaan milik orang Kristen
mulai tak mengacuhkan larangan agama mereka, persaingan sengit
pun timbul dengan orang-orang Yahudi. Kebencian menyebar.
Apakah sebabnya? Keterbatasan dalam pikiran? Barangkali.
Sultan Bajazet II dari Turki, yang waktu itu lebih "maju",
dengan senang hati menerima orang-orang Yahudi datang ke
kerajaannya. Ia memanfaatkan kehadiran mereka dalam hal
memajukan perdagangan, kerajinan tangan dan ilmu pengobatan
-- serta mengejek Raja Ferdinand "Tuan menilai Ferdinand
seorang raja bijaksana, dia yang membuat negerinya melarat
dan memperkaya negeri saya?"
(****)
TAPI masalah hubungan rasial tak cuma terbatas pada masalah
Yahudi di abad-abad yang lalu. Persoalan ini muncul seperti tak
habis-habisnya dan hampir di mana saja. Ia ada di Amerika antara
orang hitam dan orang putih. Ia muncul di Afrika antara orang
hitam dengan orang India. Ia hadir di Asia Tenggara antara orang
Cina dengan penduduk pribumi. Ia terbit di Israel antara
orang Yahudi dengan orang Arab Palestina. Ia pecah di Iran
antara orang Persia dengan orang Arab . . .
Nampaknya tak setiap persoalan, harus ada pemecahannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini