Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

"Revolusi Dari Jawa Tengah"

Penjelasan pangkopkamtib Sudomo tentang peristiwa pengrusakan dalam kerusuhan rasial anti Cina di Ja-teng. (nas)

13 Desember 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH siap?" "Siap pak," sahut juru kamera TVRI. Dan Pangkopkamtib Sudomo, yang sebelumnya sempat meminjam sisir dari wartawan yang duduk di sampingnya, segera mulai membaca. Yang dibaca lima halaman penjelasan Pangkopkamtib tentang peristiwa pengrusakan di Sala, Semarang dan beberapa kota lainnya di Jawa Tengah. Itu dilakukan Sudomo seusai menemui Presiden Soeharto di Bina Graha Senin siang lalu. Keterangan pers itu adalah yang pertama dikeluarkan secara terbuka oleh Kopkamtib, sekalipun diawali dengan kata "seperti diketahui". Sebelumnya Pangkopkamtib dan beberapa pejabat lain telah memberikan keterangan secara tertutup, antara lain pada Komisi I DPR, para pemimpin redaksi media massa serta para alim ulama. Intisari penjelasan Sudomo ada'lah: gangguan keamanan dan ketertiban di Sala, Semarang dan beberapa kota lainnya telah dapat diatasi dan kini keadaan sudah pulih dan. berjalan normal kembali. Para penggerak dan pelaksananya telah ditangkap dan proses untuk menuntut yang bersangkutan di muka pengadilan sedang berjalan. Dalang Pangkopkamtib membagi kerusuhan itu menjadi tiga bagian. Aksi yang terjadi pada 20 November di Sala dianggap tindakan balasan dari Pipit Supriyadi dan kawan-kawannya siswa SGO yang melempari toko-toko di Jalan Urip Sumoharjo. Pipit, sehari sebelumnya dipukul oleh Kicak yang kemudian lari dan bersembunyi sebentar di toko Orlane di jalan yang sama (TEMPO, 6 Desember). Yang kedua, aksi pengrusakan dan pembakaran yang dilakukan pelajar SL TA dan mahasiswa pada 21 November dianggap merupakan hasil hasutan pihak ketiga dan merupakan awal usaha pemanfaatan insiden Pipit dan Kicak untuk tujuan politis. Yang ketiga adalah aksi yang terjadi antara 22 sampai 25 November. Menurut Sudomo, ini merupakan aksi yang terorganisir, sebagai bagian yang menyeluruh dari suatu rencana gerakanpolitik yang telah dipersiapkan. Tujuannya: mencetuskan revolusi yang dimulai dari Jawa Tengah dengan mengobarkan sentimen anti-Cina atau rasialisme dan mempergunakan pelajar dan mahasiswa sebagai kekuatan inti pelaksana. Pengrusakan dan pembakaran di Semarang yang dimulai pada 24 November dan merembet ke beberapa kota lainnya termasuk dalam rencana tersebut dan digerakkan melalui penyelinapan masuk kota dengan mempergunakan sepeda motor. Organisasi gali (Gabungan Anak liar di Sala dan Semarang telah memanfaatkan situasi dengan melakukan perampokan. Pengkopkamtib mengakhiri penjelasannya dengan menghimbau masyarakat untuk tidak terpancing dan termakan isu-isu vang tidak bertanggungjawab yang sengaja dilancarkan untuk mengacau dan merusak. Siapa yang kedapatan melakukan perusakan dan pembakaran diancam akan ditembak di tempat. Kepada WNI keturunan Cina diperingatkannya untuk mawas diri, menunjukkan solidaritas sosial, bersikap wajar dan senantiasa menyesuaikan diri dengan masyarakat lingkungan. Keterangan Pangkopkamtib Sudomo, walau belum menielaskan benar tentang kerusuhan di ja-Teng bulan lalu itu cukup mengagetkan. Terutama yang mengungkapkan bahwa tujuan politis pihak ketiga itu adalah untuk mencetuskan revolusi. Revolusi apa? Dalang atau konseptor gerakan itu memang belum diungkapkan Sudomo. Juga jumlah mereka yang ditahan atau diperiksa. "Nanti kalau diumumkan bisa mengganggu pemeriksaan dan pengusutan," ujar seorang pejabat. Di Yogyakarta, setelah aksi di Sala memang sempat muncul pamflet yang antara lain bertuliskan "Revolusi Sosial". Apakah ini ada kaitannya dengan gerakan itu? Banyak pertanyaan memang belum terjawab. Kalau benar kerusuhan di Ja-Teng merupakan bagian dari suatu rencana revolusi, yang mau menunggangi aksi massa, bisa diduga pemerintah di masa mendatang akan lebih keras mengawasi dan menjaga kemungkinan serupa. Apakah gerakan serupa muncul akibat tertutupnya saluran komunikasi dan perbedaan pendapat? Perbedaan pendapat dengan pemerintah, menurut Sudomo, adalah wajar. "Tapi jangan dipaksakan dengan kekuatan dan kekerasan, tapi salurkan melalui lembaga-lembaga demokrasi dan lakukan dengan semangat kekeluargaan, gotong-royong, musyawarah dan mufakat," ujar Sudomo dalam penjelasannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus