TUBUHNYA gempal. Wajahnya lumayan dan gerak-geriknya kalem.
Pipit Supriyadi, 19 tahun, siswa kelas II SGO (Sekolah Guru
Olahraga) Negeri Sala akibat kerusuhan rasial di Sala November
lalu mendadak jadi terkenal. Terutama berkat penampilannya dalam
acara Dunia Dalam Berita di TVRI Pusat 3 Desember lalu.
Berkaus oblong, Pipit dalam siaran tersebur dengan
terbata-bata menguraikan terjadinya kerusuhan anti-Cina di Sala
yang diawali dengan srempetan sepeda yang dinaikinya dengan
Kicak --- seorang pemuda keturunan Tionghoa. "Ternyata pada
waktu terjadi kerusuhan, saya .diisukan mati hingga
mengakibatkan keresahan di kalangan masyarakat," kata Pipit
dalarm siaran tersebut. Dia memohon masyarakat jangan terpancing
isu yang dilancarkan oknum-oknum yang tidak bertanggung Jawab.
"Wah, saya dikritik teman-teman karena omonganku di teve,"
kata Pipit pekan lalu waktu ditemui TEMPO di rumahnya. Siapakah
Pipit sebenarnya?
Terletak di Jl. Teposanan, belakang Taman Sriwedari Sala,
"rumah" tersebut adalah sebagian dari sederetan kios yang disewa
dari Pemda Sala dengan pembayaran Rp 1200 per bulan. Di rumah
merangkap warung inilah Pipit bersama ibunya, Ny. Erna Saemah
(60 tahun) tinggal. Mereka mendapat jatah 2 kios hingga
seluruhnya rumah yang mereka huni sejak awal 1980 itu berukuran
3 x 8 meter.
Bangunan itu dibagi dua. Satu petak untuk kamar tidur Ny.
Erna dan kamar mandi dan WC, dan sepetak lagi untuk keperluan
serba guna warung, ruang tamu ataupun kamar makan. ruangan kedua
ini terasa sumpek karena dijejali dengan tv. mesin jahit, meja
kursi serta beberapa lemari dan rak. "Kalau sepeda dimasukkan,
Pipit terpaksa tidur di emper," ujar Ny. Erna.
Pipit adalah yang paling buncit dari 9 anak Ny. Erna.
Wanita kelahiran Kampung Setui, Banda Aceh ini hidup menjanda
setelah bercerai dengan suaminya yang ditemuinya sebagai anggota
Brimob asal Sala yang bertugas di Aceh. Selain membuka warung
kecil, ia juga bekerja sebagai perawat di Poliklinik Batari,
Sala.
Di sekolahnya Pipit menjabat Ketua OSIS. "Dia anak yang
baik dan prestasi belajarnya cukup," kata seorang guru SGO.
Pipit termasuk pemuda yang giat. Sebagai anggota perkumpulan
sepakbola Hisbul Wathan (HW) dia bertugas melatih anak-anak SD.
"Sehabis sekolah saya bekerja membantu seorang pedagang di pasar
ayam dan malamnya menjahit," cerita Pipit. Kedua ibu anak itu
tampaknya memang tergolong keluarga yang kurang mampu.
Yang mengkhawatirkan ibu dan anak ini adalah kemungkinan
digusurnya kios tempat tinggal mereka untuk pelebaran jalan.
"Kami sudah mengajukan permohonan untuk mendapat rumah di
Perumnas, tapi ditolak," ujar Ny. Erna.
Selain Pipit, yang juga tenar adalah Hari Mulyadi.
Mahasiswa Universitas 11 Maret (UNS) Sala ini pekan lalu
juga muncul di layar TVRI bersama Pipit. Menurut
Pangkopkamtib Laksamana Sudomo, ia tergolong penggerak dan
pelaksana Peristiwa Sala.
Hari Mulyadi (24 tahun) adalah mahasiswa Fakultas Ilmu
Pendidikan UNS jurusan Bimbingan Penyuluhan, tingkat sarjana
muda. Ketua Senat Mahasiswa FIP ini juga anggota Resimen
Mahasiswa, anggota HMI dan pernah menjadi pengurus KNPI Sala.
Sebagai mahasiswa dia menonjol dan mendapat beasiswa Supersemar.
SMP dan SMA-nya dilewatinya di Pondok Pesantren Sabillul Muttaqin
(PSM) Takeran, Ka bupaten Magetan, Madiun, Jawa Timur. Di sini
ia pernah menjabat sebagai Ketua Ikatan Warga Pelajar PSM.
"Kami sekeluarga sangat menyesal dan prihatin atas tindakan
Hari," ujar Mabrur, kakak Hari pada TEMPO. Mereka sekeluarga
tidak menyaksikan acara TVRI yang antara lain juga menampilkan
Hari pekan lalu. Namun mendengar berita itu, Karmuji (62 tahun)
-- ayah Hari, sempat kaget dan jatuh sakit.
Karmuji, ayah dari 8 anak ini hidup dari tokonya--sebuah
toko bahan pakaian "Maju" di Jalan Sudirman, Madiun, yang
dijalankan dan dilayani anak-anaknya sendiri. Tampaknya toko ini
kalah laris dengan toko-toko kanan kirinya.
Semestinya, awal Desember ini llari harus menempuh ujian
semester. Namun karena masih ditahan, ia memperoleh dispensasi.
"Sampai kasusnya jelas," kata Drs. Soekidjo, Dekan FIP UNS.
Rektor UNS Haji dr. Prakoso juga menyesali Peristiwa Sala
itu. Menurut dia, tindakan oknum mahasiswa UNS di luar kampus
adalah urusan mereka sendiri. Namun tidak berarti UNS akan lepas
tangan. "Namun sebagai seorang bapak, kami memperhatikan anak
kami yang sedang susah," ujarnya. Itulah sebabnya para mahasiswa
UNS yang ditahan dikirimi selimut dan makanan.
Teman-ternan Hari di UNS juga menyesali penampilannya di
TVRI. Namun tidak ditampilkan Kicak, pemuda "nonpri" yang
berkelahi dengan Pipit --hingga tumbuh insiden Peristiwa Sala.
Kabarnya Kicak saat ini juga ditahan, namun belum bisa
ditampilkan di teve.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini