Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pipit Dan Hari Mulyadi

Latar kehidupan dua diantara beberapa pemuda yang terlibat dalam peristiwa Sala, Pipit Supriyadi (siswa sgo) dan Hari Mulyadi (mahasiswa uns), yang pekan lalu muncul di TVRI. (nas)

13 Desember 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TUBUHNYA gempal. Wajahnya lumayan dan gerak-geriknya kalem. Pipit Supriyadi, 19 tahun, siswa kelas II SGO (Sekolah Guru Olahraga) Negeri Sala akibat kerusuhan rasial di Sala November lalu mendadak jadi terkenal. Terutama berkat penampilannya dalam acara Dunia Dalam Berita di TVRI Pusat 3 Desember lalu. Berkaus oblong, Pipit dalam siaran tersebur dengan terbata-bata menguraikan terjadinya kerusuhan anti-Cina di Sala yang diawali dengan srempetan sepeda yang dinaikinya dengan Kicak --- seorang pemuda keturunan Tionghoa. "Ternyata pada waktu terjadi kerusuhan, saya .diisukan mati hingga mengakibatkan keresahan di kalangan masyarakat," kata Pipit dalarm siaran tersebut. Dia memohon masyarakat jangan terpancing isu yang dilancarkan oknum-oknum yang tidak bertanggung Jawab. "Wah, saya dikritik teman-teman karena omonganku di teve," kata Pipit pekan lalu waktu ditemui TEMPO di rumahnya. Siapakah Pipit sebenarnya? Terletak di Jl. Teposanan, belakang Taman Sriwedari Sala, "rumah" tersebut adalah sebagian dari sederetan kios yang disewa dari Pemda Sala dengan pembayaran Rp 1200 per bulan. Di rumah merangkap warung inilah Pipit bersama ibunya, Ny. Erna Saemah (60 tahun) tinggal. Mereka mendapat jatah 2 kios hingga seluruhnya rumah yang mereka huni sejak awal 1980 itu berukuran 3 x 8 meter. Bangunan itu dibagi dua. Satu petak untuk kamar tidur Ny. Erna dan kamar mandi dan WC, dan sepetak lagi untuk keperluan serba guna warung, ruang tamu ataupun kamar makan. ruangan kedua ini terasa sumpek karena dijejali dengan tv. mesin jahit, meja kursi serta beberapa lemari dan rak. "Kalau sepeda dimasukkan, Pipit terpaksa tidur di emper," ujar Ny. Erna. Pipit adalah yang paling buncit dari 9 anak Ny. Erna. Wanita kelahiran Kampung Setui, Banda Aceh ini hidup menjanda setelah bercerai dengan suaminya yang ditemuinya sebagai anggota Brimob asal Sala yang bertugas di Aceh. Selain membuka warung kecil, ia juga bekerja sebagai perawat di Poliklinik Batari, Sala. Di sekolahnya Pipit menjabat Ketua OSIS. "Dia anak yang baik dan prestasi belajarnya cukup," kata seorang guru SGO. Pipit termasuk pemuda yang giat. Sebagai anggota perkumpulan sepakbola Hisbul Wathan (HW) dia bertugas melatih anak-anak SD. "Sehabis sekolah saya bekerja membantu seorang pedagang di pasar ayam dan malamnya menjahit," cerita Pipit. Kedua ibu anak itu tampaknya memang tergolong keluarga yang kurang mampu. Yang mengkhawatirkan ibu dan anak ini adalah kemungkinan digusurnya kios tempat tinggal mereka untuk pelebaran jalan. "Kami sudah mengajukan permohonan untuk mendapat rumah di Perumnas, tapi ditolak," ujar Ny. Erna. Selain Pipit, yang juga tenar adalah Hari Mulyadi. Mahasiswa Universitas 11 Maret (UNS) Sala ini pekan lalu juga muncul di layar TVRI bersama Pipit. Menurut Pangkopkamtib Laksamana Sudomo, ia tergolong penggerak dan pelaksana Peristiwa Sala. Hari Mulyadi (24 tahun) adalah mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan UNS jurusan Bimbingan Penyuluhan, tingkat sarjana muda. Ketua Senat Mahasiswa FIP ini juga anggota Resimen Mahasiswa, anggota HMI dan pernah menjadi pengurus KNPI Sala. Sebagai mahasiswa dia menonjol dan mendapat beasiswa Supersemar. SMP dan SMA-nya dilewatinya di Pondok Pesantren Sabillul Muttaqin (PSM) Takeran, Ka bupaten Magetan, Madiun, Jawa Timur. Di sini ia pernah menjabat sebagai Ketua Ikatan Warga Pelajar PSM. "Kami sekeluarga sangat menyesal dan prihatin atas tindakan Hari," ujar Mabrur, kakak Hari pada TEMPO. Mereka sekeluarga tidak menyaksikan acara TVRI yang antara lain juga menampilkan Hari pekan lalu. Namun mendengar berita itu, Karmuji (62 tahun) -- ayah Hari, sempat kaget dan jatuh sakit. Karmuji, ayah dari 8 anak ini hidup dari tokonya--sebuah toko bahan pakaian "Maju" di Jalan Sudirman, Madiun, yang dijalankan dan dilayani anak-anaknya sendiri. Tampaknya toko ini kalah laris dengan toko-toko kanan kirinya. Semestinya, awal Desember ini llari harus menempuh ujian semester. Namun karena masih ditahan, ia memperoleh dispensasi. "Sampai kasusnya jelas," kata Drs. Soekidjo, Dekan FIP UNS. Rektor UNS Haji dr. Prakoso juga menyesali Peristiwa Sala itu. Menurut dia, tindakan oknum mahasiswa UNS di luar kampus adalah urusan mereka sendiri. Namun tidak berarti UNS akan lepas tangan. "Namun sebagai seorang bapak, kami memperhatikan anak kami yang sedang susah," ujarnya. Itulah sebabnya para mahasiswa UNS yang ditahan dikirimi selimut dan makanan. Teman-ternan Hari di UNS juga menyesali penampilannya di TVRI. Namun tidak ditampilkan Kicak, pemuda "nonpri" yang berkelahi dengan Pipit --hingga tumbuh insiden Peristiwa Sala. Kabarnya Kicak saat ini juga ditahan, namun belum bisa ditampilkan di teve.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus