KENAPAKAH orang tua punya kelebihan? Karena mereka punya
kesalahan yang kita tak punya.
Time is a kind friend, seorang penyair wanita yang sedih
menulis, it makes us old.
Orang bilang bahwa hanya yang pernah bercita-cita, tapi kemudian
khilaf. hanya yang pernah bergelora, tapi kemudian redup --
hanya mereka ini yang tahu betapa benarnya penyair itu, dalam
kesedihan dan kearifannya waktu adalah teman yang baik. Ia
membikin kita tua.
Ia membikin sederet nama jadi sejarah. Ia membikin serangkai
gelombang menjadi mandek. Ia membikin arus deras menjadi reda.
Dan seperti kata Konfusius (alias Kong Hu Cu), "Orang tak dapat
melihat bayangan dirinya di dalam air yang mengalir, tapi ia
dapat melihatnya pada air yang diam."
Orang tua memang punya kelebihan mereka adalah air yang diam.
Jika kau cermat memandang ke dalamnya, kata orang, kau akan
melihat dirimu lengkap. Kau akan melihat dirimu dalam
perbandingan. Di air itu pengalaman telah membuang sauh, dan
jauh di dasar terkandung simpanan kenangan. Terutama kenangan
tentang kesalahan.
Dan itulah sejarah. Sebab apakah sebenarnya sejarah kalau bukan
impian yang tak sepenuhnya terlaksana -- suatu kronologi tentang
kekeliruan?
Tapi jangan terlampau marah terhadap kesalahan. Kata orang pula,
kesalahan mungkin hanya satu tahap dalam mencari kebenaran.
Anakpun bisa berjalan setelah ia pernah jatuh.
Setiap kali, pada dasarnya yang terjadi adalah ikhtiar
perbaikan. Kini kita mengeluh tentang berkecamuknya
"konsumerisme" dan hilangnya semangat "kerakyatan". Tapi sekitar
15 tahun yang lalu, di masa Manipol-Usdek, kita mengeluh tentang
rapat umum yang terus-menerus, barang konsumen yang tak ada,
transportasi yang susah, kemerdekaan bersuara yang ditindas, dan
korupsi yang memamerkan foya-foya dan wanita.
Kita tak mudah melihat, bahwa masa itu sendiri sebenarnya
mengandung harapan besar. Keamanan mulai baik, orang dapat
berjalan dari Jakarta ke Bandung tanpa takut diserang DI
misalnya, dan di desa-desa orang mulai tidur dengan nyenyak.
Sebagaimana pun kita kini sering tak mudah melihat, bahwa masa
kini punya hal-hal yang layak disyukuri, dalam perbandingan.
Barangkali kita belum akan bisa melihat perspektif itu sekarang.
Barangkali kita harus menunggu 15 tahun lagi untuk menerima
keluhan baru, kekecewaan lain, dan kesalahan yang berbeda. 15
tahun lagi. Lalu pengalaman akan tambah mengajarkan, bahwa
sejarah modern kita memang tak terlalu gemilang, tapi upaya yang
baik mungkin lebih banyak ketimbang jumlah kegagalan. Orang
boleh saja mengutuk upaya-upaya itu sebagai "penyelewengan".
Tapi mereka lupa bahwa kita memang harus terus mencari
bagaimana sebaiknya "jadi merdeka" ini.
Sebab itulah barangkali setiap generasi suatu saat dalam
hidupnya merasa perlu mengadakan rekonsiliasi dengan masa silam
dan masa depannya. Rekonsiliasi itu adalah untuk melihat
kesalahan sebagai sesuatu yang tidak mutlak dengan lebih sabar.
Coba saja: Orde Baru yang lahir di Indonesia di tahun 1966
adalah satu cita-cita yang ingin "mengoreksi" Orde Lama. Orde
Lama itu sendiri, dengan "demokrasi terpimpin", ingin
"mengoreksi" keadaan demokrasi parlementer sebelumnya. Dan
demokrasi parlementer itu juga suatu usaha "mengoreksi" apa yang
ada . . .
Baik buruknya sebuah sistem, benar atau salahnya sebuah ide,
sukses atau gagalnya sebuah cara pemerintahan, semua itu juga
proses -- bukan kategori-kategori theologis.
Rasa jijik -- atau rasa marah -- tentu saja wajar. Namun
kemarahan juga proses. "Time is a kind friend . . . " Lalu
kita perlu melihat ke air yang diam.
Di sanalah kita akan tahu kenapa orang tua punya kelebihan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini