Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Terjebak Ilusi Rendahnya Inflasi

Harga minyak dunia terus bergerak liar. Kegamangan pemerintah menaikkan harga BBM bisa berakibat fatal.

12 Maret 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Terjebak Ilusi Rendahnya Inflasi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Harga BBM yang terus ditahan bisa memicu kelangkaan pasokan.

  • Pengalihan subsidi bukan solusi jangka panjang.

  • Tingginya inflasi di tingkat global akan merembet ke Indonesia.

KENAIKAN harga minyak dunia semestinya menjadi momentum bagi pemerintah untuk memikirkan kembali harga yang pantas untuk penjualan bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri. Tak hanya membuat Pertamina tekor karena harus menanggung selisih ongkos produksi, kegamangan pemerintah menaikkan harga bisa berakibat fatal terhadap perekonomian nasional.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam setahun terakhir, harga minyak melejit 60,59 persen. Pada Kamis, 10 Maret 2022, harganya sempat terkoreksi setelah Uni Emirat Arab berjanji menambal pasokan ke pasar global. Namun lonjakan harga masih bisa terjadi bila negara Barat menjatuhkan sanksi lebih banyak terhadap ekspor minyak Rusia. Sejumlah ahli energi bahkan memprediksi harga minyak dunia bisa menyentuh US$ 200 per barel bila perang terus berkobar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mendidihnya minyak dunia ikut mengerek harga minyak mentah Indonesia, yang per Februari lalu menyentuh US$ 95,72 per barel. Angka ini jauh di atas asumsi harga minyak di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2022, yang dipatok sebesar US$ 63 per barel. Akibatnya, ongkos produksi bahan bakar melonjak tajam.

Wajar bila Pertamina ketar-ketir. Harga keekonomian Pertalite, misalnya, sudah di atas Rp 11 ribu per liter. Begitu pula dengan Pertamax. Namun, di stasiun pengisian bahan bakar, bensin dengan oktan 90 dan 92 itu masih dibanderol Rp 7.650 dan Rp 9.000. Kaki dan tangan Pertamina diikat karena pemerintah tak kunjung memberikan lampu hijau untuk menaikkan harga.

Buntutnya mudah ditebak: dari penjualan dua jenis bensin itu, Pertamina menombok sekitar Rp 92 triliun. Perusahaan mesti menanggung selisih yang begitu besar karena, dari 48 juta kiloliter penjualan BBM nasional tahun lalu, sebanyak 58 persen berasal dari Pertalite dan Pertamax. Beban Pertamina bertambah besar karena harus melunasi tumpukan utang. Bila Pertamina sampai gagal bayar utang, situasi bertambah runyam.

Karena itu, pemerintah mesti mencari jalan keluar. Kementerian Keuangan sebenarnya tengah mengalkulasi dana kompensasi atas selisih ongkos produksi Pertalite dan Pertamax dengan harga jual. Opsi lain adalah mengalihkan dana subsidi Premium ke Pertalite. Langkah ini sepintas bisa membuat Pertamina bernapas.

Tapi pengalihan subsidi bukan solusi jangka panjang. Alokasi subsidi BBM dan elpiji tahun ini, sebesar Rp 77,5 triliun, tidak akan cukup menutup selisih ongkos produksi Pertalite. Pemerintah juga alpa: harga yang terus-menerus ditahan, selain tidak mencerminkan kenyataan, justru memicu kelangkaan pasokan. Inilah hukum besi ekonomi. Kelangkaan bahan bakar yang berkepanjangan bisa memantik kericuhan sosial.

Ketimbang mati-matian menahannya, pemerintah sebaiknya mulai menaikkan harga bahan bakar. Opsi ini sudah pasti akan mengerek harga barang-barang serta memicu inflasi. Tapi, di tengah situasi seperti sekarang, rendahnya inflasi hanya sebuah ilusi.

Cepat atau lambat, tingginya inflasi di tingkat global akan merembet ke Indonesia. Tengok saja harga gandum, jagung, dan kedelai. Pemerintah tidak bisa lari dari kenyataan.

Kenaikan harga BBM setidaknya bisa menjamin ketersediaan pasokan. Untuk meningkatkan daya beli, pemerintah bisa memberikan kompensasi kepada masyarakat yang berhak melalui berbagai skema bantuan. Cara ini lebih elegan ketimbang mengucurkan anggaran untuk subsidi barang.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus