Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Saat Pesawat Tempur MiG-17 Menyerang Istana

Kejadiannya sudah sangat lama berlalu. Hari ini, 9 Maret 2020, tepat 60 tahun yg lampau.

10 Maret 2020 | 14.07 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hari Rabu siang, 9 Maret 1960, saya baru saja selesai sekolah.

Sebagai murid kelas 2 Sekolah Rakyat (sekarang Sekolah Dasar) GIKI, di Jalan Cilamaya, Petojo, Jakarta Pusat, kegiatan belajar selesai pukul 11.00. Cuaca cukup cerah hari itu. Ayah saya menjemput dengan sepeda motor. Di depan sekolah, kami menunggu bubarnya kelas Abang saya yang duduk di kelas 4. Kelas 4 baru akan usai sekitar pukul 12.30.

Kurang lebih pukul 12.00, terdengar dentuman menggelegar, disusul deru suara pesawat jet. Saya dan ayah serentak mendongak ke arah asal dentuman tersebut. Sekejap kemudian sebuah pesawat jet tempur berwarna metalik terlihat melesat menanjak dengan posisi miring ke kiri, dari arah daerah Gambir (dari sebelah kanan tempat saya dan ayah menunggu). Seingat saya, pesawat itu terbang melintas, mungkin di atas sekitar daerah Roxy atau Jalan Biak, Petojo, Jakarta Pusat), lalu melintas di atas banjir kanal Tomang, kemudian tampak menghilang ke arah selatan.

Saya lalu bertanya: "Suara apa itu, Yah?" Ayah saya menjelaskan bahwa itu mungkin dentuman "sonic boom" yang ditimbulkan pesawat jet yang terbang melampaui kecepatan suara (Mach 1.0, sekitar 1.100 km/jam). Ayah saya menambahkan: "Kalau itu tadi MiG-17, maka mungkin dentuman tadi berasal dari pesawat tersebut." Beliau juga menjelaskan dengan ringkas bahwa walau pun belum tergolong pesawat tempur supersonik, saat manuver menukik, MiG-17 mampu mencapai kecepatan melebihi suara. Ayah mengatakan ini mungkin latihan AURI (sekarang TNI AU).

Perlu saya jelaskan, bahwa walau pun ayah saya bukan militer, di masa itu ayah saya sudah cukup banyak membaca buku terkait aviasi. Salah seorang adik ayah, adalah perwira penerbang Kepolisian. Beliau pernah sekolah di Amerika Serikat, antara lain di firma pembuat pesawat helikopter Bell. Selesai belajar di AS, paman saya membawa banyak buku mengenai pesawat dan penerbangan. Beberapa buku beliau, masih tersimpan dalam koleksi saya saat ini.

Setelah pukul 12.30, Abang saya keluar dari sekolah, kami lalu pulang ke rumah nenek di Jalan Cideng Timur no 76, Petojo, Jakarta Pusat. Ternyata manuver hebat pesawat tempur yg kami kira latihan itu, menimbulkan kehebohan besar. Siang atau sore hari itu juga, saya tidak ingat jam berapa tepatnya, melalui Radio Republik Indonesia, publik mendapat berita mengejutkan bahwa Istana Merdeka Jakarta diserang dengan tembakan meriam pesawat tempur MiG-17 milik AURI! Niatnya membunuh Presiden Sukarno.

Posisi sekolah saya, jika ditarik garis lurus, jaraknya sekitar dua kilometer dari Istana Merdeka di sisi utara Lapangan Gambir (sekarang lapangan Monumen Nasional). Sehingga dentuman meriam pesawat tersebut (atau mungkin juga "sonic boom"nya) bisa terdengar jelas oleh saya.

Surat kabar ramai memberitakannya (waktu itu siaran televisi belum ada di negeri kita). Sebagai siswa kelas 2 sekolah rakyat, tentu banyak informasi dan cerita yang tidak saya pahami. Saya hanya mencoba mengikuti pembicaraan orang tua dan saudara yang lebih senior. Itu pun juga tidak mampu saya cerna. Berhari-hari topik ini menjadi pembahasan masyarakat, termasuk di sekolah saya. Tentu tidak lepas dari aneka macam bumbunya.

Terungkap bahwa tanggal 9 Maret 1960, Istana Merdeka diberondong sebuah MiG-17 dengan sedikitnya 2 pucuk meriam otomatik Nudelmann-Rikhter kaliber 23mm. Pesawat dari Skadron Udara 11 Kemayoran itu dikendalikan Letnan Udara Dua Penerbang Daniel Alexander Maukar. 

Setelah menyerang Istana Merdeka Jakarta, Letnan Udara Dua Maukar mengarahkan pesawatnya ke Bogor,   sempat juga menembaki Istana Bogor, kali ini dengan meriam yang lebih besar, ukuran 37mm. Dia lalu melesat ke arah Bandung, dan akhirnya karena kehabisan bahan bakar, mendarat darurat di persawahan, di daerah Leles, Garut, Jawa Barat. Maukar selamat dalam pendaratan tersebut, MiG-17 sendiri relatif utuh, ia akhirnya ditangkap pihak militer.

Letnan Udara Dua Penerbang Maukar,  kemudian diadili pengadilan militer. Rupanya Maukar dihasut oleh kalangan anti Presiden Sukarno yang saat itu dirongrong berbagai pemberontakan di daerah. Atas perbuatan makar tersebut, Maukar dijatuhi hukuman mati. Presiden Sukarno kemudian mengampuni Maukar dari hukuman tersebut. Bulan Maret 1968, di era Soeharto, Maukar yg sudah dipecat dari AURI, dibebaskan.

Sudah lama sekali peristiwa kelam itu terjadi. Persis 60 tahun yang silam! Dari tahun ke tahun, tentulah banyak detil yang sudah pupus dari ingatan saya.  Namun masih lekat dalam benak saya dentuman hebat pesawat, boleh jadi kombinasi "sonic boom" dan ledakan tembakan meriam  MiG-17 yang diterbangkan Letnan Udara Dua Penerbang Daniel Alexander Maukar.   

Suatu kebetulan jika saya melihat sendiri bagaimana pesawat tersebut melesat miring menanjak setelah menembaki Istana Merdeka Jakarta. Masih terbayang jelas warnanya yang metalik mengkilat diterpa sinar matahari siang kota Jakarta di bulan Maret 1960 itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus