Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Sehari dengan ki wakbraja

Ki wakbraja seorang dukun tersohor. dari mulai minta penyembuhan, wanita sesat, iklan tv & kehilangan jabatan, semua mohon perlindungan dukun. yang tidak punya tempat tinggal dan kerjaan, urusan pusat.

14 Februari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KI Wahil Wakbraja yang buka praktek di Sumberwungu memang sibuk terus. Tamunya berdesakan di kamar depan sampai ke jalanan. Mobil dan motor yang mengalir dari seluruh tanah air berderet sepanjang jalan desa. Jadi maklumlah kalau dukun tersohor ini menjalankan praktek kilat. Demikianlah maka siang itu tiba giliran Pak Sadikin menghadap Ki Wahil. -- Maaf ya wak. Saya anggap wanita kita sekarang ini sudah sesat. Coba, anak saya yang perempuan ngotot main sepakbola. Dia sekarang sudah di Semarang, katanya mau ikut pertandingan sepakbola wanita seluruh Jawa. Dan minta ampun, istri saya malah ikut manas-manasi. Bagaimana ini wak? Saya mohon diberi jampi supaya mereka bisa kembali ke jalan ketimuran. Pokoknya sepakbola itu milik lelaki, begitu to wak? -- Hmm . . . Tapi kata leluhur begini. Kaum lelaki bisa kuwalat sendiri kalau terus-terusan ngledek kaum wanita. Dan buktinya, lelaki kita main bola di mana-mana sudah kalah terus dan . . . diledek terus. Nah, bapak mau milih ketimuran, atau milih kuwalat? Silakan mikir di rumah, tapi minum dulu jamu 'Rarasati Srikandi' di sebelah. Tamu berikutnya ialah nona atau nyonya Macan Luwe, dan tiap langkahnya berbunyi kencrang-kencring. Maklumlah perhiasannya banyak. -- Saya ini ya sedih ya bingung Pak. Kalung dan gelang emas saya dijambret di pasar Kliwon waktu saya belanja ikan emas. Perhiasan itu kebetulan tanda mata nan penuh kenangan indah dari mas Nayoko. Pak, bagaimana saya bisa ketemu malingnya? -- Gampang jeng. Kembali saja ke pasar Kliwon pakai kalung giwang leontin. Nanti dia pasti datang, dan membawa pisau clurit. -- Wooh? . . . lha nanti kalau saya dijambret lagi gimana? . . . dan kalau saya ditusuk clurit gimana? -- Ya sampeyan mati. Tapi jangan kuwatir. Si maling bakal tidak kekurangan mangsa, sebab tiap hari di jalanan ada arak-arakan wanita pamer emas. Begitu saja ya jeng. Silakan mampir jeng Sri dulu di sebelah dan minta jamu 'Wadon Wantah'. Macan Luwe jadi lemas. Mati di pasar? Nanti malah dipreteli sekalian. Sementara itu masuklah seorang lelaki tambun berbaju 'Spy Force' model Jakarta. Matanya lingar dan wajahnya kacau. -- Begini Wakbraja. Sebentar lagi saya dilarang pasang iklan di TV. Ini apa-apaan sih? Lantas caranya dagang mesti bagaimana lagi? Bisa bangkrut saya ini . . . -- Bangkrut? . . . beh! . . . Nitisemito, tenun Troso, rokok Menakjinggo, kopi Lojirejo, ayam goreng Ponyo, semua maju tanpa iklan TV. Rumah sakit di kota Sing Ngapuro tidak ada di TV, tapi dibanjiri wong Indonesia. Ada yang pamer di TV tapi katanya rugi terus. Misalnya Perusahaan Negara. Lha saya Wakbraja ini gimana? Tidak pasang iklan di mana-mana kok malah diserbu rakyat Indonesia? Sampeyan itu perlu jamu 'Arda Akreta'. Minta ke jeng Sri di sebelah. Dan sampeyan itu makan apa saja kok jadi begitu gemuk? Dengan tersipu-sipu undurlah kanjeng Kempyang Duwito dari hadapan Ki Wahil Wakbraja. Gantinya ialah mahasiswa putra terbaik yang masuk berlalai-lalai dengan celana biru belel. -- Selamat siang Pak. Mau rokok Pak? Saya ini sebetulnya dibujuk teman ke mari. Mau tanya apa ya . . . Beginilah, saya mau jujur saja ya Pak. Naga-naganya nih harga buku impor mau turun. Lantas nanti kita-kita ini mau disuruh beli buku dan baca buku? Mau Pemilu kok cari penyakit aja . . . -- Nak muda, saya harep sudara langsung ketemu mbak Sri di sebelah dan minta jamu 'Kumprung Pengung'. Tamu berikutnya . . . masuk! Yang datang ini berambut lebat di sekujur wajah dan mengaku diri pelukis unggul. Langsung saja dia naik pitam. -- Sudah bertahun-tahun saya ini merasa terhina, wak! Tiap ada tamu negara kok mesti ada suguhan barang-barang kerajinan, ya guci antik kek, ya tenunan ya anyaman ya ukiran . . . Dan kemarin Suzuki datang, ya begitu lagi. Yang bikin sejarah kesenian negara ini sebetulnya siapa? Yang selalu bikin kejutan di negara ini siapa? Yang sudah pameran di TIM itu siapa? Nih, saya! Lha kok itu pengrajin-pengrajin yang diaju-ajukan. Padahal mereka itu melihat Jakarta saja belum pernah. Saya menuntut . . . -- Sudah, sudah, saya mengerti . . . Lain lagi kalau persiden Amerika datang, sudara minum saja jamu 2-Kum dan 3 Kum dan 4-Kum. Coba yang 2-Kum dulu, itu artinya campuran akar 'kumlendhung' dan biji 'kumlungkung'. Minta mbak Sri di luar. Ya, tamu berikutnya masuk! Maka suatu tubuh rengsa sengsara seberat 500 kilo masuk mengongkok-ongkok. Siapa lagi kalau bukan macan gembong kita. Dan matanya betul-betul kuyu. Sambut Wakbraja: -- Aa, datuk Saradula! Apa kabar di hutan? Rupanya sedang ada krisis ya? Maka duduklah sang datuk ngapurancang, lalu menggeram: -- Saya tidak punya tempat tinggal lagi, wak . . . tidak punya kerajaan lagi . . . Tolonglah wak . . . -- Saya ikut prihatin, tapi maaf saja ya mbah. Itu sebetulnya urusan pusat. Silakan mbah pergi ke Jakarta saja dan minta ketemu Pak Cosmas Batubara. Selamat jalan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus