Seni rupa: mengalami tamparan

Dunia seni rupa mengalami tantangan baru (TEMPO, 25 Januari 1992, Seni Rupa). Dasawarsa belakangan ini, bisnis seni semakin marak. Berbagai pameran akbar digelar untuk menggaet dolar dengan imbalan "menggadaikan nilai" seni. Suatu pengorbanan yang sangat besar. Bagi mereka yang menganut paham iart for artr, menyaksikan keadaan ini mungkin akan menangis. Tapi itulah keadaan sekarang. Nilai seni yang merupakan ekspresi idealisme dan suara hati dari penciptanya digadaikan untuk kepentingan tertentu. Nilai seni (lukisan) tidak lagi ditujukan atau ditentukan oleh ketinggian seni itu sendiri, tapi lebih cenderung ditentukan oleh salera "mafia seni", yakni popularitas kolektor, galeri, pedagang lukisan, dan kemampuan pelukis membaca peluang. Acungan jempol patut kita berikan kepada mereka yang masih memiliki "setitik" idealisme. Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu, saat lima pelukis menggelar praktek melukisnya di Taman Nasional Leuser Bukitlawang, 90 kilometer dari Medan. Lukisan mereka menyuarakan keprihatinan terhadap kerusakan hutan yang terjadi belakangan ini. Tangan dingin dari sponsor diharapkan untuk mensponsori pemeran-pameran lukisan. Peran pemerintah dan organisasi seni rupa, baik nasional maupun internasional, sangat penting untuk mendorong gairah "setitik" idealisme yang mulai menampakan kegairahannya. KHUDORI Jalan Sumatera Gang Kenanga 43 Jember 68121 Jawa Timur