Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KANDASNYA Agus Martowardoyo dan Raden Pardede menunjukkan betapa banyak kepentingan yang bermain di balik pemilihan Gubernur Bank Indonesia. Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat pekan lalu menolak kedua calon yang diajukan Presiden melalui pemungutan suara. Mekanisme tersebut diambil setelah DPR gagal bersepakat memilih Direktur Utama Bank Mandiri atau Wakil Direktur Utama Perusahaan Pengelola Aset itu sebagai orang nomor satu bank sentral.
Keduanya dinilai DPR bukan orang yang tepat. Dalam pandangan DPR, Gubernur BI harus memiliki pemahaman yang baik di bidang moneter dan perbankan, mampu membuat langkah terobosan penyaluran kredit untuk rakyat, dan independen. Apalagi kondisi perekonomian dunia saat ini sedang menurun. Tak lupa mereka memuji keberhasilan BI dalam menjaga stabilitas moneter. Jelas terbaca maksud DPR untuk memilih gubernur dari kalangan dalam.
Argumentasi DPR kurang lengkap. Selain harapan dan pujian DPR, Bank Indonesia berhadapan dengan masalah yang jauh lebih mendasar. Yakni kredibilitas dan citra yang buruk lembaga penjaga stabilitas mata uang kita itu. Dalam beberapa bulan terakhir, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang menyelidiki kasus dugaan suap Bank Indonesia ke DPR dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.
Tiga pejabat bank sentral, termasuk Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah, menjadi tersangka, dan belasan lainnya dicekal. Investigasi majalah ini juga menemukan fakta bahwa yang terlibat kasus suap tersebut bukan cuma tiga orang pejabat BI tadi. Sejumlah mantan direktur dan Deputi Gubernur BI yang lain juga ikut serta dalam proses pengambilan keputusannya. Melihat banyaknya petinggi bank sentral yang terlibat, harus dikatakan suap itu telah dilakukan BI sebagai sebuah lembaga, bukan sekadar aksi individual para pejabatnya.
Karena itu, yang dibutuhkan Bank Indonesia saat ini adalah pemimpin yang punya kapasitas sebagai pengatur moneter dan perbankan, dipercaya pasar, serta mampu menegakkan citra dan martabat bank sentral. Harus diakui, tidak banyak orang yang memenuhi kriteria tersebut, apalagi jika kita mencarinya dari kalangan internal. Sejalan dengan semangat membersihkan BI, terutama untuk menegakkan kembali martabatnya, disarankan posisi Gubernur Bank Indonesia dijabat orang luar.
Karena itu sebaiknya Presiden mengajukan calon baru kendati masih ada kemungkinan sidang paripurna Selasa pekan ini meloloskan salah satu calon yang terpental. Dalam pencalonan kedua, disarankan Presiden mengajukan kandidat yang tepat. Pencalonan kedua ini krusial karena berdasarkan Undang-Undang Bank Indonesia, jika calon yang diajukan Presiden kembali ditolak, gubernur yang lama harus diangkat kembali atau digantikan oleh deputi gubernur yang ada. Setelah Presiden memasukkan nama baru, DPR disarankan tidak ”bermain-main” mengujinya, misalnya demi mengegolkan calon yang sudah ada di kepala para anggota DPR.
Salah satu tokoh yang perlu dipertimbangkan Presiden Yudhoyono adalah Menteri Koordinator Perekonomian Boediono. Dia pernah menjabat direktur di Bank Indonesia. Kemampuannya di kabinet sudah teruji. Kesederhanaan yang ditunjukkan selama ini meyakinkan kita bahwa dia mampu memulihkan citra dan martabat Bank Indonesia. Pengetahuannya mungkin lebih optimal dicurahkan di Bank Indonesia ketimbang di Kementerian Perekonomian.
Dengan kinerja selama ini, seandainya Presiden mengajukan Boediono nanti, tak ada alasan bagi DPR menolak salah satu menteri bersih dengan prestasi baik ini. n
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo