Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SELAIN menuai kritik atas tingkah polah tak elok sebagian anggotanya, juga catatan keberhasilan Panitia Khusus Hak Angket Bank Century: menemukan bahwa pengawasan bank di Indonesia amburadul. Berbilang tahun Century, bank milik keluarga Robert Tantular, diketahui digangsir pemiliknya tanpa pencegahan berarti Bank Indonesia. Panitia Khusus—berdasarkan pasokan data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan—menguak aneka modus ”penjarahan” yang membuat kas bank itu keropos. Penyelamatan bank ”kurus kering” ini pada November 2008 dengan Rp 6,7 triliun oleh pemerintah menimbulkan kalibut berkepanjangan.
Akibat Bank Indonesia tidak mengendus permainan pemilik Century itu cukup parah. Nasabah ”kakap” dibujuk menanamkan duit dalam Antaboga. Investasi ”abal-abal” ini mudah ditebak ujungnya: ratusan nasabah gigit jari. Lebih dari Rp 1,4 triliun dana nasabah Antaboga menguap. Keluarga Robert Tantular diduga juga telah menggangsir banknya dengan menciptakan pinjaman dan kredit pembiayaan ekspor fiktif melalui kerja sama dengan pihak lain.
Sungguh keterlaluan jika benar bahwa setelah penyelamatan pun brankas Century masih juga bobol. Diduga, pada 14 November 2008, ketika Bank Indonesia mengucurkan fasilitas pendanaan jangka pendek senilai Rp 689,4 miliar untuk menolong Century yang garing likuiditas, duit justru mengalir ke sejumlah rekening yang berkaitan dengan keluarga Tantular. Ditengarai tipu-menipu dijalankan, umpamanya, memakai ”rekening tidur” nasabah dengan memalsukan data simpanan untuk kemudian dicairkan oleh pemilik bank. Bisa jadi cara lain adalah memecah rekening perusahaan-perusahaan yang diduga terkait dengan Robert Tantular agar dana yang dikucurkan Bank Indonesia itu cair.
Perilaku ini seperti sebuah epilog dari sejarah panjang penjarahan bank oleh pemilik dibantu pengelolanya. Kejahatan itu bahkan sudah dimulai ketika mereka memiliki Bank CIC—cikal bakal Century bersama Pikko dan Danpac. Bank ini diketahui banyak mengalirkan kredit ke kelompok sendiri. Kredit itu kemudian macet dan rasio modal CIC jeblok sampai minus 60 persen. Praktek ini sebetulnya sudah diketahui Bank Indonesia pada 2002, tapi entah bagaimana caranya bank ini selamat dan bahkan bank sentral menyetujui rencana merger Century pada 2005.
Peribahasa ”api kecil baik padam” rupanya tak populer di Bank Indonesia dalam kasus Century. Karena tak ditumpas sejak awal, praktek buruk kian menjadi-jadi. Semua ini sangat disesalkan luput dari pengawasan Bank Indonesia. Dengan riwayat perilaku pemilik bank yang belepotan pelanggaran aturan, bank sentral mestinya lebih waspada. Tapi praktek tidak pantas pemilik dan manajemen Century terus berlangsung, bahkan di depan hidung pengawas Bank Indonesia, ketika Century masuk ”klinik” pengawasan khusus.
”Kealpaan” Bank Indonesia ini terus terang mencurigakan. Jangan-jangan perilaku tercela keluarga Robert sengaja dibiarkan oleh para pengawas Bank Indonesia. Dalam sejumlah kasus terlihat bahwa para pengawas sudah menjalankan pekerjaannya dengan baik, tapi laporan mereka ternyata ”beku” di meja pimpinan. Ini saat yang tepat bagi bank sentral untuk melakukan evaluasi internal. Praktek tercela harus disingkirkan. Good governance tak bisa ditawar-tawar. Bank Indonesia harus mereformasi diri.
Bila ditemukan indikasi suap atau korupsi dalam kasus Century, aparat hukum harus bertindak. Satu kasus Century sudah lebih dari cukup untuk mengharuskan Bank Indonesia berbenah diri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo