Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PROTES peretas Indonesia dengan membobol ratusan situs web Australia harus dihentikan. Tindakan mereka masuk rumah orang lain dan memporak-porandakan isi rumah jelas jauh dari adab yang terpuji. Apalagi tak cuma milik intelijen Australia yang diretas, situs layanan publik, pendidikan, dan kesehatan juga menjadi korban. Ini sudah berlebihan. Tindakan ini justru sama sekali tak nasionalistis seperti yang mereka klaim selama ini.
Kelompok hacker yang menamakan diri Anonymous Indonesia itu melakukan aksi tersebut sebagai respons terhadap penyadapan yang dilakukan Australia. Praktek ilegal ini diberitakan media-media Australia yang mendapat bocoran dari Edward Snowden, mantan intel Amerika, mengenai penyadapan melalui e-mail dan telepon yang dilakukan Amerika dan Australia di Indonesia. Disebutkan, agen mata-mata elektronik Australia, Defence Signals Directorate, antara lain pernah mencegat komunikasi militer Indonesia melalui stasiun komunikasi rahasia yang berada di daerah terpencil di Kepulauan Cocos, Australia.
Aksi penyadapan itu kemudian membuat marah para peretas. Apalagi pemerintah Indonesia ternyata tak bereaksi keras terhadap tindakan yang mencederai hubungan baik antarnegara tersebut. Presiden, misalnya, tak mengambil jalan seperti Kanselir Jerman Angela Merkel, yang menegur keras Presiden Amerika Serikat Barack Obama terhadap isu sama yang menerpa Jerman. Tak adanya ketegasan sikap itulah yang menciptakan ketidakpuasan sehingga para peretas mengambil jalan sendiri.
Namun tak serta-merta kemarahan para hacker dengan menghajar ratusan situs itu bisa dibenarkan. Tindakan mereka justru bisa merugikan kepentingan Indonesia. Para peretas Australia, misalnya, menyatakan mengancam balik akan membobol situs pemerintah Indonesia setelah hacker Indonesia mengacak-acak situs dinas intelijen Australia (asis.gov.au) dan situs keamanan nasional asio.gov.au selama beberapa hari. Peretas juga merusak situs layanan publik dan lebih dari 150 situs kegiatan bisnis kelas bawah, dari jual-beli mobil bekas, toko hewan peliharaan, sewa disc jockey, hingga jasa cuci pakaian.
Bisa dibayangkan betapa banyak bisnis masyarakat bawah yang terganggu. Kerugian jelas harus mereka tanggung. Mereka juga terpaksa repot memulihkan tampilan situs yang penuh dengan pesan "Stop Spying on Indonesia". Sebagian situs bahkan tak cuma diganti tampilan mukanya, tapi juga dihapus file index dan sebagian isinya. Jika hal yang sama menimpa situs usaha kecil-menengah Indonesia, kerugian lebih besar bisa terjadi. Siapa pun tahu, tingkat keamanan situs di Indonesia, termasuk milik pemerintah, masih terbilang rendah.
Serangan Anonymous Indonesia ini sejatinya juga mencederai "ideologi" Anonymous dunia. Jaringan peretas yang dibentuk pada 2003 itu jelas melarang peretasan terhadap situs layanan publik. Anonymous, yang kerap dijuluki "Robin Hood digital", justru memperjuangkan kebebasan informasi dan akses Internet. Sejak 2008, mereka membawa misi antisensor Internet, pengawasan situs oleh pemerintah, antikorupsi, antipenindasan, hingga antipedofilia. Mereka memilih menyerbu situs pemerintah ketimbang situs sipil. Ketika Israel menembaki kapal bantuan kemanusiaan ke Gaza, misalnya, jaringan ini menghancurkan berbagai situs penting Israel sebagai tanda protes terhadap serangan brutal itu. Mereka juga melumpuhkan situs Departemen Kehakiman Amerika demi menentang peraturan hak cipta.
Dengan fakta ini, Anonymous lebih menegaskan diri sebagai hacktivist ketimbang sekadar hacker. Mereka tak pernah menyerang tanpa sebuah misi. Tak jelas apa misi yang diemban Anonymous Indonesia. Yang pasti, ketimbang menyerbu ratusan situs asing tanpa kecuali, lebih elok jika mereka menumpahkan energi untuk melindungi situs-situs publik di dalam negeri. Ini tindakan nasionalisme yang jauh lebih nyata.
berita terkait di halaman 248
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo