SEBAGAI pencinta tinju dan pembaca TEMPO yang setia, saya amat berterima kasih atas tampilnya TEMPO sebagai pemrakarsa dan pelaksana, sekaligus sebagai penyedia dana "Diskusi Tinju Profesional" pada 27 November lau. Seingat saya, baru kali inilah diskusi semacam ini dilaksanakan di Indonesia. Hidup TEMPO! Empat orang yang dipilih TEMPO sebagai pembuat dan pembaca makalah dalam diskusi tersebut, M.F. Siregar, Solihin G.P., Dali Sofari, dan Boy Bolang boleh dikategorikan sebaai pilihan tepat. Namun, berberapa namarain, seperti Setiadi Laksono, Probosutedjo, dan Rio Tambunan, pun seyogianya ditampilkan sebagai pembaca makalah. Mereka ini cukup terlibat dunia tinju pro. M.F. Siregar tampil dengan makalah berjudul "Peningkatan Penyelenggaraan Tinju Profesisonal Membawa Kesejahteraan bagi Olahragawannya". Selanjutnya, Solihin G.P, yang makalahnya dibacakan oleh Moh. Anwar memilih judul "Aspek Bisnis dalam Penyelenggaraan Pertandingan Tinju Profesional". Dali Sofari, yang mewakili manajer dan penyedia dana, muncul dengan "Manajemen Tinju dan Masalahnya". Sedangkan Boy Bolang tampil dengan "Profesionalisme dalam Kaitannya dengan restasi Tinju Indonesia". Di antara keempat makalah tersebut, tampaknya Solihin G.P. yang paling menyiapkan diri. Butir-butir pemikirannya cukup menyentuh nilai tinju yang paling hakiki. Sementara itu, M.F. Siregar tidak beranjak dari peraturan pemerintah serta Keputusan Menpora yang memayungi seluruh kegiatan olah raga pro di Indonesia. Sedangkan Dali Sofari, yang tampil lengkap dengan projector-slide, walaupun menuding tingkat obyektif nilai prestasi tinju sebagai dasar yang paling menentukan, sentuhannya masih berkisar pada kulit ari dan sedikit berbau teoretis. Sementara itu, Boy Bolang, yang oleh Saudara Moderator disebutkan sebagai tokoh kontroversial terpaku pada kekesalannya terhadap KTI. Butir makalah Boy tidak lebih dari sekadar persoalan pribadinya dengan KTI. Boy sama sekali tidak menyinggung masalah inti yang justru sangat kita harapkan, karena, terlepas dari sifat atau nilai kontroversialnya Boy Bolang, ia pionir dalam perkembangan tinju pro setelah tertidur sekian lama. Untunglah, Bung Fikri Jufri selaku moderator cukup lincah dalam membimbing suasana, sehingga diskusi tidak begitu jauh terperosok ke kancah uneg-uneg Boy Bolang. Saya, yang oleh saudara moderator disebut sebagai pengamat tinju -- padahal cuma seorang wartawan yang secara kebetulan banyak menulis tentang tinju -- diminta memberi pandangan. Dalam kesempatan itu, saya menyempatkan diri mengajukan beberapa pandangan serta pertanyaan. Namun, apa yang saya tanyakan itu tidak terjawab secara tuntas alias ngambang. Terutama jawaban dari M.F. Siregar. Kepada TEMPO sendiri saya mengajukan pertanyaan, "Apa yang dicari TEMPO dengan diskusi ini? Dan, andai kata dari diskusi ini tercapai suatu keputusan, akan diapakan keputusan tersebut?" Oleh Bung Fikri Jufri dijawab, TEMPO hanya sebagai pelaksana, sedangkan apa dan bagaimana keputusan diskusi tersebut terserah kepada keluarga besar tinju pro Indonesia. Telah saya tekankan bahwa terlaksananya diskusi semacam ini, tak pelak lagi, merupakan sumbangan cukup berharga bagi mekanisme tinju pro di negeri ini. Hanya saja terbias kesan TEMPO kurang siap tempur menghadapi diskusi ini. Saya amat mengharapkan, lain kali TEMPO masih akan tampil untuk melanjutkan apa yang telah ia rintis. Moga-moga. RESS YASSIN Jalan Ujung Malabar, E III/12 Jakarta Selatan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini