SALAH satu ciri TEMPO yang tak banyak diketahui pembaca ialah: kami punya tim olah raga yang biasanya kalah. Jika ditanya mengapa, jawabnya dua. Yaitu -- seperti sering dikutip oleh Susanto Pudjomartono, anggota sidang redaksi yang juga salah seorang pemain tenis tetap kami menuruti petuah orang tua di Jawa Tengah: "Berani mengalah, luhur akhirnya." Wani ngalah, luhur ekasane. Tentu saja, ini semboyan main-main, karena dalam praktek kami tak pernah berusaha mengalah. Kami berusaha menang, tapi, yah, apa boleh buat. Dengan kata lain: tim olah raga TEMPO (sepak bola, tenis, tenis meja, bola voli, dan entah apa lagi) memang sekadar selingan. Juga buat persahabatan, baik ke dalam maupun ke luar. Dalam hubungan itulah dua pekan lalu Rudy Novrianto, anggota redaksi yang juga petenis TEMPO, bersama Nico Tampi, Kepala Bagian Perpustakaan dan Dokumentasi Foto yang juga organisator kegiatan olah raga TEMPO, mengundang para pejabat Dinas Penerangan semua Angkatan (Darat, Laut, Udara) dan Kepolisian untuk bertanding tenis. Ternyata, ini acara olah raga yang paling meriah dan pas yang pernah kami selengarakan. Bukan saja karena tingkat permainan kedua pihak seimbang, tapi juga karena falsafahnya yang cocok: bukan tandingnya yang penting, tapi main bersamanya. Semuanya "amatir dalam pengertiannya yang terbaik. Ketika ditanya siapa saja yang hadir dan pangkatnya apa, Kolonel Antariksa, dari Disspen AD (yang bisa memenangkan pertandingan tanpa banyak keluar keringat), dengan santai menjawab "Yang hadir di sini jabatannya sama: pemain." Di lapangan olah raga, memang terasa bahwa manusia bukan terus-menerus makhluk dinas, dan di situlah komunikasi terbaik sering terjadi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini