Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebenarnya sukar dipahami mengapa ABRI menghendaki jatah pengangkatan di DPR nanti. Kalau dikatakan demi stabilitas dan ingin berfungsi sebagai dinamisator, sebetulnya ABRI bisa menempuh jalan yang lebih demokratis. Tanpa keanggotaan di DPR, ABRI bisa secara elegan menjalankan fungsinya sebagai penengah dan pendamai di antara kekuatan politik yang senantiasa cenderung bertikai itu. Melalui lobi, atau mengangkat perwira penghubung dengan lembaga-lembaga politik, misalnya, kompromi yang dibutuhkan untuk stabilitas bisa diciptakan setiap saat.
Mengapa bukan ini yang dipikirkan? Mengapa ABRI harus terus sibuk--dengan berbaju safari--di ruang-ruang suram di Senayan, sementara "core business"-nya, yaitu mengamankan negara, justru tampak terbengkelai, seperti terjadi dalam kerusuhan Mei dan kini ramainya pembunuhan di Jawa Timur?
Soal penting ini tampaknya tak cukup direnungkan. Yang ditampilkan hanya rumus lama dan cara lama. Dilupakan bahwa MPR ini secara de facto sudah transisional sifatnya. Sepatutnyalah bila ia tak mengambil keputusan yang berjangkauan jauh, yang merupakan kelanjutan dari keadaan lama yang justru perlu direformasi itu.
Jadi, buat apa mengulang dosa lama? Saat ini Pangab Jenderal Wiranto berkesempatan membuat sejarah. Ia bisa bersikap lebih bijaksana dibandingkan dengan komponen penguasa lainnya. Menilik gelagat, seharusnya ia segera mengumumkan bahwa ABRI tak suka lagi menerima pengangkatan anggotanya di DPR. Setelah pemilihan umum nanti, DPR hanya akan berisi wakil partai politik yang terpilih saja. Titik.
Pengumuman yang tepat waktu seperti ini bukanlah suatu langkah drastis dalam perbaikan pelaksanaan dwifungsi. Ini tergolong perubahan bertahap dalam program pendefinisian kembali peran sosial politik ABRI. Caranya juga mudah. Hapuskan saja lima butir kata, yaitu "dan prajurit ABRI yang diangkat", dalam pasal 6 rancangan ketetapan MPR tentang pemilu itu. Para wakil Golkar peninggalan Orde Baru yang duduk di MPR pasti menyambut serempak, "Siap, Jenderal. Laksanakan!"
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo