Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Janji Prabowo menindak tegas beking judi online tak akan ada artinya tanpa polisi yang serius bekerja.
Polisi tak memakai kemampuannya menelusuri jaringan judi online dan membekukan uangnya.
Judi online terus merajalela karena dibekingi aparat hukum.
DARI terbongkarnya jejaring judi online di Semarang, terlihat kegiatan ilegal di Indonesia itu masih merajalela. Di tengah propaganda pemerintah memerangi perjudian, aparat tampaknya tak bersungguh-sungguh menjalankannya. Bandar-bandar besar pun tak pernah tersentuh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di Semarang, polisi mengumumkan penggunaan hasil judi online untuk pembangunan Hotel Aruss. Polisi menetapkan Firman Hertanto alias Aseng, komisaris PT Arta Jaya Putra yang mengelola hotel bintang empat itu, sebagai tersangka pencucian uang. Ia dituduh mengumpulkan duit judi online untuk membangun hotel di ibu kota Jawa Tengah tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut polisi, Firman adalah pemain lama dalam bisnis judi. Ia disebut menguasai lapak judi toto gelap alias togel di Semarang. Pada 2013, polisi juga pernah menggerebek arena judi yang alamatnya sama dengan Hotel Aruss. Ketika itu aparat menyita ratusan mesin permainan dan menangkap tujuh pegawainya. Firman tak tersentuh dalam penggerebekan itu.
Kali ini kepolisian menelusuri aliran dana hasil perjudian daring. Mereka menyelisik transaksi finansial dan kepemilikan aset yang terhubung dengan Firman. Dia pun tak bisa mengelak. Dari sini terlihat kepolisian bisa membongkar lebih dalam jaringan perjudian jika mereka melakukannya dengan serius.
Sayangnya, teknik penyelidikan dengan pendekatan follow the money ini tak digunakan untuk membongkar jaringan lebih besar. Ketika menyelidiki sindikat judi online yang juga melibatkan sejumlah pejabat Kementerian Komunikasi dan Digital, misalnya, polisi berhenti setelah menjerat pegawai rendahan dan operator lapangan.
Boleh jadi polisi dihadapkan pada dilema ketika meneruskan penyelidikan. Jika ditelusuri dengan pendekatan follow the money, tak tertutup kemungkinan aliran duit perjudian mengarah ke kolega atau bos-bos besar mereka. Bukan rahasia jika praktik judi ilegal acap melibatkan petinggi aparat sebagai beking. Para penyelidik tentu menghadapi tembok tebal dalam situasi seperti itu.
Perpecahan dalam kongsi memungkinkan penyelidikan berjalan mulus, termasuk yang terjadi di Semarang. Pertalian Firman dengan bandar judi besar lain yang retak disebut-sebut sebagai pemicu penyelidikan oleh kepolisian. Jika benar seperti itu, praktik lama berulang: aparat hanya menjadi alat pukul salah satu pihak yang sedang berseteru. Artinya, keseriusan aparat untuk terus memerangi pelanggaran hukum perjudian pun diragukan.
Kepada publik, pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka terus menggembar-gemborkan perang melawan judi online. Sebab, menurut data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, perputaran uang dalam kegiatan ini makin besar tahun demi tahun. Di awal memerintah, Prabowo memerintahkan aparatnya bertindak tegas dan “tidak ada beking-bekingan”. Pernyataan itu tak akan ada artinya jika aparat kepolisian tak serius membongkar jaringannya.
Lepas dari apa pun motifnya, kepolisian jelas mampu menelusuri aliran dana hasil perjudian online, seperti yang terlihat di Semarang. Mereka hanya memerlukan kemauan untuk membongkar kasus-kasus lain dengan metode serupa. Lembaga lain semacam Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tentu tak berkeberatan membantu kepolisian.
Perang melawan judi online mesti dilakukan dengan membongkar jaringan sampai ke akarnya. Aparat seharusnya menangkap bandar kakap penikmat terbesar hasil kejahatan ini, juga aparat dan pejabat yang bermain mata dengan mereka. Tanpa keseriusan seperti ini, perang melawan kegiatan ilegal itu hanya akan berhenti di teks pidato. ●