Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Takdir Perpu Pilkada

Perpu Pilkada belum tentu lolos dari DPR. Rakyat perlu menggugat Undang-Undang Pilkada ke Mahkamah Konstitusi.

6 Oktober 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

APAKAH masih berguna Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang untuk menganulir Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah usulan pemerintahannya sendiri, yang berakibat terampasnya hak rakyat memilih pemimpin daerahnya secara langsung?

Jelas berguna. Setelah perpu ini ditandatangani Yudhoyono, pulihlah hak politik rakyat tersebut. Dengan begitu, diharapkan demonstrasi di sejumlah kota, kritik dan caci-maki ke akun Yudhoyono di Twitter atau media sosial lain, akan mereda. Tapi, susahnya, Perpu Pilkada belum menjamin secara permanen hak rakyat memilih langsung.

Setelah ditandatangani Presiden, perpu harus diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat pada masa persidangan berikutnya dalam bentuk rancangan undang-undang tentang penetapan perpu menjadi undang-undang. DPR akan menerima atau menolak rancangan itu. Di Senayan, koalisi pro-Prabowo menyokong pemilihan kepala daerah lewat DPRD. Sebaliknya, koalisi pro-Jokowi setuju pemilihan langsung. Suka tak suka, nasib perpu ditentukan Partai Demokrat.

Seandainya janji Yudhoyono menyokong pemilihan langsung itu sejalan dengan Partai Demokrat, suara koalisi pro-Jokowi plus Demokrat akan menundukkan koalisi pro-Prabowo. Celakanya, skenario meloloskan perpu ini masih mungkin berantakan. Suara Partai Demokrat ternyata tak sejalan dengan sikap Yudhoyono. Ketika Partai Demokrat walk out dari pembahasan itu dan kehilangan suara-jika kita berprasangka baik bahwa tindakan "tinggal gelanggang" itu bukan atas perintah Yudhoyono-morat-maritlah skenario memenangkan pemilihan kepala daerah secara langsung itu.

Konstelasi kekuatan DPR hasil Pemilu 2014 pun sangat tidak memihak lolosnya Perpu Pilkada. Pekan lalu, koalisi pro-Prabowo memenangkan paket pimpinan DPR. Ternyata Partai Demokrat menyokong koalisi pro-Prabowo, bahkan mendapat kursi wakil ketua. Sangat disesalkan bila berpihaknya Partai Demokrat dalam paket pimpinan DPR itu merupakan hasil "barter politik" yang sangat tak elok. Demokrat diduga tersandera "kewajiban" bergabung dengan imbalan Perpu Pilkada tidak diotak-atik ketika dikirimkan Yudhoyono ke DPR. Maklumlah, pekan depan akan kembali digelar Bali Democracy Forum, yang membahas perkembangan demokrasi, yang dihadiri lebih dari 50 pemimpin negara Asia Pasifik.

Hilangnya hak rakyat Indonesia dalam memilih kepala daerah tentu akan mendapat sorotan tajam. Maka terbitnya perpu akan menempatkan Yudhoyono sebagai pemimpin dunia yang membela hak rakyat dalam demokrasi. Besar kemungkinan Perpu Pilkada akan dibahas DPR setelah Jokowi dilantik sebagai presiden, akhir Oktober nanti. Pada saat itu sudah tak ada lagi "kewajiban" dan insentif bagi Demokrat untuk memihak pemilihan langsung.

Yudhoyono pun sangat diragukan akan tetap ngotot menyokong pemilihan langsung setelah tak lagi menjabat presiden. Apalagi sejauh ini usaha mempertemukan Yudhoyono dengan Megawati, Ketua Umum PDI Perjuangan, untuk merintis koalisi Demokrat-PDI Perjuangan, selalu gagal dengan berbagai alasan. Maka usaha mengembalikan daulat rakyat dalam pemilihan kepala daerah tak bisa digantungkan hanya pada DPR. Rakyat yang dirugikan perlu mengajukan gugatan uji materi Undang-Undang Pilkada ke Mahkamah Konstitusi.

Seandainya kelak Perpu Pilkada kandas, jejak Yudhoyono terpatri di sana. Kita tak bisa memberikan tepuk tangan untuknya, seperti yang selama ini ia nikmati di luar negeri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus