Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Teka-teki Likuidasi Bank

15 Maret 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pradjoto
Pengamat hukum perbankan

Akhirnya tekateki tentang likuidasi bank terpecahkan juga. Paling tidak, pemecahan takateki ini mengisyaratkan adanya kesadaran bahwa gerakan pembersihan bank adalah conditio sine qua non untuk memacu pergerakan ekonomi di masa depan. Kendati demikian, jangan dikira jika langkah pembersihan ini akan serta-merta melahirkan himpunan bankir yang akan menjunjung tinggi prinsip prudential banking. Sebab, diukur dengan cara apa pun, runtuhnya prudential banking berakar dari buruknya perilaku bankir dan macetnya mekanisme pengawasan terhadap lembaga perbankan. Kombinasi dari dua akar persoalan inilah yang telah melahirkan apa yang disebut sebagai contagion dan yang kemudian menciptakan begitu banyak tindak pelanggaran, kalau tidak mau dibilang kejahatan. Indikasinya dapat dimulai dari pelanggaran terhadap ketentuan batas maksimal pemberian kredit (BMPK), penyelewengan penggunaan dana bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI), pengucuran kredit yang serampangan, sampai ke skandal commercial paper. Dengan kata lain, gerakan pembersihan bank belum menyelesaikan seluruh persoalan di wilayah perbankan.

Paling sedikit terdapat empat persoalan penting yang merupakan akibat dari kebijakan likuidasi. Pertama, format penutupan bank pada 1999 sangat berbeda dengan format penutupan 16 bank pada November 1997. Yang terdahulu dilakukan dengan mekanisme penggiringan ke wilayah BPPN untuk mengambil seluruh ''daging" yang masih tersisa seraya menyerahkan kembali ''tulang belulang" kepada BI untuk kemudian dilikuidasi. Sedangkan yang disebut terakhir dilakukan dengan mekanisme likuidasi yang tunduk kepada ketentuan Peraturan Pemerintah No. 68/1996.

Format yang pertama jelas memiliki tingkat efektivitas yang tinggi diukur dari kekuatan yang dimiliki oleh BPPN untuk ''memberangus" aset bank guna dikembalikan kepada negara. Sedangkan format yang kedua sarat diliputi oleh rangkaian langkah yuridis, yang ironisnya malahan terhalang oleh hambatanhambatan yang sifatnya misterius. Meski format yang pertama lebih efisien secara ekonomis, jangan dikira kalau format ini dapat meniadakan tanggung jawab perdata dari pemegang saham, direksi, dan komisaris, sampai kepada harta pribadinya, seperti yang ditetapkan dalam Pasal 37A ayat (3) huruf I UU No. 10/1998 tentang perubahan terhadap UU No. 7/1992 tentang Perbankan, serta Pasal 3 ayat (2), Pasal 85 ayat (2), Pasal 98 ayat (2) UU No. 1/1995 tentang Perseroan Terbatas. Tanggung jawab perdata ini bukan hanya berharga untuk memulihkan kembali ''kebocoran" yang telanjur terjadi di masa lalu, tapi memiliki sifat yang begitu sentral untuk ''membangunkan" pasalpasal hukum dari tidurnya yang panjang. Mematikan kekuatan pasalpasal ini sama artinya dengan menyediakan ruangan yang luas bagi terbentuknya moral hazard jilid berikutnya.

Kedua, tanggung jawab pidana seperti yang dirumuskan oleh Pasal 47 ayat (2), Pasal 47A, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 50 A, UU No. 10/1998 tentang perubahan terhadap UU No. 7/1992 tentang Perbankan. Tak diragukan lagi, terdapat korelasi yang erat antara perilaku bankir yang membabat ketentuan BMPK maupun penyelewengan BLBI dan jiwa dari ketentuan pasal pidana tadi. Kalau Pasal 51 UU Perbankan sendiri sudah merumuskan pasalpasal tersebut sebagai kejahatan, usahausaha untuk membekukan kekuatan pasal ini dengan menempuh mekanisme ''pengampunan" sama artinya dengan melakukan pengkhianatan terhadap supremasi hukum.

Ketiga, ''lompatan" spektakuler dari bank yang sebelumnya berada di kategori C dan B menuju ke kategori A, dari semula 32 bank menjadi 73 bank, lebih banyak menerbitkan kecemasan daripada kekaguman. Soalnya, ''lompatan'' tadi belum menempuh mekanisme fit and proper test dan belum dilakukan analisis terhadap kebenaran dari dana segar yang telah disetorkan. Memang benar, pemerintah akan segera melakukan uji kelayakan hingga 21 April mendatang. Artinya, kebijakan likuidasi dan rekapitalisasi belum menumbuhkan kesan bahwa eksistensi bank pada saat ini adalah identik dengan bank yang sudah steril dan bersih dari segala hama.

Keempat, masuknya Bank Sanho dalam daftar bank yang ditutup memperlihatkan derajat kekacauan yang serius terhadap lahirnya PP No. 4/1999 tanggal 18 Januari 1999. Setidaknya, ini menunjukkan adanya gerakan-gerakan aneh yang dilakukan di luar format ketentuan yang berlaku. Begitu juga dengan status Bank Lippo yang diharuskan menyetor dana selambatlambatnya 21 April 1999 dengan ancaman likuidasi. Padahal, menurut versi petinggi dari kedua bank tersebut, merekalah yang telah siap ikut dalam program rekapitalisasi. Inilah sebuah contoh aktual yang menunjukkan keberanian yang luar biasa untuk menghantam ketentuan hukum yang berlaku, seperti yang diperlihatkan melalui kelahiran peraturan pemerintah yang mendahului lahirnya undang-undang, serta ketentuan dan persyaratan rekapitalisasi itu sendiri.

Gabungan dari keseluruhan masalah tadi menunjukkan bahwa program rekapitalisasi perbankan bukan hanya memiliki dimensi ekonomi, akan tetapi lebih ke proses penegakan hukum yang nyaris ''bangkrut" ini. Itulah sebabnya, tekateki likuidasi bank, yang dilihat sebagai bagian yang penting dari usaha untuk membangun jembatan antara sektor riil dan sektor keuangan, belum memberikan jawaban yang memuaskan tentang serangkaian pertanyaan yang justru penting, terutama untuk menumbuhkan keyakinan bahwa proses penegakan hukum adalah bagian yang tidak terpisahkan dari upaya mendirikan jembatan itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus