Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Oposisi

15 Maret 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

M. Dawam Rahardjo Guru besar bidang ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang Kebanyakan tokoh Indonesia yang mengaku sebagai tokoh oposisi, " kata Ben Anderson dalam suatu ceramahnya di UGM Yogya, "bukanlah tokoh oposisi yang sejati." Tapi ada kecualinya, yaitu Amien Rais, yang dalam beberapa hal dapat disebut sebagai tokoh oposisi yang sejati. Jadi, tokoh-tokoh lain yang dalam era reformasi ini mencuat, walaupun sering mengkritik pemerintah, dan secara politik resmi memang berada di luar pemerintahan, tidak bisa dikualifikasikan sebagai tokoh oposisi yang sejati. Pertanyaannya tentu saja: mengapa begitu? Ben, yang sangat dikenal di kalangan ilmuwan sosial Indonesia maupun asing, dalam kaitannya dengan konsep kekuasaan Jawa yang diterapkan dalam negara Orde Baru itu, mengambil contoh Habibie. Kini, oposisi terhadapnya, dan penolakan terhadapnya untuk dicalonkan atau mencalonkan kembali dirinya sebagai presiden, didasarkan pada alasan bahwa ia sebenarnya masih perpanjangan tangan mantan presiden Soeharto. Jadi, sistem Orde Baru masih berkepanjangan di tangan kekuasaannya, yang memang seperti diwariskan kepadanya oleh mantan presiden Soeharto. Namun, Habibie dalam kebijakannya sungguh sangat berbeda, kalau tidak bisa dikatakan berlawanan dengan Soeharto. Ben menganggap ia justru cukup berani menghentikan kolonialisme sadistis yang dijalankan oleh Soeharto di Timor Timur. Tindakan itu tidak mungkin dilakukan di masa Orde Baru. Pemikiran politik Orde Baru tidak mungkin menerima pemisahan Tim-Tim dari Indonesia. Hal itu berlawanan dengan prinsip mengagungkan kejayaaan bangsa, yang merupakan ciri utama nasionalisme. Padahal, Habibie mengaku dirinya seorang nasionalis dan patriot. Kalangan luar juga menganggapnya demikian. Perkiraannya tentang pembangunan dikategorikan ke dalam "nasionalisme ekonomi". Ia ingin membangun kejayaan bangsa dengan teknologi canggih. Ia banyak mengirimkan pelajar dan mahasiswa Indonesia ke luar negeri untuk mempelajari teknologi tinggi. Obsesinya di ICMI adalah menciptakan sumber daya manusia yang unggul. Ia membangun industri pesawat terbang dengan motivasi meraih kejayaan bangsa. Ia tak peduli dengan kritik-kritik yang dilontarkan kepadanya. Hanya, sebagai teknolog yang tidak mempunyai dukungan politik pada waktu itu, Habibie terpaksa berlindung di balik kekuatan otoriter Soeharto. Di situlah ia mulai belajar politik dan politik yang otoriter. Tapi pada waktu itu Habibie bukanlah Habibie yang sebenarnya. Setelah lepas dari Soeharto, ia mulai belajar menjadi dirinya sendiri. Ia mulai melakukan hal-hal yang tabu di masa Orde Baru, misalnya melepaskan tahanan politik dan membebaskan pers yang sebenarnya membuka wacana publik. Dalam kasus Tim-Tim?sehingga kesaksian ahlinya mengenai Tim-Tim pernah diminta dan didengar oleh Kongres AS?ia menilai Ketua Umum Partai Amanat Nasional Amien Rais sebagai seorang tokoh oposisi. Seperti diketahui, sejak sebelum keluarnya dua opsi Habibie yang menggemparkan, Amien Rais telah "melangkahi" pemerintah, ketika tiba-tiba ia berkunjung ke Xanana di penjara dan menyepakati modus penyelesaian Tim-Tim dengan referendum. Seharusnya sikap Amien Rais itu mengundang reaksi keras. Tapi baru ketika Habibie mengumumkan dua opsinya, tokoh "ayatullah" Partai Kebangkitan Bangsa, Gus Dur, dan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, menolak pemisahan diri Tim-Tim dan menghendaki berlangsungnya status integrasi. Ben sendiri menyatakan keheranannya dengan sikap Mega yang notabene anak mantan presiden Soekarno. Mengapa sebagai seorang nasionalis Mega seolah-olah mempertahankan mati-matian status integrasi Tim-Tim? Secara formal ia menyatakan dirinya oposisi terhadap Habibie, yang dinilai merupakan kelanjutan rezim Soeharto, tapi secara substansi ia mempertahankan kebijakan Soeharto yang ditentangnya. Ben sendiri menyayangkan para "oposan" itu justru menolak konsep negara federal tanpa argumen yang kuat, misalnya dengan mengatakan bahwa konsep negara federal tidak cocok untuk Indonesia, konsep negara federal itu berasal dari taktik Van Mook yang melakukan divide et empera, bertentangan dengan UUD 1945 dan ditunggangi pihak asing. "Seorang tokoh partai," kata penulis Cornell Paper mengenai kejadian G30S 1965 yang menghebohkan itu ?"karena ketidaktahuannya malah mempertanyakan paspor apa yang mesti dipakai oleh warga Kalimantan bila hendak pergi ke Jawa bila nanti Indonesia berubah menjadi negara federal." Pada waktu itu Megawati memang menyatakan "tidak mengerti", bahwa kelak ia harus meminta paspor untuk pergi dari Jakarta ke Bali, pulau asal-usul neneknya. Matori Abdul Djalil, Ketua Umum PKB, dan Megawati dengan cepat memang membuat pernyataan, bahwa "konsep negara kesatuan sudah final", artinya menolak wacana negara federal. Ini sebenarnya cermin dari pola sikap yang menutup ruang publik (public sphere). Akibat itu, Amien Rais dan PAN dijadikan bulan-bulanan politik, seolah-olah ia menganjurkan separatisme. Padahal, wacana itu, bukan terutama konsep itu, dimaksudkan justru untuk mencegah separatisme yang sekarang sudah menggejala akibat politik sentralisasi dan uniformisasi yang menimbulkan hegemoni Jakarta, ketidakadilan distributif, dan kepincangan regional. Itulah kesulitan tokoh reformis seperti Amien Rais. Ia akan selalu dianggap terlalu maju atau "kebablasan" jika menempatkan diri sebagai kekuatan oposisi. Ia dipaksa berkompromi agar pendapatnya tidak dipolitisasi. Maka ia hanya tampak "dalam beberapa hal" sebagai tokoh oposisi yang sejati oleh Ben Anderson.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus