Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Skandal suap perizinan megaproyek Meikarta merupakan pelajaran pahit bagi pembeli properti. Kita sebaiknya jangan gampang terayu oleh aneka promosi apartemen yang menggiurkan agar tak menjadi korban pengembang nakal. Pemerintah pun seharusnya melarang jual-beli unit apartemen yang belum jadi karena berisiko tinggi bagi konsumen.
Pembeli unit apartemen Meikarta kini resah setelah Komisi Pemberantasan Korupsi membongkar suap perizinan kota terpadu yang dibangun Lippo Group di Cikarang, Jawa Barat, itu. Konsumen pantas khawatir karena uang muka dan cicilan sudah dibayarkan tapi mereka tidak mendapat kepastian tentang kelanjutan pembangunan apartemen. Sejumlah konsumen pun meminta pengembang mengembalikan dana yang telah mereka setorkan.
Pepatah pembeli adalah raja sepatutnya dijunjung tinggi dalam penyelesaian masalah antara konsumen dan pengembang Meikarta. Kasus suap yang membekap Meikarta tidak boleh merugikan konsumen. Konsumen tidak selayaknya menjadi korban dari kesalahan pengembang.
Selama ini, pembeli properti selalu dalam posisi lemah. Konsumen yang menuntut haknya kadang malah berakhir tragis. Contohnya yang dialami Lucia Liemesak, pembeli dua unit rumah di pulau reklamasi C dan D di kawasan pesisir Jakarta Utara. Lucia menjadi tersangka kasus pencemaran nama lantaran ada yang merekam dan mengunggah video aksi protes ratusan konsumen yang menggeruduk kantor anak usaha Agung Sedayu Group di kawasan Pantai Indah Kapuk 2, Jakarta Utara, pada akhir tahun lalu. Video tersebut viral di media sosial.
Dalam video itu, Lucia tampak bersemangat mengkritik pengembang. Konsumen menuntut pengembalian uang muka dan cicilan yang telah mereka bayarkan akibat ketidakpastian status pulau reklamasi. Pengembang melaporkan penyebaran video itu ke Kepolisian Daerah Metro Jaya dengan dalih penjualan propertinya menurun akibat penyebaran video tersebut.
Agar kasus serupa tak berulang, pemerintah mesti turun tangan jika proyek Meikarta dihentikan akibat perizinan yang belum beres. Kasus yang menimpa Meikarta tak lepas dari keteledoran pemerintah dalam mengawasi proyek tersebut. Terlebih, sejak tahun lalu, sejumlah lembaga, termasuk Ombudsman Republik Indonesia, sudah mengingatkan masyarakat agar tidak bertransaksi apa pun yang berkaitan dengan Meikarta karena proyek itu belum memiliki izin menyeluruh atas pembangunan hunian.
Hasil kajian Ombudsman menyebutkan Meikarta telah menerima booking fee sebelum izin mendirikan bangunan (IMB) keluar. Meikarta juga telah menerima uang muka dari konsumen sebelum memiliki IMB dan pembangunannya belum berjalan 20 persen. Cara penjualan properti ini terlihat serampangan sekaligus me-nabrak sejumlah aturan.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen jelas melarang pelaku usaha menawarkan, mempromosikan, dan mengiklankan barang atau jasa yang belum tersedia. Adapun Undang-Undang Rumah Susun menyebutkan pengembang sekurang-kurangnya harus memiliki izin pembangunan rumah susun jika memasarkannya sebelum pembangunan.
Pemerintah sebaiknya melarang secara tegas jual-beli properti yang tidak disertai izin yang lengkap. Jual-beli apartemen yang belum jadi pun perlu disetop karena amat berisiko bagi pembeli. Konsumen apartemen selalu dalam posisi lemah jika proyek mangkrak atau pengembangnya bangkrut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo