Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua buku tersebut merupakan barang bukti perkara suap impor sapi oleh pengusaha Basuki Hariman yang ditangani KPK. Tim komisi antikorupsi menyitanya ketika mengusut kasus Basuki dalam penggeledahan di Sunter, Jakarta Utara, Januari 2017.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan kedua buku catatan bank yang disita polisi dari lembaganya adalah yang asli dan KPK hanya memegang salinan yang telah dilegalisasi. “Jadi enggak ada persoalan buku itu disita,” katanya pada pekan lalu.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan polisi mengambil dua barang bukti itu karena sedang menyidik kasus perintangan penyidikan suatu perkara korupsi di KPK yang terjadi pada 7 April 2017. Waktu tersebut bertepatan dengan peristiwa perusakan sebagian catatan keuangan dalam buku merah dan hitam milik Basuki.
Salah satu buku bank yang disita polisi adalah buku merah milik Serang Noor di BCA KCU Sunter Mall, Kelapa Gading, Jakarta Utara, dengan nomor rekening 42817551XX. Serang Noor adalah anak buah Basuki. Sedangkan buku hitam yang disita bertulisan “Kas Dollar PT Aman Abadi tahun 2010”. Buku bank itu dibuat Kumala Dewi, anggota staf keuangan CV Sumber Laut Perkasa, perusahaan Basuki. Di dalamnya terdapat catatan uang masuk dan keluar dalam mata uang rupiah, dolar Amerika Serikat, dan dolar Singapura kepada sejumlah nama.
Menurut laporan IndonesiaLeaks, dalam catatan keuangan di buku bank itu antara lain tertulis nama Tito Kapolda—nama yang diasosiasikan dengan Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian, yang ketika itu Kepala Polda Metro Jaya. Tito tak mau menjelaskan soal tuduhannya. Ditemui dalam beberapa kesempatan, ia meminta wartawan melayangkan pertanyaan itu kepada Divisi Hubungan Masyarakat Polri. ”Dijawab humas,” ucapnya. Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Arief Sulistyanto mengatakan tak ada aliran dana ke Tito dalam kasus itu. ”Tidak benar ada aliran dana ke Tito Karnavian,” ujarnya.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono tak bersedia menanggapi penyitaan ini. Argo tak berkomentar apa pun saat wartawan bertanya kepadanya di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rabu pekan lalu.
Gerak Cepat Setelah IndonesiaLeaks
-ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Guru Honorer Berunjuk Rasa di Depan Istana
RIBUAN guru honorer kategori K2 berunjuk rasa di depan Istana Negara sejak Selasa pekan lalu. Tenaga honorer kategori K2 adalah mereka yang diangkat per 1 Januari 2005. Ketua Forum Honorer K2 Indonesia Titi Purwaningsih mengatakan mereka menolak konsep pemerintah, yaitu pengangkatan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K). “Kami mendesak agar diangkat jadi pegawai negeri sipil,” kata Titi di depan Istana Negara.
Pegawai honorer yang berdemonstrasi ini berasal dari berbagai daerah. Mereka sengaja menginap di depan Istana dengan tujuan mendesak Presiden Joko Widodo mengabulkan tuntutan mereka.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebutkan pemerintah sudah memberikan solusi melalui tiga skema, yaitu ujian calon pegawai negeri sipil, program P3K, serta pendekatan kesejahteraan berupa pemberian upah setara dengan upah minimum di setiap daerah. “Skema itu sudah yang bijaksana,” tutur Moeldoko. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Syafruddin menyatakan pemerintah akan memperhatikan tenaga honorer dengan mengupayakan tiga skema itu.
Tiga Jaksa Tersangka Korupsi
KEJAKSAAN Agung menetapkan tiga jaksa sebagai tersangka korupsi penyelesaian barang rampasan dan barang sita eksekusi di Kejaksaan Agung. Mereka adalah Ngalimun, Albertus Sugeng Mulyanto, dan Zainal Abidin. “Ketiganya sudah dijadikan tersangka beberapa hari lalu,” kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung Adi Toegarisman, Jumat pekan lalu.
Ketiga jaksa itu disangka melakukan upaya sita dan lelang aset negara yang tidak sesuai dengan prosedur. Mereka juga hanya menyetorkan hasil sita dan lelang sebesar Rp 2 miliar dari seharusnya Rp 20 miliar ke Kejaksaan Agung. “Mereka menyita dan melelang aset tanpa prosedur,” ujar Adi.
Tim Satuan Tugas Khusus Kejaksaan Agung menyita barang rampasan berupa tiga bidang tanah di wilayah Jatinegara, Jakarta Timur; Puri Kembangan, Jakarta Barat; dan Cisarua, Bogor, Jawa Barat, terkait dengan korupsi pengemplang dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia oleh Bank Harapan Sentosa dengan terhukum Hendra Rahardja. Penyitaan dilakukan di luar prosedur sehingga negara tidak mendapat pemasukan maksimal.
-ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Fayakhun Dituntut 10 Tahun Bui
JAKSA Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut Fayakhun Andriadi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Golkar, dihukum 10 tahun penjara. Jaksa KPK, Kresno A. Wibowo, mengatakan Fayakhun terbukti bersalah karena menerima suap US$ 911.480 terkait dengan peningkatan anggaran program penambahan satelit monitoring dan drone di Badan Keamanan Laut dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2016.
“Menyatakan terdakwa Fayakhun Andriadi secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pidana korupsi secara berlanjut,” kata Kresno di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu pekan lalu. Adapun Fayakhun berkeberatan atas tuntutan ini. “Saya keberatan, Yang Mulia,” ucapnya.
Dalam perkara ini, beberapa pejabat Bakamla telah divonis bersalah. Di antaranya Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi, yang dihukum 4 tahun 3 bulan penjara. Pemilik PT Melati Technofo Indonesia, rekanan proyek, Fahmi Darmawansyah, juga telah divonis 2 tahun 8 bulan bui.
Bawaslu Panggil Luhut dan Sri Mulyani
BADAN Pengawas Pemilihan Umum memanggil Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Jumat pekan lalu terkait dengan laporan dugaan pelanggaran kampanye yang dilakukan pejabat negara. “Kami panggil untuk klarifikasi dugaan kampanye di acara IMF Bali,” ujar anggota Bawaslu, Mochammad Afifuddin, Jumat pekan lalu.
Sri dan Luhut dilaporkan seorang warga bernama Dahlan Pido karena diduga berkampanye dalam acara Dana Moneter Internasional (IMF) di Bali pada Oktober lalu. Menurut Dahlan, aksi keduanya yang berpose dengan mengacungkan satu jari sudah mengarah ke kampanye. Sri diduga berkampanye lantaran mengoreksi jari Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde dan Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim, yang mengacungkan dua jari ketika sesi foto bersama. 
Luhut menyatakan pose satu jari yang ia lakukan bukan kampanye untuk salah satu pasangan peserta pemilu. “Boro-boro mikir kampanye, kami masih sibuk dengan kerja di sana. Semua tidak ada dalam urusan kampanye,” ucapnya. Adapun Sri irit bicara setelah diperiksa Bawaslu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo