Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kolom

Tipu Daya Tapera: Merugikan Pekerja dan Pengusaha

Program Tapera hanya akan membebani pekerja dan pengusaha. Cara pemerintah berkelit dari kewajiban menyediakan rumah.

 

9 Juni 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PRESIDEN Joko Widodo tidak punya pilihan selain membatalkan program Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera. Program tabung paksa ini hanya merugikan masyarakat dan memberi celah terjadinya praktik korupsi oleh pengelolanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera yang antara lain menyebutkan program ini akan berlaku mulai 2027. Melalui Tapera, pemerintah membentuk “kolam pendanaan” yang berasal dari iuran pekerja. Pekerja swasta, karyawan perusahaan pelat merah, aparat negara, hingga tenaga kerja asing wajib menyetor 2,5 persen pendapatan mereka. Pengusaha menomboki sisanya agar dana yang terkumpul setara dengan 3 persen penghasilan pekerja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut pemerintah, dana Tapera akan dipakai untuk membiayai penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Dalam aturan terbaru, hanya peserta Tapera bergaji maksimum Rp 8 juta, dan Rp 10 juta di Papua, yang bisa mendapatkan manfaat seperti bantuan kredit. Sedangkan pekerja yang memiliki penghasilan di atas batas itu hanya berstatus “penabung mulia”, yang dijanjikan imbal hasil tertentu ketika pensiun.

Melihat skema tersebut, Tapera tak ubahnya sistem tabung paksa berbalut asuransi sosial. Pekerja bergaji tinggi harus menambal pembiayaan untuk rumah buruh berpenghasilan rendah. Sepintas cara ini seperti program gotong-royong yang ideal, “si besar” membantu “si kecil”.

Persoalannya, cara semacam ini tak adil karena nilai penghasilan tak mencerminkan terpenuhinya kebutuhan. Boleh jadi pekerja berpenghasilan di bawah Rp 8 juta sudah memiliki rumah dan, sebaliknya, pegawai bergaji di atas Rp 8 juta belum punya tempat tinggal sendiri.

Persoalan lain adalah upaya melimpahkan tanggung jawab penyediaan rumah murah dari pemerintah kepada publik lewat skema pengumpulan dana Tapera. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024, yang sejatinya merupakan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020, pemerintah menyisipkan ayat tambahan pada pasal 64 yang menyatakan anggaran negara yang mengucur lewat Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan atau FLPP bisa dihentikan ketika Badan Pengelola Tapera sudah beroperasi penuh. 

Artinya, melalui aturan ini, Jokowi berupaya menghapus anggaran penyediaan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah dari daftar belanja pemerintah secara bertahap. Patut dicurigai bahwa ini merupakan upaya mengalihkan anggaran penyediaan rumah ke pos belanja lain, seperti pembangunan ibu kota baru atau program-program populis yang akan dijalankan pemerintahan baru.

Padahal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman menyatakan negara bertanggung jawab menyediakan rumah yang layak bagi masyarakat. Aturan itu pun menyebutkan pemerintah harus berperan memberikan bantuan perumahan. Melihat klausul tersebut, pemerintah bisa dikatakan berkhianat pada kewajibannya apabila melempar tanggung jawab penyediaan rumah kepada dana publik.

Celah pengkhianatan lain ada pada pengelolaan dana Tapera. Dengan modus rekayasa keuangan hingga main-main dalam penempatan dana investasi, terbuka peluang bagi para pencoleng untuk menilap dana program ini. Jika sudah begini, buyar sudah harapan membeli rumah murah.

Masuk untuk melanjutkan baca artikel iniBaca artikel ini secara gratis dengan masuk ke akun Tempo ID Anda.
  • Akses gratis ke artikel Freemium
  • Fitur dengarkan audio artikel
  • Fitur simpan artikel
  • Nawala harian Tempo

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Tipu Daya Tabungan Perumahan Rakyat"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus