Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Vonis Mati Penyelundup Heroin

Ganjaran yang berat pantas ditimpakan kepada penyelundup narkotik. Tapi pemberlakuan hukuman mati perlu dipertimbangkan lagi.

20 Februari 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukuman mati selalu jadi kontroversi. Tidak sedikit negara yang masih meyakini ganjaran ini bisa menjadi terapi kejut untuk memerangi kejahatan yang amat membahayakan masyarakat. Namun banyak pu-la yang menilai hukuman mati melanggar hak hidup manu-sia dan meragukan keampuhannya dalam menangkal kriminalitas. Persoalan muncul jika ada warga dari negara- yang antihukuman berat ini tiba-tiba dipidana mati di nega-ra lain.

Itulah yang terjadi pada kasus Andrew Chan dan Myu-ran Sukumaran. Pekan lalu, dua warga negara Australia ini dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Denpa-sar, Bali. Keduanya dinilai terbukti memimpin penyelundupan 11,25 kilogram heroin yang diperoleh dari seorang warga Thailand. Mereka dipergoki polisi Bali ketika hendak mengirimkan barang haram itu ke Australia.

Sebagai negara yang telah menghapus hukuman mati sejak 1985, Australia langsung menunjukkan kepeduliannya pada nasib warganya. Perdana Menteri John Howard meng-aku tak bersimpati pada mereka, tapi ia juga tidak mendukung hukuman mati. Sikap seperti ini juga ditunjukkan pemerintah Australia ketika tahun lalu seorang warganya mendapat hukuman mati di Singapura karena menyelundupkan 400 gram heroin.

Pidana mati memang masih berlaku di negara kita. Tak hanya tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pi-dana, ancaman pidana maksimal ini juga dimuat dalam sejumlah undang-undang lain seperti UU Narkotika, UU Psikotropika, UU Pemberantasan Korupsi, UU Pengadil-an Hak Asasi Manusia, dan UU Pemberatasan Terorisme. Dalam prakteknya hukuman mati sering diterapkan dalam kasus pembunuhan berencana, terorisme, dan penyelundup-an narkotik.

Belakangan ini semakin banyak pelaku kejahatan narkotik dan obat berbahaya (narkoba) yang dijatuhi hukuman mati. Lebih dari 25 terdakwa telah dipidana mati, sebagian besar berwarga negara asing. Ada yang tinggal menunggu eksekusi, tidak sedikit yang masih mengajukan kasasi, ada juga yang masih meminta grasi. Terakhir eksekusi pidana mati dilakukan terhadap Ayodhya Prasad Chaubey asal India dan dua rekannya asal Thailand, dua tahun lalu. Mereka telah menyelundupkan 12,19 kilogram heroin di Medan.

Dari besarnya heroin yang dibawa Andrew Chan dan Myu-ran Sukumaran, mereka pun pantas mendapatkan hukuman mati. Apalagi banyak terdakwa lain yang digan-jar hukuman yang sama karena menyelundupkan he-roin de-ngan jumlah jauh lebih kecil, bahkan ada yang di bawah 1 kilogram. Ketegasan hakim juga perlu dihargai karena- narkotik amat berbahaya bagi masyarakat. Tak ha-nya meng-han-curkan anak-anak muda, aktor kawakan semacam Roy Marten pun bisa jadi korban.

Hanya, pada masa mendatang perlu dipertimbangkan pem-berlakuan hukuman mati. Mungkin mesti dilakukan pe-nelitian mengenai efektivitas sanksi pidana ini untuk mem-berantas kejahatan. Apalagi Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, terutama pada protokol kedua tahun 1990, telah melarang hukuman mati. Rasanya pemerintah dan DPR perlu meratifikasi kesepakatan ini seperti yang diusulkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.

Terobosan bisa pula dilakukan oleh para terpidana mati. Mereka bisa meminta Mahkamah Konstitusi menguji undang-undang yang masih mencantumkan ancaman hukum-an mati. Alasannya cukup jelas, sanksi pidana ini kurang sesuai dengan amendemen kedua UUD 1945 yang menjamin hak hidup setiap orang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus