Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

59,56 Persen Hutan Alam di Bumi Lenyap Akibat Sawit dan Hutan Tanaman

Sedikitnya 212,73 juta hektare hutan alam di bumi lenyap dalam kurun 2001-2020. Disumbang ekspansi perkebunan sawit, hutan tanaman, dan pertanian.

18 Maret 2024 | 11.46 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pemandangan udara terlihat dari kawasan hutan yang dibuka untuk perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia, 6 Juli 2010. REUTERS/Crack Palinggi/File Foto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sepuluh peneliti dari Beijing Normal University bersama beberapa laboratorium di Tiongkok baru-baru ini menerbitkan jurnal ihwal perubahan tutupan hutan alam di belahan bumi dalam medio 2001-2020. Penelitian mereka mendapati 59,56 persen hutan alam hilang diakibatkan alih fungsi untuk perkebunan sawit, hutan tanaman, dan sektor pertanian kehutanan.

“Alih fungsi tersebut juga mengakibatkan 77,13 persen hilangnya stok karbon biomassa akibat berkurangnya hutan yang beregenerasi secara alami,” tulis peneliti utama dari Beijing Normal University Hongtao Xu seperti dikutip dari Journal of Remote Sensing pada Senin, 18 Maret 2024. Jurnal Hongtao dipublikasi pada 12 Februari lalu dengan judul Changes in the Fine Composition of Global Forests from 2001 to 2020.

Penelitian mereka berfokus pada lanskap hutan yang terbentang di 6 benua, meliputi Afrika, Asia, Eropa, Amerika Utara, Oseania, dan Amerika Selatan. Mereka menggunakan data spasial pada resolusi 250 meter per pixel dalam kurun 2001-2020. Tingkat akurasinya 86,82 persen dengan melihat tutupan hutan alam; hutan tanaman dengan daur pemanenan mulai di bawah 15 tahun hingga lebih dari itu; perkebunan kelapa sawit; dan alih fungsi diakibatkan pertanian sektor kehutanan.

Laporan itu membeberkan dinamika kondisi hutan alam (NRF-NM), hutan alam beregenerasi dengan pengelolan (NRF-WM), hutan tanaman dengan rotasi lebih dari 15 tahun, hutan tanaman rotasi kurang dari 15 tahun, perkebunan sawit, dan pertanian. Beberapa hasilnya adalah hutan alam terbaik masih tersebar di wilayah hutan hujan tropis yang melintang di belahan bumi utara.

Temuan tersebut menggambarkan, luas hutan secara global yang hilang mencapai 2.127.300 kilometer persegi atau setara 212,73 juta hektare. Terjadi dalam kurun dua dekade, sejak 2001 hingga 2020. Hilangnya tutupan hutan ini disumbang lenyapnya hutan NRF-NM dan NRF-WM. Terbesar terjadi di Asia dengan mencapai 44 persen dan Amerika utara 29 persen.

Pada medio tersebut, penelitian juga memotret adanya peningkatan ekspansi perkebunan sawit seluas 205 ribu kilometer persegi atau setara 20,5 juta hektare. Sedangkan ekspansi terbesar yakni luasan pertanian yang mencapai 2.043.000 meter persegi setara 204,3 juta hektare. Ekspansi ini terjadi terutama di Brasil, Chili, Tiongkok, Indonesia, Vietnam, Thailand, dan Australia. Negara-negara tersebut menyumbang pembukaan lahan atas hutan alam dan bukan hutan.

“Peningkatan luas perkebunan kelapa sawit secara global 91,52 persen disumbang karena ada ekspansi di Asia,” tulis Hongtao. Ekspansi masif terjadi di negara-negara garis khatulistiwa. Mulai dari Indonesia yang menyumbang 62,93 persen, Malaysia 20 persen, Filipina 6,34 persen, dan Thailand 1,95 persen. Keempat negara ini juga menyumbang lebih dari 90 persen luas sawit global dalam tahunan.

Hematnya, perluasan hutan tanaman, perkebunan kelapa sawit, dan agroforestri menyumbang lebih dari separuh hilangnya hutan alam dan stok karbon biomassa akibat degradasi hutan yang beregenerasi secara alami. Kemudian perluasan hutan tanaman dengan rotasi lebih dari 15 tahun menyumbang 72,73 persen dari total hutan tanaman global. “Dan Tiongkok sendiri yang mendominasi perluasan ini.”

AVIT HIDAYAT

Baca Juga: Disorot NASA, Apakah Pembangunan IKN Merusak Lingkungan?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Avit Hidayat

Avit Hidayat

Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo sejak 2015 dan sehari-hari bekerja di Desk Nasional Koran Tempo. Ia banyak terlibat dalam penelitian dan peliputan yang berkaitan dengan ekonomi-politik di bidang sumber daya alam serta isu-isu kemanusiaan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus