Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BAK perang, negeri ini sudah terkepung. Bukan oleh pasukan musuh, melainkan oleh bencana alam. Awal tahun ini banjir bandang dan tanah longsor yang membunuh terjadi di Jember, Jawa Timur; dan Banjarnegara, Jawa Tengah. Diperkirakan bencana serupa juga bakal melanda kawasan lain di Pulau Jawa dan Bali. Bencana ini diprediksi berlanjut sampai intensitas curah hujan menurun pada akhir Februari nanti.
Di tengah hiruk-pikuk penanganan bencana, kabar baik terbit dari parlemen. Pada pertengahan tahun nanti Indonesia akan memiliki Undang-Undang Penanggulangan Bencana. Setidaknya itulah janji Dewan Perwakilan Rakyat, yang telah menuntaskan pembahasan dan menyerahkan drafnya ke pemerintah pada akhir Desember lalu.
Kalau tak ada aral melintang, dua bulan setelah RUU diterima, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan menekennya. ”Teman-teman DPR juga sudah bersemangat untuk segera menyelesaikannya,” kata ketua panitia khusus RUU itu, Akhmad Mukowam, kepada Tempo, Kamis pekan lalu.
Rancangan itu dimotori oleh sejumlah aktivis lembaga swadaya masyarakat, tak lama setelah bencana gempa bumi dan gelombang tsunami meluluh-lantakkan Aceh pada Desember lalu. Indonesia memang terlambat dari negara lain, meski 80 persen kawasannya rawan bencana alam. Di Jepang, negeri dengan intensitas gempa tertinggi sedunia, sudah ada undang-undang itu sejak 1961.
Hening Purwati Parlan dari Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI) mengatakan undang-undang itu akan membuat paradigma penanganan bencana selama ini berubah. Selama ini penanggulangan bencana lebih bersifat responsif. Setelah terbitnya undang-undang tersebut, penanganan bencana akan meliputi keseluruhan manajemen risiko, mulai dari pencegahan, penjinakan, kesiapan, penanggulangan darurat, sampai pemulihan dan rehabilitasi.
Hening mengambil contoh bencana di Jember dan Banjarnegara. Berdasarkan pengumpulan data yang digelar MPBI dan Institut Teknologi Surabaya, diketahui bahwa tanah di Pulau Jawa sebetulnya tergolong tua, dengan butiran yang mudah lepas. Dalam kondisi itu mestinya yang tumbuh di atasnya adalah pepohonan tertentu yang akarnya mampu mengikat tanah agar tak lekang saat diterjang hujan lebat. Kenyataannya, yang tumbuh kebanyakan kopi dan cengkeh serta tanaman lain yang jangkauan akarnya tak dalam.
Dalam kondisi ini, kata Hening, berdasarkan Undang-Undang Penanggulangan Bencana, yang harus dilakukan adalah mengubah vegetasi di lahan rawan dan menyadarkan masyarakat agar tak mendirikan permukiman di lahan miring. ”Tapi yang terjadi selama ini orang-orang itu tidak sadar,” katanya.
Hadirnya rancangan itu juga telah mengilhami perubahan signifikan terhadap lembaga Badan Koordinasi Nasional (Bakornas) Penanganan Bencana, yang selama ini selalu dituding sebagai macan ompong. Perubahan fungsi badan koordinasi itu telah diperkuat dengan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2005 pada 29 Desember 2005.
Peraturan presiden itu akan membuat Bakornas tak hanya menjalankan fungsi koordinasi. Kepala Biro Mitigasi Bakornas, Sugeng Triutomo, mengatakan peraturan itu mengamanatkan pembentukan pelaksana harian yang membawahkan sekretariat Bakornas yang selama ini bak macan ompong itu. Pelaksana harian dan sekretariat itulah nanti yang akan memberikan dukungan teknis, mulai dari perencanaan, pencegahan bencana, penanganan darurat, sampai pemulihan.
Agar tak tumpang tindih dengan pekerjaan penanganan bencana yang juga dikerjakan departemen lain, kata Sugeng, anggota sekretariat akan diambil dari berbagai departemen. Tujuannya agar mereka menjadi jembatan yang menghubungkan Bakornas dan departemen-departemen itu. ”Peraturan presiden itu mensyaratkan restrukturisasi di tubuh Bakornas,” katanya.
Sugeng membantah bahwa peraturan presiden itu bertabrakan dengan pembentukan Dewan Penanganan Bencana Nasional seperti yang diamanatkan RUU. Bila rancangan itu disahkan, otomatis Bakornas akan menyesuaikan diri. Ketua dan anggota Bakornas yang selama ini diisi wakil presiden dan para menteri otomatis akan menjadi Dewan Penanganan Bencana. Bakornas sendiri akan menjalankan fungsi operasional di bawah pelaksana harian.
Deddy Sinaga
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo