Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Banjir di Jember dan longsor di Banjarnegara pekan lalu menyisakan banyak pertanyaan: daerah mana lagi yang akan menyusul? Mengapa hutannya gundul? Apa saja kerja Departemen Kehutanan? Departemen ini dituding banyak pihak sebagai instansi yang bertanggung jawab atas terjadinya bencana-bencana itu.
Untuk mengetahui ujung pangkal persoalan banjir serta rencana departemen ini mengembalikan kehijauan hutan-hutan di Jawa, wartawan Tempo, Purwanto, Untung Widyanto, dan Burhan Sholihin, menemui Menteri Kehutanan M.S. Ka’ban di ruang kerjanya, Kamis pekan lalu. Berikut hasil wawancaranya:
Saat ini banyak terjadi bencana. Salah satu sebabnya adalah hutan gundul. Sebenarnya bagaimana kondisi hutan di Jawa saat ini?
Saya secara terbuka mengakui hutan di Jawa tinggal 18 persen saja. Padahal, Surat Keputusan Menteri Kehutanan mengharuskan minimal 30 persen dari luas Pulau Jawa. Artinya, hutan beralih fungsi mencapai 12 persen dari luas pulau ini. Perubahan fungsi lahan itu mungkin termasuk kawasan hutan lindung. Banyak hutan lindung yang mulai dirambah. Untuk kasus banjir di Jember, sebenarnya cagar alam dan hutan lindung di sana sebenarnya masih bagus.
Lalu, menurut Anda, apa penyebab bencana di Jember?
Yang terjadi adalah masyarakat menanam tanaman kopi di kawasan hutan produksi. Padahal, kemiringan seperti itu tidak seharusnya ditanami kopi karena rawan longsor. Akar kopi tak mengikat tanah dengan kuat.
Faktor lain karena cuaca dan kondisi geologi. Di sana ada kawah-kawah alam. Kawah itu tak bisa menahan curah hujan yang turun selama tiga hari berturut-turut. Tanah mulai jenuh air, maka penahan itu ambrol.
Bukan karena hutan di sana mulai gundul?
Bencana itu tidak bisa hanya dilihat dari aspek hutan saja. Pendekatannya juga harus dilihat dari kondisi geologi, cuaca, dan perilaku masyarakat yang mengubah fungsi kawasan hutan menjadi kebun budidaya dengan pohon yang akarnya tak kuat mengikat tanah.
Jika luas hutan tinggal 18 persen, bagaimana mengartikannya?
Artinya, daerah-daerah yang rawan dan sensitif longsor dan banjir bertambah besar.
Dengan kondisi hutan seperti itu dan cuaca seperti sekarang, apa yang Anda rasakan?
Setiap kali musim penghujan datang selalu membuat cemas karena banyak daerah sensitif bencana. Lihat saja dari pesawat, punggung bukit berubah kebun komoditas berusia pendek tanpa melihat aspek konservasi.
Apa yang harus dilakukan pemerintah daerah untuk mencegah bencana?
Pemda harus tegas terhadap masyarakat di daerah rawan. Jangan menunggu ada korban. Sekarang, setelah ada korban, baru semua heboh. Karena itu, tanaman budidaya perlu disesuaikan dengan peruntukan lahan. Lihat, di Jawa Barat seluruh punggung bukit ditanami kentang. Di Sukabumi ditanami pisang semua.
Masyarakat kita salah pikir. Mereka beranggapan menanam tanaman budidaya yang berusia pendek menguntungkan. Padahal, kawasan berbukit dan bergunung itu semestinya ditanami karet, jati, sengon yang berakar kuat.
Usaha meningkatkan pendapatan asli daerah dengan menanam tanaman budidaya berumur pendek seperti kopi dan kentang itu tidak bisa dibenarkan. Perhitungannya harus melihat dampak jangka panjang. Kalau terjadi bencana begini sudah pasti mengakibatkan produksi hancur. Kalau ditanami kopi, berapa hasilnya setahun? Tentu tak sebanding kerugian akibat bencana seperti yang terjadi di Jember.
Apa rencana Departemen Kehutanan dalam waktu dekat?
Relokasi penduduk di kawasan sensitif. Lokasi penduduk di kawasan itu memang harus dipindahkan, tapi itu memerlukan dana tak murah. Memindahkan orang itu kan mahal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo